BA A’ISYIYAH MOJOREJO di MOJOREJO, JETIS, PONOROGO
Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah “Sejarah Pendidikan Islam Klasik”
Yang diampu oleh: Hawwin Muzakki, M.Pd.I
Disusun oleh:
Dandi Alvianto 210317
Diana Ambarsari
Efrileo Brian Adam Perdana 210317318
Fauzan Aqib
Imamul Aziz
Isrokah Jajuli
Mualifah Khoirunnisa 210317316
Sohibul Lathoifu
Kelompok 1 &2. PAI. J
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PONOROGO
2018
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejarah merupakan kisah masa lalu yang dapat diambil pelajaran. Belajar sejarah sama dengan menumbuhkan kembali semangat perjuangan. Kemajuan zaman tidak pernah terlepas dari sejarah yang telah banyak membangun. Begitu juga hadirnya lembaga pendidikan yang peran pentingnya tidak akan lekang oleh zaman.
Peran lembaga pendidikan sebagai wadah untuk belajar dan mengajar menjadi sangat vital di beberapa wilayah terpencil. Khususnya wilayah 3T. tanpa pendidikan wilayah tersebut sangat sulit untuk berkembang dan berdampingan dengan wilayah maju akibat perkembangan zaman yang meningkat pesat. Kesadaran tersebut yang menggerakkan hati para pejuang sehingga mendirikan lembaga pendidikan untuk anak usia dini.
Kiprah guru sebagai pelaku pendidikan menjadi sangat penting di kemajuan zaman ini. Guru yang berkualitas, dan terbuka menjadi daya tarik tersendiri di tengah persaingan berbagai macam lembaga pendidikan. Guru dituntut memiliki kualifikasi sebagaiaman ketetapan pemerintah. Guru dituntut berprestasi untuk menciptakan anak didik yang berprestasi. Guru tidak hanya menjadi guru, tetapi menjadi sahabat, kerabat, rekan kerja, dan guru bagi lingkungan masyarakat.
Keberhasilan guru dalam memberdayakan masyarakat sekitar menjadi penyokong yang kukuh untuk kemajuan wilayah tersebut. Kiprah guru sebagai pelaku pendidikan dituntut untuk terus dikembangkan demi terciptanya masyarakat madani. Keberadaan lembaga pendidikan di suatu wilayah tidak berarti apa-apa tanpa kiprah guru yang memberdayakan masyarakat sekitar. Membangun mileu belajar mnegajar yang baik. Membangun hubungan yang baik dengan masyarakat sekitar demi terwujudnya lingkungan pendidikan yang diharapkan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Latar Belakang dan Sejarah Pendirian BA A’isyiyah di Dusun Malo, Mojorejo, Jetis, Ponorogo?
2. Bagaimana Peran Pendiri Sekaligus Pendidik Dalam Mengembangkan Lembaga Pendidikan Tersebut?
3. Bagaimana Kiprah Pelaku Pendidikan Terhadap Masyarakat Sekitar?
C. Tujuan
1. Mengetahui Latar Belakang dan Sejarah Pendirian BA A’isyiyah di Dusun Malo, Mojorejo, Jetis, Ponorogo
2. Mengetahui Peran Pendiri Sekaligus Pendidik Dalam Mengembangkan Lembaga Pendidikan Tersebut
3. Mengetahui Kiprah Pelaku Pendidikan Tehadap Masyarakat Sekitar
BAB II
PEMBAHASAN
A. Landasan Teori
Secara filosofis, Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) mempunyai jejak historis dalam pemikiran para filsuf, baik filsuf barat maupun timur, termasuk filusuf Indonesia. Pandangan mereka dapat dietakan menjadi dua perspektif. Kedua perspektif PAUD tersebut adalah sebagai berikut:
Pertama, perspektif pengalaman dan pengajaran adalah stimulasi bagi masa yang penuh dengan kejadian penting dan unik yang meletakkan dasar bagi seorang dimasa dewasa, Ferni (1998) meyakini bahwa pengalaman-pengalaman belajar awal (anak-anak) tidak akan pernah bisa diganti oleh pengalaman-pengalaman berikutny, kecuali dimodifikasi.
