Minggu, 15 Juli 2018

USHUL FIQIH "KAIDAH TARJIH DAN BAHTSU MASAIL"

KAIDAH TRJIH DAN BAHTSUL MASA’IL
Kelompok 9 :
Mualifah Khoirunnisa 210317316
Danu Sasongko Ahmad 210317
Imamul Aziz 210317

PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Tarjih dan Pengertian Bahtsu Masa’il
1. Pengertian Tarjih
Secara etimologi, tarjih berarti “menguatkan”, sedangkan secara terminologi, ada dua definisi yang dikemukakan oleh ulama ushul fiqih.
a. Menurut Ulama Hanafiyah:
اِظْهَارُ زِيَادَةٍ  لِأَحَدِ المُتَمَاثِلَيْنِ عَلَي الأَخَرِبِمَا لاَ يَسْتَقِلُّ
Artinya:
“Memunculkan adanya tambahan bobot pada salah satu dari dua dalil yang sama (sederajat), dengan tambahan yang tidak berdiri sendiri.”
Menurut golongan ini, dalil yang bertentangan harus sederajat dalam kualitasnya, seperti pertentangan ayat dengan ayat. Dalil tambahan yang menjadi pendukunganya harus berkaitan dengan salah satu dalil yang didukungnya.
b. Menurut Jumhur Ulama

تَقْوِيَةُ إِحْدَي الإِمَارَتَيْنِ عَلَي الأَخَرِي لِيَعْمَلَ بِهَا
Artinya:
“Menguatkan salah satu dalil yang zhanni dari yang lainnya untuk diamalkan (diterapkan) berdasarkan dalil tersebut.”
Dengan pengertian tersebut, jumhur mengkhususkan tarjih pada permasalahan yang zanni.  Menurut mereka tarjih tidak termasuk persoalan yang qath’i. Juga tidak termasuk antara yang qath’i dengan yang zhanni.
Para ulama telah sepakat bahwa dalil yang rajih (dikuatkan) harus diamalkan, sebaliknya dalil yang marjuh (dilemahkan) tidak perlu diamalkan. Di antara alasannya, para sahabat dalam banyak kasus telah melakukan pen-tarjih-an dan tarjih tersebut diamalkan, seperti para sahabat lebih menguatkan hadis yang dikeluarkan oleh Siti ‘Aisyah tentang kewajiban mandi apabila telah bertemu antara alat vital lelaki dan alat vital perempuan (H.R. Muslim dan Turmudzi), dari pada hadis yang diterima dari Abu Hurairah, “Air itu berasal dari air”. (H.R. Ahmad Ibnu Hambal dan Ibnu Hibban). 
Tarjih diartikan dengan: menjadikan sesuatu lebih kuat atau mempunyai kelebihan dari pada yang lain. Sebagian ulama membuat batasan tarjih ialah menyatakan keistimewaan salah satu dari dua dalil yang sangan dengan suatu sifat yang menjadikan lebih utama dilihat dari yang lain.
2. Pengertian Bahtsu Masa’il
Bahsu masail adalah kepanjangan dari Bahsul al-Masa’il al-Diniyah  yang berarti penelitian atau pembahasan masalah-masalah keagamaan. Bahstul masail adalah suatu forum yang membahas masalah-masalah yang belum ada dalilnya atau belum ketemu solusinya.
B. Metode Tarjih dan Metode Bahtsu Masa’il
1. Metode Tarjih
Menurut para ulama ushul, cukup banyak metode yang bisa digunakan untuk men-tarjih dua dalil yang bertentangan apabila tidak mungkin dilakukan melalui cara at-jam’u baina at-ataufiq dan nasakh. Namun cara pen-tarjih-an tersebut dapat dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu: (1) at-Tarjih baina an-Nushush dan (2) at-Tarjih baina al-Qiyas, yaitu menguatkan salah satu qiyas  (analogi yang bertentangan).
a. Tarjih Bain an-Nushush
Terbagi menjadi beberapa bagian, berikut ini:
1) Dari segi sanad
Imam Asy-Syaukani berpendapat bahwa pen-tarjih-an   dapat dilakukan melalui 42 cara, di antaranya dikelompokkan dalam bagian berikut:
a) Menguatkan salah satu nash  dari segi sanadnya
Cara ini antara lain dengan meneliti kuantitas perawi suatu hadis. Menurut jumhur, hadis yang banyak perawinya di-tarjih-kan dari yang sedikit, karena kemungkinan terjadinya kesalahan dalam periwayatan sangat kecil.
Jumhur juga berpendapat bahwa pen-tarjih-an boleh dilakukan berdasarkan kualitas perawi, misalnya hadis yang perawi lebih kuat dhabit (kuat hapalan) dikuatkan dari hadis yang perawinya tidak dhabit. Dan tidak boleh pula men-tarjih hadis berdasarkan pada cara penerimaan hadis, misalnya hadis yang diterima dan dipelihara melalui hapalan perawi lebih diutamakan daripada hadis yang diterima perawi melalui tulisan.
b) Pen-tarjih-an dengan melihat riwayat itu sendiri
Yaitu menguatkan hadis mutawatir daripada hadis masyhur atau menguatkan hadis masyuhur dari pada hadis ahad. Bisa juga dengan melihat persambungan sanadnya, misalnya hadis yang sampai ke Rasul.
c) Pen-tarjih-an melalui cara menerima hadis dari rasul
Yaitu me-rajih-kan hadis yang diterima dan dipelihara melalui hapalan perawi dari hadis yang diterima perawi melalui tulisan. Dikuatkan hadis yang memakai lafazh langsung dari Rasulullah  SAW. seperti lafal naha (melarang) atau amara (memerintah) dari pada riwayat yang lain. Begitu pula hadis ahad yang matannya tidak menyangkut orang banyak didahulukan dari hadis Ahad matannya mengandung orang banyak. Hal itu didasarkan pada kesaksian Ulama Ushul, bahwa tidak mungkin hadis yang menyangkut orang banyak memiliki perawi sedikit.
2) Dari segi matan
Maksud dari matan adalah teks ayat, hadis atau ijma’. Menurut Al-Amidi ada 51 cara dalam pen-tarjih-an dari segi matan, antara lain:
a) Teks yang mengandung larangan diutamakan dari pada teks yang mengandung perintah, karena menolak kemadaratan lebih utama dari pada mengambil manfaat.
b) Teks yang mengandung perintah didahulukan dari pada teks yang mengandung kebolehan karena melaksanakan perintah berarti sekaligus melaksanakan yang hukumnya boleh.
c) Makna hakikat dari suatu lafazh lebih diutamakan dari pada makna majazi-nya.
d) Dalil khusus diutamakan daripada dalil umum.
e) Teks umum yang belum dikhususkan lebih diutamakan daripada teks umum yang di-taksis.
f) Teks ang sifatnya perkataan lebih diutamakan daripada teks yang sifatnya perbuatan.
g) Teks yang muhkan lebih diutamakan daripada teks yang mufassar,  karena muhkan lebih pasti dibanding mufassar.
h) Teks yang sharih (jelas) didahulukan daripada teks yang bersifat sindiran.