Kedua, perspektif hakikat belajar dan pengembangan. PAUD adalah suatu proses yang berkesinambungan antara belajar dan perkembangan. Artinya, pengalaman belajar dan pengalaman perkembangan merupakan dasar bagi proses belajar dan perkembangan selanjutnya. Menurut Orinstein (dalam Bateman, 1990) meyatakan bahwa anak yang pada anak usia dininya mendapat rangsangan yang cukup dalam mengembangkan kedua belahan otaknya (otak kanan dan otak kiri) akan memperoleh kesiapan yang meyeluruh untuk belajar dengan sukses/berhasil pada saat memasuki SD. Senada dengan Orstein, Marcon (1993) menjelaskan bahwa kegagalan anak dalam belajar pada awal akan menjadi tanda (prediktor) bagi kegagalan belajar kelas-kelas berikutnya. Begitu pula kekeliruan belajar pada usia awal bisa menjadi penghambat bagi proses belajar pada usia-usia selanjutnya.
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) pada hakekatnya adalah pendidikan yang diselenggarakan dengan tujuan untuk memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan anak secara meyeluruh atau menekankan pada pengembangan seluruh aspek keperibadian anak. Oleh karena itu, PAUD memberi kesempatan bagi anak untuk mengembangkan keperibadian dan potensi secara maksimal. Atas dasar ini, lembaga PAUD perlu meyediakan berbagai kegiatan dasar yang mengembangkan seperti kognitif, bahasa, sosial, emosi, fisik, dan motorik.
Secara institusional, Pendidikan Anak Usia Dini juga dapat diartikan sebagai salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitik beratkan pada peletakkan dasar kearah pertumbuhan dan perkembangan, baik koordinasi motorik (harus dan kasar), kecerdasan emosi, kecerdasan jamak (multiple intellgences) maupun kecerdasan spiritual.
Secara yuridis istilah anak usia dini di Indinesia ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun. Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 14 dinyatakan bahwa “Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai usia enam tahun yang dilakukan mulai dari pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak mempunyai kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut”. Selanjutnya pada pasal 28 tentang Pendidikan Anak Usia Dini dinyatakan bahwa:
1. Pendidikan Anak Usia Dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar.
2. Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, in formal, non formal.
3. Pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal: TK, RA, atau bentuk lain yang sederajat.
4. Pendidikan anak usia dini jalur pendidikan non formal, KB, TPA, atau bentuk lain yang sederajat.
5. Pendidikan anak usia dini jalur informal, pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan.
6. Ketentuan mengenai anak usia dini sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa secara praktis tujuan pendidikan anak usia dini adalah sebagai berikut:
a. Kesiapan anak memasuki pendidikan lebih lanjut.
b. Mengurangi angka mengulang kelas.
c. Mengurangi angka putus sekolah (DO).
d. Mempercepat pencapain wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun.
e. Meyelamatkan anak dari lalainya didikan wanita karier dan perpendidikan rendah.
f. Meningkatkan mutu pendidikan.
g. Mengurangi angka buta huruf muda.
h. Memperbaiki drajat kesehatan dan gizi anak usia dini.
i. Meningkatkan indeks pembangunan manusia (IPM).
Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan disebutkan bahwa ruang lingkup lembaga-lembaga PAUD terbagi ke dalam tiga jalur, yakni formal, non-formal, dan informal. Ketiganya merupakan jenjang pendidikan yang diselenggarakan sebelum pendidikan dasar. Skema berikut ini mengilustrasikan ketiga bentuk penyelenggaraan lembaga PAUD tersebut.
Sebagai lembaga pendidikan formal, sekolah yang lahir dan berkembang secara efektif dan efisien dari dan oleh serta untuk masyarakat, merupakan perangkat yang berkewajiban memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam mendidik warga Negara. Sekolah dikelola secara formal, hierarkis dan kronologis yang berhaluan pada falsafah dan tujuan pendidikan nasional.
Fungsi sekolah:
1. Mengembangkan kecerdasan pikiran
2. Spesialisasi
3. Efisienasi
4. Sosialisasi
5. Konservasi dan transmisi kultural
6. Transisi dari rumah ke masyarakat
Hasbullah (2001; 19) menyebutkan bahwa syarat-syarat utama untuk menjadi guru, selain ijazah dan syarat-syarat mengenai kesehatan jasmani dan rohani, ialah sifat yang perlu untuk dapat memberikan pendidikan dan pengajaran yaitu: syarat profesional (ijazah), syarat biologis (kesehatan jasmani), syarat psikologis (kesehatan mental), dan syarat oaedagogis-didaktis (pendidikan dan pengajaran).