3) Dari segi hukum dan kandungan hukum
Cara pen-tarjih-an melalui metode ini, menurut Al-Amidi ada 11 cara, sedangkan menurut Asy-Syaukani ada Sembilan cara, yaitu:
a) Teks yang mengandung bahaya menurut jumhur lebih diutamakan dari teks yang memperbolehkan.
b) Teks yang bersifat meniadakan lebih didahulukan daripada teks yang bersifat menetapkan memberi informasi tambahan.
c) Menghindarkan terpidana dari pada hukuman.
d) Teks yang mengandung hukuman lebih ringan didahulukan dari pada teks yang di dalamnya mengandung hukuman berat.
4) Menggunakan factor (dalil) lain di luar Nash
Menurut Al-Amidi ada lima belas cara pen-tarjih-an dengan menggunakan factor lain di luar nash, namun Imam Asy-Syaukani meringkas menjadi 10 cara, di antaranya:
a) Mendahulukan salah satu dalil yang didukung oleh dalil lain, baik dalil Al-Qur’an, Sunah, Ijma’, Qiyas, dan lain-lain.
b) Mendahulukan salah satu dalil yang didukung oleh amalan ahli Madinah, karena mereka lebih mengetahui persoalan turunnya Al-Qur’an dan penafsirannya. Selain itu, ada anjuran untuk mengikuti mereka.
c) Menguatkan dalil yang menyebutnya illat (motivasi) hukumnya dari suatu nash serta dalil yang mengandung asbab an-nuzul atau asbab al-wurud dari pada dalil yang tidak memuat hal tersebut.
d) Mendahulukan dalil yang di dalamnya menuntut sikap waspada daripada dalil yang tidak menuntut demikian.
e) Mendahulukan dalil yang diikuti degan perkataan atau pegamalan dari perawinya daripada dalil yang tidak demikian.
b. Tarjih Bain al-Aqyisah
Wahab Al-Zuhaili mengelompokkan tujuh belas cara pen-tarjih-an dalam persoalan qiyas yang dikemukakan oleh Imam Asy-Syaukani ke dalam empat kelompok.
1) Dari segi hukum Ashl
Pen-tarjih-an qiyas dari segi hukum asal, menurut Imam Asy-Syaukani bisa menggunakan enam belas cara, di antaranya:
a) Menguatkan qiyas yang hukum asalnya qath’i dari yang zhanni.
b) Menguatkan qiyas yang landasan dalilnya ijma’  dari qiyas yang landasan dalilnya nash, sebab  nash  itu bisa di-taksis, di-takwil, dan di-nasakh,  sedangkan ijma’ tidak.
c) Menguatkan qiyas yang didukung dalil yang khusus.
d) Menguatkan qiyas yang sesuai dengan kaidah-kaidah qiyas dari yang tidak.
e) Menguatkan qiyas yang telah disepakati para ulama tidak akan di-nasakh.
f) Menguatkan qiyas yang hukum asalnya bersifat khusus. 
2) Dari segi hukum cabang
a) Menguatkan hukum cabang yang datangnya kemudian dibanding hukum asalnya
b) Menguatkan hukum cabang yang illat-nya diketahui secara qath’i dari yang hanya diketahui secara zhanni.
c) Menguatkan hukum cabang yang ditetapkan berdasarkan sejumlah logika nash dari hukum cabang yang hanya didasarkan kepada logika nash secara tafshili.
3) Dari segi Illat
Pen-tarjih-an ini dibagi dalam dua kelompok, yaitu dari segi cara penetapan illat dan dari segi sifat illat itu sendiri.
4) Dari segi cara penetapan Illat , antara lain:
a) Menguatkan illat  yang disebutkan dalam nash atau disepakati sebagai illat dari yang tidak demikian
b) Menguatkan illat yang dilakukan dengan cara as-sirbu wa at-taqsim (pengujian, analisis, dan pemilahan illat  ) yang dilakukan oleh para mujtahid dari illat  yang hanya menggunakan metode munasabah (keserasian) antara illat  dengan hukum.
c) Menguatkan illat yang di dalamnya terdapat isyarat nash dari  illat yang ditetapkan melalui munasabah (keserasian), karena isyarat nash lebih baik daripada dugaan seorang mujtahid.
5) Dari segi sifat illat
a) Menguatkan illat yang bisa diukur daripada yang relative.
b) Menguatkan illat yang sifatnya bisa dikembangkan pada hukum lain dari pada yang terbatas pada satu hukum saja.
c) Menguatkan illat yang berkaitan dengan msalah yang penting daripada yang bersifat hajjiyat (penunjangan). Dan dikuatkan illat yang berkaitan dengan kemaslahatan yang bersifat hajjiyah dari pada yang bersifat tahsiniyah (pelengkap)
d) Menguatkan illat yang jelas melatar belakangi sutau hukum, dari pada illat yang bersifat indicator saja terhadap latar belakang hukum.
6) Melalui factor luar
Dapat dilakukan dengan:
a) Menguatkan qiyas yang didukung lebih dari satu illat.
b) Menguatkan qiyas yang didukung oleh pendapat sahabat (bagi yang mengakui bahwa pendapat sahabat sebagai salah satu dalil)
c) Menguatkan illat yang bisa berlaku untuk seluruh furu’ daripada yang hanya berlaku untuk sebagian furu’  saja.
d) Menguatkan qiyas yang didukung lebih dari satu dalil.
2. Metode Bahtsu Masa’il
Metode bahsul masa’il mengacu pada pemecahan masalah dalam persoalan fiiqih, materi yang jadi persoalan bervariasi dan mencaku masalah-masalah aktual. Dengan demikian metode bahsul masa’il ini menitik beratkan kepada kemampuan perseoragan didalam menganalisis dan memecahkab masalah suatu persoalan dengan argumen logikan yang mengacu pada kitab-kitab tertentu.
Model sistem Bahstul Masa’il coraknya beragam. Secara garis besar di kalangan Nahdiyin terdapat tiga macam model Bahstu Masail:
a) Bahtsul Masail model pesantren yang lebih menonjolkan semangat I’tiradl, yaitu perdebatan argumentatif dengan berlandaskan al-kutub al-Mu’tabarah. Dalam hal ini, peserta bebas berpendapat, menyanggah pendapat peserta lain dan juga diberikan kebebasan mengoreksi rumusan-rumusan yang ditawarkan oleh Tim Perumus.
b) Bahtsu Masa’il model NU, dalam hal ini lebih menonjolkan porsi I’tidladl yaitu penampungan aspirasi jawaban sebanyak mungkin. Untuk materi dan redaksi rumusan diserahkan pada Tim Perumus. Peserta hanya diberikan hak menyampaikan masukan-masukan seperlunya.
c) Bahtsul Masa’il kontemporer, yaitu bahtsu masail yang dimodifikasi. Dimana sebagian peserta yang dianggap mampu, diminta menuangkan rumusan jawaban berikut sumber pengambilan keputusan dalam bentuk makalah. 