Guru sebagai pendidik dalam lembaga pendidikan formal di sekolah, secara langsung atau tegas menerima kepercayaan dari masyarakat untuk memangku jabatan dan tanggung jawab pendidikan. Maka selain harus memiliki syarat-syarat sebagai manusia dewasa, harus pula memenuhi persyaratan lain yang lebih berat, yang dapat dikelompokkan menjadi persyaratan pribadi dan persyaratan jabatan (Hidayanto, 1998: 46-47).
Yang termasuk persyaratan pribadi, diantaranya adalah berbudi pekerti luhur dan berbadan sehat, memiliki kecerdasan yang cukup, memiliki temperamen yang tenang, dan kestabilan dan kematangan emosional.
Sementara itu yang termasuk persyaratan jabatan adalah (1) pengetahuan tentang manusia dan masyarakat seperti antropologi, sosiologi, sosiologi pendidikan dan psikologi; (2) pengetahuan dasar fundamental jabatan profesi seperti ilmu keguruan dan ilmu pendidikan; (3) pengetahuan keahlian dalam cabang ilmu pengetahuan yang akan diajarkan, seperti matematika, sejarah, biologi dan sebagainya; (4) keahlian dalam kepemimpinan pendidikan yang demokratis seperti human public relation yang luas dan baik; dan (5) memiliki filsafat pendidikan yang pasti dan tetap serta dapat dipertanggung-jawabkan.
Demikian beberapa persyaratan seorang guru sebagai pendidik, meskipun dalam hal ini masih banyak yang perlu dikemukakan, namun yang jelas bahwa jabatan guru merupakan pekerjaan yang mulia dan agung, karena dia merupakan ujung tombak untuk mencerdaskan bangsa, apalagi sekarang dimana orang-orang sedang gencar-gencarnya berbicara tentang pengembangan kualitas sumber daya manusia, tentu saja peran guru sangat menentukan.
Kendati jabatan guru tersebut sangat menentukan, sayang sekali bila dilihat dari segi lain terutama dari segi ekonomi, masihlah sangat memperhatinkan. Untuk itu perlu pemikiran-pemikiran baru dan tindakan nyata dalam upaya mengangkat kesejahteraan para guru, agar antara tuntutan peningkatan kualitas sumber daya manusia dengan kondisi ekonomi guru berjalan seimbang.
B. Lokasi
1. Nama Lembaga :Busthanul Athfal A’isyiyah Mojorejo
2. Alamat :Jl. Nakulo No.05 Mojorejo, Jetis, Ponorogo, 63473
3. Tahun Berdiri :10 Juni 1966
4. NIS :101235020109
C. Latar Belakang dan Sejarah Pendirian BA A’isyiyah di Dusun Malo, Mojorejo, Jetis, Ponorogo
Busthanul Athfal (BA) Aisyiyah Mojorejo, berdiri pada tanggal 10 Juni 1966 di atas tanah seluas 220 m2. Berlokasi di Jl. Nakulo No.05 Dusun Malo, Mojorejo, Jetis, Ponorogo, menjadi lembaga pendidikan pertama yang berkonsentrasi pada pendidikan anak usia dini. Tujuannya adalah membentuk karakter Islami anak melalui Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang pada saat itu belum banyak dikembangkan. Dengan visi dan misi, sebagai berikut:
Visi:
Terwujudnya peserta didik yang beriman, mandiri, kreatif, inovatif dan berakhlak karimah
Misi:
1. Menumbuhkembangkan sikap dan amaliyah keagamaan
2. Melatih kedisiplinan dan kemandirian dalam segala hal
3. Melaksankan pembelajaran yang kreatif, inovatif dan menyenangkan
4. Membiasakan santun dakam berbicara dan sopan dalam perilaku
5. Melaksanakan pembelajran dan pendidikan anak usia dini yang mencakup nilai agama dan moral social emosional serta kecerdasan agar tumbuh dan berkembang secara optimal
Telah berdiri selama kurang lebih 22 tahun, lembaga pendidikan tersebut telah suskes melahirkan banyak alumni yang layak menjadi input bagi sekolah dasar atau sederajat. Dalam sejarahnya lembaga pendidikan tersebut didirikan oleh Lembaga A’isyiyah ranting Mojorejo, yang selanjutnya dikepalai oleh Hj. Stalasatun, selaku pihak pertama yang mewakafkan tanah tersebut. Pendiriannya bermula saat ibu Hj. Stalasatun mewakafkan tanahnya seluas 220 m2 tersebut kepada A’isyiyah ranting Mojorejo, yang selanjutnya oleh lembaga A’isyiyah digunakan untuk mengembangkan lembaga pendidikan anak usia dini dibawah naungan Muhammadiyah.