C. Dalil-dalil yang mendukung adanya Tarjih dan Bahtsu Masa’il
Dalam kajian hukum Islam, fatwa adalah jawaban dari sebuah pertanyaan tentang persoalan keagamaan yang diajukan oleh umat Islam, baik perseorangan atau kelompok, kepada seorang ulama atau lembaga keagamaan. Yusuf Qardhawi mendefinisikan fatwa sebagai penjelasan hukum syar’i tentang suatu masalah sebagai jawaban dari pertanyaan orang tertentu maupun tidak tertentu, baik individu maupun kelompok.
Bagi masyarakat kontemporer, fatwa menjadi sebuah kebutuhan, mengingat bahwa persoalan keagamaan semakin hari kian bertambah banyak dan kompleks. Sementara itu, sumber utama ajaran Islam (al-Qur’an dan hadis) tidak memberikan prtunjuk secara tegas bagaimana mengatasi persoalan itu.

D. Contoh
Ketika menghadapi masalah yang serius kekinian yang di masa lalu itu belum pernah terjadi, maka Bahtsu Masail selalu meminta penjelasan terlebih dahulu kepada para ahlinya. Di saaat akan menjatuhkan hukum asuransi, misalnya Lembaga Bahtsul Masail mengundang para praktisi asuransi. Begitu juga ketika akan membahas operasi kelamin, Lembaga Bahtsul Masail juga mengundang mereka yang terkait dengan masalah ini, seperti waria yang akan melakukan operasi, dokter yang akan menangani dan juga psikolog. Mereka pun datang dan menjelaskan seluk beluk hal tersebut secara terbuka di depan ulama.
Seperti halnya aborsi yang merupakan masalah Ijtihadiyah, yang karena al-Qur’an dan al-Hadis secaaa eksplisit tidak menyebutkan. Ada kesepakatan para ahli fikih pada larangan pengguguran kandungan setelah lewat bulan keempat kehamilan. Lewat 120 hari usia kehamilan diyakini oleh mereka sebagai telah terjadinya kehidupan manusia secara penuh, karena pada saat itu ruh ditiupkan kedalamnya sehingga penggugurannya dinyatakan haram dan merupakan tindakan pidana. Dalam hal ini mayoritas ahlli fikih menggunakan dasar keumuman firman Allah SWT. Surat al-An’am 151 dan al-Isra’ ayat 31 & 33. Meski secara hukum asalnya aborsi adalah haram, tetapi masih ada celah untuk mmerubah suatu pelarangan tersebut menjadi sebuah kebolehan. Hal ini sesuai dengan kaidah fiqih. Dari kaidah ini dapat disimpulkan bahwa dalam keadaan terpaksa diizinkan untuk melakukan perbuatan yang dalam keadaan biasa dilarang, karena apabila demikian akan menimbulkan kemudharatan.
























BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tarjih adalah penentuan hukum dengan cara memperkuat sebuah dalil dengan dalil lain, berupa ayat al-Qur’an atau dalil hukum yang lain. Sedangkan Bahstul Masa’il adalah penentuan hukum dengan jalan musyawarah membahas masalah tersebut atau dengan penelitian kitab untuk menentukan hukum dari suatu masalah keagamaan yang belum ada dalil hukumnya.
Metode Tarjih ada 2 cara, yaitu tarjih baina an-nususkh  dan tarjih baina Qiyas. Sedangkan cara atau metode yang sering dilakukan dalam Bahstul Masa’il adalah perdebatan argumentative berdasarkan kitab, penampungan aspirasi jawaban sebanyak mungkin, dan sebagian peserta yang dianggap mampu, diminta menuangkan rumusan jawaban berikut sumber pengambilan keputusan dalam bentuk makalah.
Dalil yang memperbolehkan dilakukannya Tarjih  dan Bahstul Masa’il adalah dalail yang memperbolehkannya ijtihad para ulama juga didukung banyaknya permasalahan manusia yang semakin kompleks dan tidak ada dalil hukumnya dalam al-Qu’an dan al-Hadis, maka cara tersebut dibutuhkan untuk mengeluarkan fatwa.
Contoh penggunaan Tarjih  adalah dalam menentukan hukum aborsi menggunakan beberapa ayat al-Qur’an atau dengan metode tarjih baina an-Nusus.  Sedangkan contoh dari Bahstul Masa’il adalah dalam menentukan hukum operasi kelamin yang melibatkan para ahli bedah atau dokter, waria dan ulama yang semuanya memaparkan penjelasan mengenai hal tersebut, lalu bermusyawarah bersama untuk menentukan hukumnya.

B. Saran
Sebagai manusia yang terus mengalami permasalahan sepanjang hidupnya, hendaknya selektif dalam menentukan hukum sebuah perkara. Terbuka dan fleksibel terhadap masalah-masalah yang berkaitan dengan agama sebagaimana Islam adalah agama yang fleksibel. Sehingga tidak menimbulkan perpecahan anatara umat Islam hanya karena perbedaan pendapat terhadap hukum sebuah perkara.







DAFTAR RUJUKAN
Abdullah, Aba Doni, Studi Komparatif Fatwa Majelis Tarjih Muhammadiyah Dan Bahstul Masail Nahdlatul Ulama Tentang Istinbath Hukum Merokok (Surakarta, 2013)
Chaq, Dliya’ul, ‘Sistem Diskusi Dan Metode Pengambilan Keputusan Hukum Islam Dalam Bahtsul Masail’, August, 19, 2015, 2015 <www.eksplorasiilmupengetahuan.blogspot.co.id>
Eryzona, Husaein, ‘Aborsi Menurut Majelis Tarjih Muhammadiyah Dan Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama’ (Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2009)
Nasih, Ahmad Munjin, ‘Lembaga Fatwa Keagamaan Di Indoneisa (Telaah Atas Lembaga Majlis Tarjih Dan Lajnah Bathsul Masail)’, De Jure, Jurnal Syariah Dan Hukum, 5 No.
Rahman, Imdadur Moh, ‘Pengaruh Metode Bahsul Masa’il Terhadap Motivasi Belajar Dan Peningkatan Hasil Belajar Siswa Bidang Fiqih Kelas XI PK Di MA Nurul Jadid Paiton Probolinggo’ (Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, 2016)
Syafe’i, Rachmat, Ilmu Ushul Fiqih (Bandung: Pustaka Setia, 2015)

SPIK "PENDIDIKAN ISLAM MASA RASULULLAH SAW DI MAKKAH"

PEMBINAAN PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA RASULULLAH DI MEKAH
(610-622 M.)
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah “Sejarah Pendidikan Islam”
Yang diampu oleh Hawwin Muzakki, M.Pd.I





Disusun oleh:
  Dandi 210317232
Fauzan Aqib Nur Aziz 210317317
Mualifah Khoirunnisa 210317316
Shokibul Latoiful Minalillah 210317331


Kelompok 2. PAI. J
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PONOROGO
2018



DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 2
1.2 Rumusan Masalah 3
1.3 Tujuan 3
BAB II PEMBAHASAN
1.1 Materi dan Kurikulum 4
1.2 Tujuan Pendidikan Islam Masa Rsulullah di Mekah 5
1.3 Proses Pendidikan Islam Masa Rasulullah di Mekah 7
1.4 Metode Pendidikan Islam Masa Rasulullah di Mekah 9
1.5 Evaluasi 11
1.6 Lembaga Pendidikan 16
1.7 Landasan Pendidikan 17
1.8 Sumber Pengetahuan 19
BAB III PENUTUP
1.1 Kesimpulan 22
1.2 Daftar Rujukan 23








BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kajian tentang pendidikan Islam pada masa Rasulullah SAW. sangat penting untuk ditelaah kembali sebagai rujukan dan pijakan dalam melaksanakan pendidikan pada masa kini dan asa yang akan datang, agar norma-norma dan nilai-nilai ajaran Islam tetap utuh selamanya. Hal ini dikarenakan figure Rasulullah SAW. sebagai pendidik atau guru merupakan acuan dan panduan bagi umat Islam dalam melaksanakan pendidikan Rasulullah SAW. adalah pendidik pertama dan utama.
Al-Quran dijadikan sebagai sumber pendidikan Islam yang pertama dan utama karena memiliki nilai absolut yang diturunkan dari Tuhan. Allah SWT. Menciptakan manusia dan Dia pula yang mendidik manusia, sehingga kandungan mengenai pendidikan telah termaktub dalam wahyu-Nya. Tidak satu pun persoalan, termasuk persoalan pendidikan, yang luput dari jagkauan Al-Quran. Allah SWT. Berfirman dalam Surah Al-An’am (6) ayat 38, “Tiadalah kamu alpakan sesuatu pun di dalam Al-kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan.”
Hasil pendidikan Islam pada masa Rasulullah SAW. tampak dari kemampuan murid-muridnya (para sahabat) yang luar biasa. Misalnya, Umar bin Khaththab yang dikenal sebagai ahli hukum dan pemerintahan, Abu Hurairah sebagai ahli hadis, Salman Al-Farisi sebagai ahli perbandingan agama, dan Ali bin Abi Thalib sebagai ahli hukum dan tafsir. Kesinambungan pendidikan Islam yang dirintis Rasulullah SAW. berlanjut sampai pada masa tabi’in, dan terbukti dengan banyaknya ilmuwan Islam pada generasi tersebut.
Dalam makalah ini dibahas tentang asal mula pendidikan Islam yang dilaksanakan Rasulullah di Mekah, yang dapat dijadikan  koreksi, refleksi, atau menengok kembali tema-tema tersebut sehingga dapat dijadikan pegangan, pedoman, dan acuan bagi semua orang yang berkecimpung dalam dunia pendidikan. Yang pada akhinya menjadi bekal untuk dapat merespon tantangan perubahan pada era milenial seperti sekarang ini.