System wakaf dipilih dengan tujuan apabila pemilik lembaga wafat, tidak ada perselisihan dalam menentukan kepemilikan. Maka, mewakafkan tanah tersebut kepada organisasi A’isyiyah merupakan solusi terbaik agar lembaga tersebut dapat terus berdiri dan tidak terguncang dengan pergantian pemimpin. Juga dapat menjadi amal jariyah bagi yang mewakafkan.
Dalam proses pembangunannya, seluruh masyarakat berperan aktif membangun dan mengembangkan lemabaga pendidikn tersebut. Pemberdayaan masyarakat dalam mengembangkan pendidikan terus digalangkan agar tercapai tujuan lembaga pendidikan sesuai dengan harapan. Sebuah lembaga pendidikan tidak dapat terlepas dari budaya masyarakat, sehingga lembaga tersebut sangat terbuka pada perkembangan budaya masyarakat sekitar. Misalnya larangan membeli jajanan bagi peserta didik. Hal tersebut merupakan tanggapan dari kehawatiran masyarakat akan dampak buruk jajanan anak yang beredar bebas. Sehingga sekolah membuat kebijakan untuk menggilir jajan/makanan bagi anak didik sesuai jadwal. Kebijakan tersebut sukses mengobati kekhawatiran wali murid, yang selanjutnya menjadi daya tarik tersendiri bagi lembaga tersebut.
D. Peran Pendiri Sekaligus Pendidik Dalam Mengembangkan Lembaga Pendidikan Tersebut
Berdiri selama 22 tahun, merupakan waktu yang panjang, terhimpit oleh persaingan degan lembaga pendidikan lain, terdorong oleh kemajuan zaman, dan didukung oleh pelaku pendidikan yang terus berkreasi dan berinovasi mendukun BA A’aisyiyah Mojorejo menunjukkan eksistensinya sebagai lembaga pendidikan anak usia dini yang berkualitas sampai saat ini. Hal tersebut dicapai dengan peran pendidik sebagai pusat berjalannya proses pendidikan yang meraih banyak prestasi dalam berbagai bidang. Kualifikasi pendidik yang memenuhi syarat, dan kinerja seorang pendidik yang menjalankan tugasnya sebagai pendidik dengan sangat maksimal, menjadi kunci utama lahirnya output yang memadai dari lembaga pendidikan tersebut. Berikut uraian prestasi dan kualifikasi guru serta kepala sekolah BA A’isyiyah Mojorejo:
1. Hj. Siti Tsalasatun, menjabat sebagai kepala sekolah selama 1966-2009
2. Dra. Hj. Dwi Wahyu Diana, menjabat sebagai kepala sekolah selama 2009-sekarang, merangkap sebagai guru Play Grup
3. Tri Hidayati, S.Pd, menjabat sebagai guru kelas kelompok B, telah menjadi guru TK selama kurang lebih 1992-sekarang
4. Halimah, S.Pd.I, menjabat sebagai guru kelas kelompok A, telah menjadi guru TK selama 2005-sekarang.
Mengenal lebih dekat pelaku pendidikan di BA A’isyiyah Mojorejo, yang pertama adalah ibu Hj. Siti Tsalasatun, seorang ibu rumah tangga yang sejak dulu telah aktif dalam organisasi Muhammadiyah. Memiliki 6 anak yang semuanya turut terjun mengembangkan lembaga pendidikan tersebut. Salah satu dari anaknya terjun langsung menjadi kepala sekolah melanjunkan perjuangan tersebut, dan 5 anak yang lainnya tercatat menjadi donator tetap bagi lembaga pendidikan tersebut. Juga mendukung dalam pengadaan sarana prasarana sekolah.
Ibu Dra. Hj. Dwi Wahyu Diana, merupakan anak kedua dari ibu Hj. Siti Tsalasatun yang kini menggantikan posisi ibunya sebagai kepala sekolah di BA A’isyiyah Mojorejo. Sebagai generasi penurus ibu Hj. Dwi Wahyu Diana atau yang biasa disapa Bu Nana ini berusaha dengan sungguh-sungguh mengembangkan lembaga yang telah digagas oleh ibunya tersebut. Salah satu upayanya adalah beliau mengembangkan Tk tersebut dengan membuka kelompok bermain atau yang biasa disebut dengan Play Group. Beliau sendiri yang turun tanggan menjadi guru kelas play group. Telah sekiar kurang lebih 5 tahun menggagas play group, dampaknya kini sangat terasa ketika jumlah murid play group yang terus mengalami peningkatan turut mendongkrak jumlah murid TK. Karena Output dari Play group tersebut, menjadi input yang memadai bagi TK, sehingga proses belajar terus dilakukan sekalipun berbeda jenjang, namun tetap di satu lembaga yang sama. Hal tersebut membuat ikatan hubungan antara guru dan murid semakin erat.
Ibu Tri Hidayati, S.Pd. ibu dari dua anak tersebut telah menjadi guru TK selama kurang lebih 25 tahun. Kecintaannya terhadap anak kecil membawa beliau menekuni tugas mulia tersebut sedari muda. Pahit manisya menjadi guru TK telah ia lakoni. Berpindah-pindah lembaga pendidikan telah ia lalui. Sepak terjangnya menjdai guru Tk telah memberi banyak inspirasi terhadap guru lainnya. Pengalaman dan keulatannya mengantarkan beliau mendapat beberapa prestasi di bidangnya. Seperti ada tahun 2013 ia menjuarai lomba Pidato IGABA tingkat Nasional yang diselenggarakan di Jakarta.
Ibu Halimah, S.Pd.I. ibu dua anak yang belum lama menjadi guru, meskipun begitu kiprahnya sebagai guru tidak bisa dianggap remeh. Kemampuannya dalam memberikan pendidikan kepada anak-anak mampu menjadi bukti bahwa lama pengalaman kerja bukanlah jaminan seseorang memiliki etos kerja yang baik dalam bidangnya. Meskipun belum lama menjadi guru TK, namun sepertinya kehidupan dunia anak-anak telah mendarah daging dengannya. Terbukti sebagai guru ia mampu menciptakan anak berprestasi. Salah satu anak didiknya yang berprestasi adalah Meilani Khoirunni’mah yang menjuarai lomba mewarnai tingkat kecamatan di usianya yang ke-3 Tahun. Berkat bimbingan beliau, mengantarkan anak tersebut menjadi anak yang pantas untuk diacungi jempol. Hal tersebut menambah kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pendidikan tersebut.
E. Kiprah Pelaku Pendidikan Terhadap Lingkungan Sekitar
Semenjak lembaga sekolah tersebut berdiri, telah banyak memberdayakan masyarakat sekitar. Seperti mengembangkan organisasi Muhammadiyah, membanggun komite sekolah yang beranggotakan masyarakat sekitar, menghimpun kemampuan masyarakat dengan menjadikan donator tetap sekolah, dan lain sebagainya.
Tidak hanya sampai di situ, kiprah guru sebagai pendidik juga mampu meningkatkan minat masyarakat dalam hal pendidikan. Hal tersebut terbukti dari kenaikan jumlah anak usia 4-6 tahun yang telah memasuki bangku sekolah. Guru tidak hanya menyampaikan pendidikan kepada muridnya saja, namun juga memberi pendidikan terhadap wali murid, seperti edukasi tentang cara mendidik anak yang baik, cara penanganan anak nakal, dan pembiasaan anak sekolah secara mandiri tanpa perlu ditunggu oleh orang tuanya. Sehingga peran lembaga pendidikan tersebut tidak hanya memberikan pendidikan kepada anak usia dini, tapi juga memberikan edukasi terhadap orang tua demi terwujudnya tujuan pendidikan, dimana antara pendidikan keluarga dan pendidikan formal di sekolah saling berhubungan dan bertanggung jawab.
Memenuhi permintaan masyarakat dan mengikuti perkembangan zaman, lembaga pendidikan tersebut yang dahulunya belum mendirikan kelompok bermaian atau play group kini telah membukanya. Bukan tanpa alasan mendirikannya, melainkan karena kebutuhan dari masyarakat. Melihat perkembangan minat masyarakat terhadap pendiidkan anaknya, maka guru di lembaga tersebut berinisiatif membuka kelompok bermain yang muridnya tida hanya datang dari lingkungan sekitar, melainkan juga dari desa tetangga. Tidak butuh banyak waktu untuk mengembangkan kelompok belajar tersebut, kepercayaan lembaga gersebut yang selama berdirinya telah melahirkan ratusan anak didik yang berkualitas mengantarkan kelompok belajar tersebut menjadi lembaga yang diminati. Sarana dan prasarana juga menjadi daya tarik sendiri. Berdiri berdampingan dengan TK, dengan halaman bermain yang jauh dari arus lalu lintas, teduh dengan pohon yang rindang, penuh dengan permainan anak, menjadi alternative yang tepat bagi orang tua yang ingin menyekolahkan anaknnya di usia yang belia.