B. Rumusan Masalah
1. Apa kurikulum pendidikan Islam pada masa Rasulullah periode Makkah ?
2. Bagaimana system pendidikan pada masa Rasulullah periode Makkah?
3. Apa sumber pengetahuan pada masa Rasulullah periode Makkah?

C. Tujuan
1. Mengetahui kurikulum pendidikan Islam pada masa Rasulullah periode Makkah
2. Mengetahui system pendidikan pada masa Rasulullah periode Makkah
3. Mengetahui sumber pengetahuan pada masa Rasulullah periode Makkah


















BAB II
PEMBAHASAN
A. Kurikulum Pendidikan Islam
1. Materi dan Kurikulum Pendidikan Islam
Kurikulum pendidikan Islam pada periode Rasulullah di Mekah adalah Al-Qur’an, yang Allah SWT. wahyukan sesuai dengan kondisi dan situasi, kejadian dan peristiwa yang dialami umat Islam pada saat itu. Oleh karena itu, dalam praktiknya kurikulum tersebut tidak hanya logis dan rasional, tetapi juga secara fitrah dan pragmatis.
Pada fase Mekah, materi pendidikan difokuskan pada hal-hal berikut.
a. Materi yang diajarkan hanya berkisar ayat-ayat Makiyyah sejumlah 93 surat pendek dan petunjuk Rasulullah SAW. yang dikenal dengan sunnah dan hadis.
b. Materi pengajarannya menitikberatkan pada keimanan, ibadah, dan akhlak.
Pendidikan keimanan yang menjadi pokok pertama adalah beriman kepada Allah Yang Maha Esa, beriman bahwa Muhammad adalah Nabi dan Rasul Allah, penerima wahyu Al-Quran sebagai petunjuk dan pengajaran bagi seluruh umat manusia.
Pendidikan ibadah yang diperintahkan di Mekah adalah shalat, sebagai pernyataan mengabdi kepada Allah, ungkapan syukur, membersihkan jiwa, dan menghubungkan hati kepada Allah SWT.
Pendididkan akhlak, Nabi mengajari penduduk Mekah yang telah masuk Islam agar melaksanakan akhlak yang baik, seperti adil, menepati janji, pemaaf, tawakal, bersyukur atas nikmat Allah, tolong menolong, berbuat baik kepada ibu bapak, memberi makan orang miskin dan orang musafir, dan meninggalkan akhlak yang buruk.
Pelaksanaan pendidikan tauhid tersebut diberikan oleh nabi Muhammad SAW kepada umatnya dengan cara yang sangat bijaksana, dengan menuntun akal pikiran untuk mendapatkan dan menerima pengertian tauhid yang diajarkan, dan sekaligus beliau memberikan teladan dan contoh bagaimana pelaksanaan ajaran tersebut dalam kehidupan sehari-hari secar konkret. Kemudian beliau memerintahkan agar u matnya mencontoh praktik pelaksanaan sesuai dengan apa yang dicontohkannya.
2. Tujuan Pokok Pembinaan Pendidikan di Mekah
Pokok pembinaan pendidikan Islam di Kota Mekah adalah pendidikan tauhid yang menitikberatkan penanaman nilai-nilai tauhid ke dalam jiwa setiap individu Muslim agar dalam jiwa mereka terpancar sinar tauhid dan tercermin dalam perbuatan dan tingkah laku dalam kehiudpan sehari-hari. Menurut Hanun Asrohah (1999: 14), ada dua bidang pokok yang digarap oleh Rasulullah dalam memberikan pembinaan umat Islam di Mekah, yaitu sebagai berikut.
a. Pendidikan Tauhid dalam teori dan Praktik
Intisari pendidikan Islam di Mekah adalah ajaran Tauhid yang menjadi perhatian utama Rasulullah. Pada saat itu masyarakat jahiliyah banyak menyimpang dari ajaran tauhid yang telah dibawa oleh Nabi Ibrahim a.s. Pokok-pokok ajaran tauhid tercermin dalam Q.S. Al-Fatihah berikut.
1) Allah adalah pencipta alam semesta yang sebenarnya. Oleh sebab itu, Dialah yang berhak mendapatkan segala pujian.
2) Allah telah memberikan nikmat, segala keperluan bagi mahkhluk-Nya, dan khusus manusia ditambah pentunjuk dan bimbingan agar mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat.
3) Allah adalah raja pada hari kemudian yang akan memperhitungkan segala amal perbuatan manusia di dunia ini.
4) Hanya Allah satu-satunya yang patut disembah. Hanya kepada Allah segala bentuk pengabdian ditujukan.
5) Allah adalah penolong yang sebenarnya maka hanya kepada-Nya manusia meminta pertolongan.
6) Allah membimbing dan memberikan petunjuk kepada manusia dalam mengarungi kehidupan dunia yang penuh rintangan, tantangan, dan godaan.
b. Pengajaran Al-Qur’an
Al-Qur’an merupakan intisari dan sumber pokok dari ajaran Islam uang disampaikan Nabi Muhammad SAW. Kepada umat agar menjadi milik umatnya secara utuh dan sempurna, yang selanjutnya akan menjadi warisan turuntemurun dan menjadi pedoman hidup bagi kaum Muslim sepanjang zaman. Sesuai dengan sabda Rasulullah, “Aku tinggalkan dua perkara, apabila kamu berpegang teguh kepadanya, maka kamu tidak akan tersesat, yaitu Al-Qur’an dan Sunnah.” 
3. Proses Pembinaan Pendidikan
Tahapan pendidikan Islam periode Mekah terbagi menjadi:
a. Tahapan sembunyi-sembunyi
Dengan diturunkannya wahyu pertama, Rasulullah mulai membimbing dan mnedidik umatnya. Pada awalnya beliau melakukan dengan cara diam-diam di lingkungan sendiri, di antara orang-orang terdekatnya. Rumah Arqam bin Abil Arqam menjadi lembaga pendidikan Islam Islam pertama sebagai tempat pertemuan Rasulullah SAW. dengan sahabat-sahabatnya dan pengikut-pengikutnya. Di sanalah Rasulullah SAW. mengajarkan dasar-dasar atau pokok-pokok agama Islam dan
membacakan wahyu-wahyu (ayat-ayat) Al-Qur’an.
b. Tahap terang-terangan
Setelah tiga tahun, turun wahyu agar Rasulullah SAW. berdakwah secara terang-terangan. Perintah dakwah terang-terangan ini seiring dengan semakin bertambahnya jumlah sahabat Nabi SAW.

c. Tahapan seruan umum
Rasulullah mengubah strategi dakwah dengan seruan umum, umat manusia secara keseluruhan. Hal ini dilakukan pada musim-musim haji ketika banyak kaum di luar Mekah berdatangan untuk melaksanakan haji. Pada tahap ini, berkat semangat yang tinggi dari para sahabat dalam mendakwahkan Islam, seluruh penduduk Yatsrib masuk Islam, kecuali orang-orang Yahudi. 
Nabi Muhammad SAW mulai menerima wahyu dari Allah sebagai petunjuk dan intruksi untuk melaksanakan tugasnya, sewaktu beliau telah mencapai umur 40 tahun, yaitu pada tanggal 17 Ramadhan tahun 13 sebelum H (6 Agustus 610 M). peutnjuk dan intruksi tersebut berbunyi:

آقْرَأْ بِاسْمِرَبِّكَ الّذِي خَلَقَ 1 خَلَقَ الإِنْسَنَ مِنْ عَلَقٍ 2 إِقْرَأْ وَرَبُّكَ الأَكْرَمْ 3 الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ 4 عَلَّمَ الإِنْسَانَ مَالَمْ يَعْلَمْ 5
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah, Yang Mengajar (manusia) dengan perantara kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahui nya.
Kemudian disusul dengan wahyu berikutnnya yang berbunyi
يَأَيُّهَا المُدَّثِرُ 1 قُمْ فَأَنْظِرْ 2 وَرَبَّكَ فَكَبِّرْ 3 وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ 4 وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ 5 وَلاَ تَمْنُن تَسْتَكْثِرُ 6
Hai orang yang berselimut (Muhammad), bangunlah (untuk sembahyang) di malam hari, kecali sedikit (daripadanya), (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit, atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah al-Quran itu dengan perlahan-lahan. Sesungguhnya kami akan menurunkan kepadamu perkataan yang berat. Sesungguhnya bangun waktu malam adalah lebih tapat (untuk khusyuk) bacaan di waktu itu lebih berkesan.

Prtintah dan petunjuk tersebut pertama-tama tertuju kepada nabi Muhammad SAW tentang apa yang harus ia lakukan, baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap keluarganya.  Itulah petunjuk awal terhadap nabi Muhammad SAW agar beliau memberikan peringatan pada umatnya. Kemudian materi pendidikan tersebut ditturunkan secara berangsur-angsur, sedikit demi sedikit. Setiap kali menerima wahyu, segera ia sampaikan kepada umatnya diiringi penjelasan-peenjelasan dan contoh-contoh bagaimana pelaksanaannya.
Disamping itu, nabi Muhammad SAW telah mendidik umatnya secara bertaghap. Ia memulai dengan keluarga dekatnya, pada mulanya secara sembunyi-sembunyi. Mula-mula diajaknya istrinnya, Khadijah, untuk beriman dan menerima petunjuk-petunjuk Allah, kemudian diikuti oleh Ali bin Abi Thalib (anak pamannya) dan Zaid bin Harisah (seorang pembantu rumah tangganya, kemudian diangkat menjadi anak angkatnnya). Kemudian ia memulai dengan seruannya pada sahabat qarib yang telah lama bergaul dan hanya seperti Abu Bakar As-Sidiq, yang segera menerima ajarannya. Secara berangsur-angsur ajakannya tersebut disampaikan secara lebih llmeluas, masih terbatas di kalangan keluarga dekat darii susku qurays saja , seperti mUsman Bin Affan, Zubai bin Awwam, Sa’ad bin Abi Waqas, Abdurrohman bin Auf, Thalhah bin Ubaidillah, Abu Ubaidullah bin Jarrroh, Arqam ibn Abi Arqam, Fathiman bin Khattab bersama suaminya Said bin Zayd dan beberapa orang lainnya. Mera itulah orang-orang yang mula-mula masuk Islam (assabiqun al-awallun) dan meraka secara langsung diajak dan dididik oleh nabi menjadi muslim, dan siap menerima dan melaksanakan petunjuk dan perintan Allah yang akan turun kemudia. Pada tahap ini, pusat kegiatan pendidikan islami tersebut diselenggarakan secara tersembunyi dirumah arqom bin abil arqom.
Kebijakan nabi Muhammad saw untuk menyampaikan ajaran islam yang demikian itu berdasarkan petunjuk langsung dari allah, sebagaimana firman allah
فَلاَ تَدْعُ مَعَ اللَّهِ إلَهًا ءَاخَرَ فَتَكُوْنَ مِنَ المُعَذَّبِيْنَ 213 وَأَنْذِرْ عَشِيْرَتَكَالأَقْرَبِيْنَ 214 وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ لِمَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ المُؤْمِنِيْنَ 215 فَإِنْ عَصَوْكَ فَقُلْ إِنِّي بَرِي ءٌ مِّمَّا تَعْمَلُوْنَ 216
Maka janganlah kamu menyeru (menyembah) Tuhan yang lain di samping Allah, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang diazab. Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat, dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mnegikutimu, yaitu orang-orang yang beriman. Jika mereka mendurhakaimu maka katakanlah: “Sesungguhnya Aku tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kamu kerjakan. (Asy-Syu’araa, 213-216)
Keadaan tersebut berlangsung lebih dari 3 tahun sampai akhirnya turun petunjuk dan perintah dari allah agar nabi memberikan pendidikan dan seruannya secara terbuka.
فَاصْدَعْ بِمَا تُؤْمَرُ وَأَعْرِضْ عَنِ المُشْرِكِيْنَ
Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala ayat diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik.(Al-Hijr 94)
Dengan trurunnya perintah tersebut, mulailah Muhammad memberikan pengajaran kepada uamtnya secara terbuka dan lebih meluas, buakn hanya dilingkuang keluarga dan kalangan penduduk, tetapi juga kepada penduduk diluar mekkah, terutama mereka yang dating kemakkah, baik dalam rangka obadah haji maupun perdagangan. Dengan demikian, tantangan yang dihadapi nabi Muhammad SAW pun semakin terbuka pula. Semua diahadapinya dengan penuh kesbaran dan penuh keyakinan bahwa aalah akan selalu memberikan petunjuk dan pertolongan dengan menghadapi tantangan tersebut.
4. Metode Pendidikan Islam
Metode pendidikan Islam yang dilakukan Rasulullah dalam membidik sahabatnya adalah sebagai berikut:
a. Metode ceramah, menyampaikan wahyu yang bari diterima dan memberikan penjelasan serta keterangan-keterangannya.
b. Dialog, misalnya dialog antara Rasulullah dan Mu’az ibn Jabal ketika Mu’az akan diutus sebagai kadi ke negeri Yaman, dialog antara Rasulullah dan para sahabat utntuk mengatur strategi perang.
c. Diskusi atau tanya jawab, yaitu sahabat bertanya kepada Rasulullah tentang suatu hukum, kemudian Rasulullah menjawabnya.
d. Metode perumpamaan, misalnya orang mukmin itu laksana satu tubuh, apabila sakit salah satu anggota tubuh, anggota tubuh lainnya turut merasakannya.
e. Metode kisah, misalnya kisah beliau dalam isra’ dan mi’raj.
f. Metode pembiasaan, membiasakan kaum muslim shalat berjamah.
g. Metode hafalan, misalnya para sahabat dianjurkan untuk menjaga Al-Qur’an dengan menghafalkannya.
Tradisi budaya lisan, diwariskan pula secara lisan. Mereka mempunyai tradis menghafal syair-syair dan puisi yang indah, nasab pun mereka hafalkan. Mereka mewariskan tradisi tersebut secara lisan sehingga kepandaian membaca dan menulis tidak merupakan hal yang penting dalam tradisi budaya mereka.
Suatu kebijakan nabi Muhammad SAW yang perlu dicatat dalam menghadapi keberagaman dialeg dan suku-suku bangsa Arab yang ada pada masa itu adalah ketetapan yang memperbolehkan Al-Qur’an dalam 7 huruf. Maksudnya adalah cara membaca/mengucapkan huruf-huruf tertentu berbeda antara suku bangsa yang satu dengan yang lain, dan 7 huruf tersebut, pada waktu sesudah hijrah ke Madinah, sedangkan pada waktu sebelumnya Al-Qur’an dibacakan hanya dengan dialek Quroisy karena Al-qur’an pada masa itu hanya diajarkan terbatas pada sebagian suku Quroisy yang mengikuti ajaran islam.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan nabi Muhammad tersebut juga disokong oleh kepiawaian nabi Muhammad dalam menggunakan metode dalam pembelajaran. Hal itu dilakukan untuk menciptakan suasana kondusif dan menyenangkan dalam mengajar para sahabatnya dan juga untuk menghindari kebosanan dan kejenuhan peserta didik. Di antara metode yang diterapkan nabi Muhammad adalah:
1) Merode ceramah
2) Metode dialog misalnya dialog antara nabi Muhammad dengan Mu’adz ibn Jabal ketika Mu’adz akan diutus sebagai kadi ke negeri Yaman
3) Diskusi atau Tanya jawab sring sahabat bertanya kepada nabi Muhammad tentang suatu hokum dan nabi Muhammad menjawabnya
4) Metode diskusi, misalnya diskusi antara nabi Muhammad dan para sahabatnya tentang hukuman yang akan diberikan kepada para tawanan perang badar
5) Metode demonstrasi, misalnya hadis nabi Muhammad, “Shalatlah kamu sebagimana kamu melihat aku shalat”
6) Metode eksperimen, metode sosiodrama dan main peran.
Metode pembelajaran yang dikembangkan oleh nabi Muhammad sangat efektif, sebab selain elastisitas penerapan metode pembelajaran nabi Muhammad juga merupakan sosok yang memiliki akhlaq terpuji, sarat dengan nilai-nilai humanism dan spiritualisme ditengah-tengah umat yang ada dalam lingkaran dehumanisasi. Bahkan sosok nabi Muhammad ditengah-tengah masyarakat yang demikian mendapat gelar atau penghargaan tertinggi yaitu al-Amin.  Keserasian antara metode pembelajaran dan kepribadian agung nabi Muhammad menjadi pembelajaran fase awal Islam ini sangat efektif.
Usaha besar dan bimbingan yang telah dilakukan nabi Muhammad sera pengaruh al-Qur’an dalam kehidupan mereka, maka muncul embrio-embrio orang-oorang pandai. Sahabat dekat nabi Muhammad banyak yang terkenal karena kemampuannya –seperti yang telah dijelaskan pada paragraph yang lalu-, diantaranya Umar ibn Khaththab, Ali ibn Abi Thalib, Zaid ibn Tsabit, Ibn Mas’ud, Ibn Umar, ibn Abbas dan Aisyah.

5. Evaluasi
Benjamin S. Bloom dan kawan-kawannya berpendapat bahwa taksonomi (pengelompokan) tujuan pendidikan hasrus senantiasa mengacu kepada tiga jenis domain (daerah binaan atau ranah) yang melekat pada diri peserta didik, yaitu (1) ranah proses berpikir (cognitive domain), (2) ranah nilai atau sikap (affective domain), dan (3) ranah ketrampilan (psychomotor domain).  Dalam konteks evaluasi hasil belajar, keriga domain itu harus dijadikan sasaran dalam setiap kegiatan evaluasi hasil belajar. Adapun sasaran tersebut, yaitu sebagai berikut.
a. Apakah peserta didik sudah dapat memahami semua materi pelajaran yang telah diberikan kepada mereka?
b. Apakah peserta didik sudah dapat menghayatinya?
c. Apakah materi pelajaran yang telah diberikan sudah dapat diamalkan secara konkret dalam kehidupan sehari-hari?
1) Evaluasi ranah kognitif (AN-NAHIYAH AL-FIKRIYAH)
Ranah kognitif adalah ranah yang mnecakup kegiatan mental (otak). Segala upaya yang menyangkut aktivitas otak  termasuk ke dalam ranah ini. Dalam ranah kognitif terdapat enam jenjang yang tertinggi. Keenam jenjang dimaksud adalah (1) pengetahuan, hafalan, ingatan (knowledge), (2) pemahaman (comprehension), (3) penerapan (application), (4) analisis (analysis), (5) sintesis (synthesis), dan (6) penilaian (evaluation).
Sehubungan dengan ranah ini, ditemukan hadis sebagaimana yang tertera sebagai berikut.
Mu’adz bin Jabal meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW. ketika akan mengutus Mu’adz ke Yaman, beliau bertanya kepadanya, “Bagaimana kamu mnegadili perkara, jika dihadapkan kepadamu suatu perkara pengadilan?” Mu’adz menjawab, “Saya mengadili (perkara itu) dengan kitab Allah (Alquran). “Rasulullah bertanya lagi, “Bagaimana jika kamu tidak menjumpai (petunjuk) dalam kitab Allah?” Mu’adz menjawab, “Sayan mengadili dengan sunnah Rasulullah SAW.” Rasulullah bertanya lagi, “Bagaimana jika kamu tidak menjumpai petunjuk dalam sunnah Rasulullah SAW. dan tidak menjumpainya dalam Kitab Allah?” Mu’adz menjawab “Saya berjihad sekuat akal pikiran saya.” Rasulullah SAW. menepuk dada Mu’adz sambil bersabda, “Segala puji milik Allah yang telah memberi petunjuk kepada utusan Rasulullah terhadap apa yang Rasulullah berkenan terhadapnya.” (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ahmad, dan Ad-Darimi)
Diantara informasi yang terkandung dalam hadis di atas adalah (1) Rasulullah SAW. bermaksud mengutus Mu’adz ke Yaman (untuk memimpin umat), (2) beliau bertanya kepada Mu’adz tentang dasar yang digunakan dalam memutuskan perkara peradilan, (3) Mu’adz menjawab dengan urutan: pertama dengan Kitab Allah, kedua dengan sunnah Rasulullah, dan ketiga dengan ijitihad, serta (4) setelah jawaban Mu’adz selesa, beliau menepuk dada Mu’adz karena senang lalu memuji AllH SWT.
Dalam hadis di atas terlihat bahwa beliau menguji  kemampuan dan pengetahuan seorang sahabat sebelum memberikan tugas kepadanya. Setelah ia berhasil menjawab secara benar sesuai dengan keinginan, beliau memperlihatkan rasa senangnya dengan memberikan ganjaran yang mneyenangkan dan memuji Allah SWT. Pujian kepada-Nya di sini dapat diartikan sebagai rasa syukur atas keberhasilan dalam mendidik sahabat. Ujian yang diberikan Rasulullah dalam hadis di atas berkaita dengan tugas yang akan diemban oleh Mu’adz. Beliau baru akan menyerahkan suatu tugas kepada sahabat apabila ia menguasai (memiliki ilmu) tentang persoalan tugas yang akan diembannya.
2) Evaluasi Ranah Afektif (AN-NAHIYAH Al-MAUQIFIYAH)
Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Beberpaa pakar mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya apabila seseorang tersebut telah memiliki penguasaan kognitif tingka tinggi. Ciri-ciri hasil belajar efektif akan tampak pada peserta didik dalam berbagai tingkah laku, seperti perhatiannya terhadap pelajaran agama di sekolah, motivasinya yang tinggi untuk tahu lebih banyak mengenai pelajaran agama yang diterimanya, dan penghargaan atau rasa hormatnya terhadap guru agama.
Sehubungan dengan ranah ini, ditemukan hadis sebagaimana yang tertera sebagai berikut.
Jubair berkata, “Rasulullah SAW. bersabda, ‘Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla menguji seorang hamba-Nya dengan suatu penyakit hingga Dia mengampuni semua dosanya.’” (HR. Ath-Thabrani)
Dari Abu Hurairah, dari Nabi SAW. berliau bersabda, “Setiap musibah yang menimpa seorang muslim yang berupa kelelahan, penyakit kronis, kegalauan pikiran, kegelisahan hati, sampai kena duri, akan dihapus Allah kesalahannya.” (HR. Al-Bukhari)
Semua materi ujian dalam hadis ini berada di wilayah domain afakrif, yaitu kesabaran. Apabila seorang muslim mampu menerima ujian tersebut dengan penuh kesabaran, maka Allah SWT. akan menghapus kesalahan-kesalahan yang telah dilakukannya. Ini merupakan hadiah dari Allah untuk hamba-Nya yang lulus.
Dalam hadis ini disebutkan bahwa manusia akan diuji oleh Allah dengan penyakit. Sasarannya adalah kesabaran yang termasuk domain efektif. Selain itu, dalam hadis ini disebut ganjaran yang akan diberikan oleh Allah kepada manusia yang lulus dalam ujian kesabaran menghadapi penyakit yang dideritanya.
3) Evaluasi Ranah Psikomotor (AN-NAHIYAH AL-HARAKAH)
Ranah psikomotor adalah ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Hasil belajar psikomotor ini tampak dalam bentuk keterampilan dan kemampuan bertindak tertentu. Hasil belajar psikomotor ini sebenarnya merupakan kelanjutan dan hasil belajar afektif (yang baru tampak dalam bentuk kecenderungan-kecenderungan untuk berperilaku). Sehubungan dengan ini dikemukakan hadis berikut.
Dari Abu-Hurairah, bahwasannya Rasulullah SAW. masuk masjid lalu masuk pula seorang laki-laki yang kemudain sholat dan memberi salam kepada Nabi SAW. Beliau menjawab salam dan berkata, “Ulangi shlatmu karena sesungguhnya kamu belum shalat.” Laki-laki itu mengulangi shalatnya seperti shalatnya tadi. Kemudian ia datang dan mengucapkan salam kepada Nabi SAW. Beliau berkata lagi, “Ulani shalatmu karena kamu belum shalat. “ Laki-laki itu kembali shalat seperti shalatnya tadi. Setelah itu, ia kembali dan mengucapkan salam kepada Nabi. Kemudian Nabi berkata lagi, “Ulangi shalatmu karena sesungguhnya kamu belum shalat.” Begitulah sampai tiga kali. Lalu laki-laki tersebut berkata, “Demi Dzat yang telah mengutusmu dengan benar, sungguh aku tidak dapat berbuat yang lebih baik lagi daripada itu. Oleh karena itu, ajarilah aku.” Lalu Nabi bersabda, “ Apabila kamu berdiri untuk shalat, maka takbirlah. Lalu bacalah ayat yang mudah bagimu, kemudain ruku’lah hingga tuma’ninah. Kemudian bangkitlah sehingga i’tidal dalam keadaan berdiri. Kemudian sujudlah hingga tuma’ninah dalam keadaan sujud. Kemudian bangkitlah hingga tuma’ninah dalam keadaan duduk, kemudian sujudlah sehingga tuma’ninah dalam keadaan sujud. Kemudian berbuatlah yang demikian itu dalam semua shalatmu.” (HR. Al-Bukhari)
Dalam hadis ini, Rasulullah SAW. menguji sahabat dalam mendirikan shalat. Ini berada di wilayah psikomotor. Tenik yang digunakan observasi. Beliau mengamati shalat yang dilakukan oleh sahabat. Setelah melihat adanya kekeliruan, beliau langsung menyuruhnya untuk mengulangi. Jadi, segera ada perbaikan setelah terjadinya kesalahan. Dari hadis di atas juga dapat diambil pelajaran bahwa Rasulullah telah menggunakan observasi sebagai teknik tes kemampuan ranah psikomotor dalam bentuk yang sederhana, kendatipun belum menggunakan perencanaan tertulis dan pencatatan lapangan.
4) Kualitas ujian sesuai dengan tingkat keberagamaan
Berkaitan dnegan ini ditemukan hadis sebagai berikut:
Sa’ad meriwayatkan, “Saya bertanya kepada Rasulullah, ‘Siapa manusia yang mendapat ujian yang paling kuat?’ Beliau menjawab, ‘Para nai, kemudian yang seperinya, dan kemudian yang sepertinya. Seseorang dijui sesuai dengan tingkat agamanya. Jika agamanya kuat, maka ujian untuknya kuat pula. Sebaliknya, jika agamanya lemah, maka ujiannya akan lemah pula. Ujian itu senantiasa diberikan kepada manusia sampai ia tidak berbuat kesalahan lagi.’” (HR. At-Tirmidzi)
Seseorang diuji sesui dengan tingkat (ukuran) agamanya.
Dari hadis dan penjelasan di atas dapat dipahami bahwa Rasulullah telah mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran para sahabat. Evaluasi yang beliau lakukan mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotor walaupun dalam bentuk pelaksanaan yang masih sederhana sesuai dengan kebutuhan pada waktu itu. 

B. Lembaga Pendidikan dan Sistem Pembelajaran
1. Kuttab (Maktab)
Kuttab adlah kata jadian dari kataba, yang artinya menulis. Kataba biasanya digunakan sebagai tempat belajar tulis-menulis. Pengertin kuttab atau maktab adalah tempat menulis atau tempat berlangsungnya kegiatan tulis-menulis untuk mempelajari sesuatu. Dalam pengetian para ahli sejarah, kuttab adalah sebuah lembaga pendidikan dasar yang mengajarkan cara membaca dan menulis kepada anak-anak ataupun remaja, kemudian meningkat pada pengajaran pemahaman Al-Qur’an dan pengetahuan dasar. Kuttab berperan penting dalam pendidikan Islam karena di dalamnya diajarkan cara menulis, membaca, dan memahami Al-Quran.
Hal-hal yang melatarbelakangi didirikannya kuttab adalah sebagai berikut:
a. Kesadaran perseorangan secara spontan pada masa Islam yang telah lalu.
b. Semkin banyak orang Arab yang tertarik untuk menuntut ilmu agama, termasuk anak-anak.
c. Kekhawatiran orang dewasa terhadap anak-anak yang akan mengotori masjid. Karena pada zaman Nabi, masjid menjadi pusat ilmu dan Nabi menyampaikan wahyu dan ilmu-ilmunya di masjid.
Dalam proses pembelajarannya yang digunakan adalah sistem pemahaman peserta didik. Dan telah menggunakan kurikulum yaitu yang berorientasi pada Al-Quran.
2. Manazil Ulama’ (Rumah Kediaman Para Ulama)
Tipe lembaga pendidikan ini termasuk yang paling tua, bahkan lebih dahulu sebelum halaqah di masjid. Selain Dar Al-Arqam, baik pada periode mekah maupun Madinah, sebelum didirikan masjid Quba, Rasulullah SAW. menggunakan rumah kediamannya untuk kegiatan pembelajarna umat Islam. Rumah Rasulullah SAW. selalu ramai sebab setiap saat orang berduyun –duyun datang menimba ilmu sehingga fungsi rumah sebagai tempat istirahat yang nyaman dan damai menjadi terusik (tereduksi).
Turunlah ayat yang menetapkan aturan yanng berkenaan dengan pemilik dan fungsi rumah sebagai tempat yang harus dijaga kenyamanannya di kalangan mat Islam, termasuk hubungan antara para sahabat dengan Rasulullah SAW. dalam proses pendidikan. 
3. Masjid dan Jami’
Masjid dan Jami’ adalah lembaga pendidikan Islam yang sangat erat kaitanyya dengan pengajaran agama Islam. Kedua terma ini pada dasarnya memiliki fungsi yang sama, yaitu sebagai temapt ibadah dan pengajaran agam Islam.
Kemunculannya masjid sebagai lembaga pendidikan dalam Islam telah dimulai sejak masa Rasulullah SAW. dan Khulafaur Rasyidin, sedangkan jami’ muncul kemudian dan banyak didirikan oleh para penguasa dinasti, khusunya Abbasiyah. Beberapa jami’  yang terkenal pada masa Abbasiyah, antara lain Jami’ Amr bin Ash, Jami’ Damaskus, dan Jami’ Al-Azhar. 
C. Landasan pendidikan
Pada masa pembinaan pendidikan agam Islam di Mekah Nabi Muhammad SAW. juga mengajarkan Al-Quran karena Al-Quran merupakan inti sari dan sumber pokok ajaran Islam. Disamping itu Nabi Muhammad SAW. mengajarkan tauhid kepada umatnya.
Pada intinya pendidikan dan pengajaran yang diberikan Nabi selama di Mekah adalah pendidikan keagamaan dan akhlak serta menganjurkan kepada manusia untuk mempergunakan akal pikirannya, memperhatikan kejadian manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, dan alam semesta sebagai anjuran pendidikan ‘akliyah dan ilmuyah.
Dalam masa kehidupan dan kepemimpinan nabi Muhammad ini, perhatian nabi Muhammad terhadap ilmu pengetahuan sangat tinggi. Nabi Muhammad juga memberikan contoh revolusioner dalam mengembangkan ilmu pengetahuan. Beberapa kegiatan pengembangan ilmu pengetahuan. Beberapa kegiatan pengembangan ilmu penegtahuan di masa nabi Muahammad sebagai landasan dasar yang kuat diantaranya adalah:
1. Wahyu pertama  yang diterima nabi Muhammad berbunyi “iqra’” yang artinya “bacalah”. Firman Allah ini pada hakikatnya adalah pencanangan terhadap konsep pemberantasan buta huruf, karena membaca adalah langkah awal yang dapat membebaskan umat manusia dari ketidaktahuan. Membaca dan memahami adalah pintu gerbang untuk pengembangan ilmu pengetahuan. Pada kerangka ini wahyu pertama tersebut mengandung perintah untuk membaca dan mencari ilmu pengetahuan tentang rahasia-rahasia dan sifat-sifat kekuasaan Tuhan, karena tanpa pengetahuan, manusia tidak akan dapat mengenal Tuhannya dan rahasia keagungan Tuhannya pula. Oleh karena itu, sangat pantas kalau kemudian nabi Muhammad beberapa kali membebaskan tawanan perang Badar dengan imbalan tawanan itu mau mengajari 10 orang baca tulis.
Dengan semnagat iqra’ ini intelektualisme di dunia Islam mencapai prestasi yang gemilang. Salah satu contohnya adalah dalam masa lebih 7 abad, kekuasaan islam di spanyol umat Islam telah mencapai kejayaannya di sana. Banyak prestasi yang mereka peroleh, bahkan pengarhunya membawa Eropa dan kemudian  dunia pada kemjuan yang kompleks. Baik kemajuan intelektual maupun kemegahan pembangunan fisik. Perlu diketahuai bhawa Spanyol diduduki umat Islam pada zama khallifah al-Wahid bin Abdul Malik (705-715 M) salah seorang khalifah dari Umayyah yang berpusat di Damaskus. Sebelum penaklukan Spanyol uamta Islam telah menguasai Afrika Utara dan menjadikannya sebagai salah satu propinsi dari dinasti Bani Umayyah.
2. Kebiasaan dan kekuatan hafalan pada bangsa Arab tetap dipertahankan oleh nabi Muhammad, karena hafalan adalah salah satu alat untuk pengembangan ilmu pengetahuan. Kaum Muslimin di kala itu disuruh menghafalkan al-Qur’an dengan sungguh-sungguh agar al-Qur’an tetap terjaga secara otentik dan utuh. Kemampuan hafalan ini merupakan medium kebanggaan bagi masyarakat Arab, sebab kelangkaan tulis baca di kalangan masyarakat Arab, baik kelangkaan alat tulis menulis maupun ketidakmampuan menulis mengantarkan mereka untuk mengandalkan hafalan. Pada gilirannya, kemampuan ini dijadikan sebagai tolak ukur kecerdasan dan kemampuan ilmiah seseorang.
3. Nabi Muhammad membuat tradisi baru, yakni mencatat dn menulis. Sahabat-sahabat nabi Muhammad yang pandai baca tulis diangkat menjadi juru tulis untuk mencatat semua wahyu yang turun. Wahyu trsebut ditulis pada benda-benda yang dapat ditulisi, seperti kulit, tulang, pelepah kurma dan lain-lain. Selain catatan untuk nabi Muhammad, beberapa sahabat juga menulis untuk dirinya sendiri. Di samping itu, ada juga beberapa sahabat Nabi yang mencatat Hadis-Hadis dari nabi Muhammad tersebut, maka tumbuhlah kegiatan-kegiatan dan tempat-tempat untuk belajar membaca, menulis dan menghafal al-Qur’an. Mula-mula di sebuha tempat bernama Dar al-Arqam, rumah sahabat nabi Muhammad yang bernama Arqam di luar kota Mekkah. Setelah nabi Muhammad hijrah ke Madinah, dibangun kuttab di emperan masjid Nabawi. Kuttab itu berlanjut dari generasi ke generasi, sehingga pada abad ke-2 H. Hampir di setiap desa di dunia Islam telah memilikinya. Dalam hal kepandaian baca tulis, nabi Muhammad pernah mneyuruh para sahabat untuk membat huruf. Dalam salah satu riwayat, sahabat Ali ibn Abi Thalib disuruh mmebuat huruf dengan mengambil contoh dari huruf bangsa Himyar. Dengan usaha itu, umat islam sudah mengarah kepada kepandaian baca tulis.
D. Sumber Pengetahuan
Sumber utama dan pertama adalah al-Qur’an kemudian dasar-dasar yang selanjutnya.
1. Al-Qur’an
Al-Qur’an dijadikan sumber pertama dan utama dalam pendidikan Islam, karena nilai absolut yang terkandung di dalamnya yang datang dari Tuhan. Umat Islam sebagai uamat yang dianugerahkan Tuhan suatu kitab Al-Qur’an yang lengkap dengan segala petunjuk yang meliputi seluruh aspek kehidupan dan bersifat universal. Dengan kata lain bahwa al-Qur’an mencakup dua aspek besar dalam kehidupan manusia, yakni aqidah dan syari’ah.
Sehingga pendidikan Islam yang ideal sepenuhnya mengacu pada nilai-nilai dasar al-Qur’an tanpa sedikitpun menyimpang darinya. Ia juga merupakan Kitab Pendidikan kemasyarakatan, moral, dan spiritual. Dalam al-Qur’an terdapat banyak ajaran yang berisi prinsip-prinsip berkenaan dengan kegiatan atau usaha pendidikan.
2. Sunnah (Hadis)
Dasar kedua dalam pendidikan Islam adalah as-Sunnah. Amalah yang dikerjakan rosul dalam proses perubahan sikap sehari-hari menjadi sumber pendidikan Islam, karena Allah telah menjadikannya teladan bagi umatnya. Sunnah juga berisi aqidah dan syariah. Sunnah berisi petunjuk (pedoman) untuk kemaslahatan hidup manusia dalam segala aspeknya, untuk membina umat menjadi manusia seutuhnya atau muslim yang bertaqwa. Sehingga rosul menjadi guru dan pendidik utama.
Corak pendidikan Islam yang diturunkan dari sunnah Nabi Muhammad adalah:
a. Disampaikan sebagai rahmatan lil ‘alamin (rahmat bagi semua alam), yang ruang lingkupnya tidak sebatas spesies manusia, tetapi juga makhluk biotik dan abiotik lainnya. (QS.al-Anbiya’ : 107-108).
b. Disampainkan secara utuh dan lengkap, yang memuat berita gembira dan peringatan pada umatnya. (QS.Saba’ : 28)
c. Apa yang disampaikan merupakan kebenaran mutlak (QS.al-Baqarah : 119), dan terpelihara outentitasnya. (QS.al-Hijr :9)
d. Kehadirannya sebagai evaluator yang mampu mengawasi dan senantiasa bertanggung jawab atas aktivitas pendidikan (QS. asy-Syura: 48, al-Ahzab: 45, al-Fath: 8)
e. Perilaku Nabi tercermin sebagai uswah hasanah yang dapat dijadikan figuratau suri tauladan (QS. al-Ahzab: 21), karena perilakunya dijaga Allah (QS. an-Najm: 3-4), sehingga beliau tidak pernah maksiat.
f. Dalam masalah teknik operasional dalam pelaksanaan pendidikan Islam diserahkan penuh pada umatnya. Strategi, pendekatan, metode, dan tehnik pembelajarannya diserahkan panuh pada