Menjadi anugrah bagi masyarakat sekitar ketika lembaga tersebut mampu memberi dampak yang positi terhadap masyarakat sekitar. Beberapa dampak positif yang dirasakan oleh masyarakat sekitar, adalah turut berpenrannya masyarakat sekitar dalam beberapa kegiatan yang dilakukan oleh lembaga pendidikan tersebut. Seperti papa kegiatan tutup tahun yang panitianya merupakan masyarakat sekitar, juga pada acara buka bersama yang melibatkan masyarakat sekitar sebagai tamu. Keberadaan lembaga pendidikan tersebut menjadikan Mojorejo atau yang biasa disebut Malo yang berada di ujung kecamatan Jetis menjadi desa yang maju dan berkembang. Hal tersebut tidak lain karena peran para guru yang berperan aktif memberdayakan masyarakat sekitar bersama dengan lemabga pendidikan yang dipegangnya. Sebab hubungan yang baik antara guru dan masyarakat sekitar memunculkan hubungan yang baik pula antara keduanya lebih dari rekan kerja, atau tetangga, melainkan layakya saudara.
Peran guru sebagai tenaga pendidik amat berat, tidak hanya menjalankan apa yang tertulis dalam kurikulum BA A’isyiyah, namun bertugas mengembangkan materi ajar yang sesuai bagi kebutuhan masyarakat. Menjadi tauladan bagi anak didik merupakan tugas utama seorang guru PAUD. Guru, selain sebagai pengajar, juga menjadi pengasuh pengganti orang tua ketika di sekolah. Guru juga harus menjadi teman bermain yang baik bagi anak didiknya, menciptakan suasana bermain yang menyenangkan, suasana bermain yang sehat, dan mencinpakan ikatan batin yang kuat penuh kasih sayang antara guru dan murid.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Lembaga pendidikan Bustanul Athfal A’isyiyah didirikan oleh A’isyiyah ranting Mojorejo, yang merasa perlu mengembangkan pendidikan anak usia dini di wilayah Mojorejo. Hingga menjadi BA A’isyiyah Mojorejo lembaga pendidikan anak usia dini yang pertama di wilayah tersebut. Lembaga pendidikan tersebut didirikan dengan system wakaf, yaitu dibangun di atas tanah yang diwakafkan oleh ibu Hj. Siti Tsalasatun.
Guru tidak hanya menjadi orang yang bertugas mengajarkan di kelas saja, melainkan menjadi pusat berjalannya proses tumbuh dan berkembangnya lembaga pendidikan tersebut. Bertahannya lembaga pendidikan tersebut di tengah kemajuan zaman dan persaingan menjadi bukti suksesnya guru sebagai pelaku pendidikan di BA A’isyiyah sukses menjadi guru yang professional.
Kualitas lembaga pendidikan tersebut sudah banyak diacungi jempol. Memenuhi kualifikasi kelompok belajar sesuai peraturan pemerintah merupakan prestasi yang membanggakan di tengah persaingan berbagai lembaga pendidikan. Hal tersebut tidak lain merupakan kepercayaan masyarakat terhadap guru sebagai pelaku pendidikan dalam lembaga pendidikan tersebut. Kiprah guru tidak hanya berhenti sebagai guru yang mengajarkan ilmu pada anak usia dini, guru tersebut mampu memeberdayakan masyarakat khususnya dalam bidang ilmu pengetahuan dan pendidikan. Kiprah guru sebagai pendidikan juga terus dikembangkan, tersbukti dengan kualifikasi guru dan prestasi guru yang dimiliki, sehingga guru mampu menciptakan mileu pendidikan belajar mengajar yang baik, bukan hanya di sekolah saja, melainkan juga di masyarakat.
B. Saran
Semoga makalah ini menjadi inspirasi bagi para mahasiswa yang kelak akan terjun langsung dalam dunia pendidikan. Makalah ini menjadi pengingat betapa pentingnya sejarah, betapa pentingnya belajar dari sejarah, yang diharapkan mampu memupuk semangat yang lebih untuk mengembangkan pendidikan di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar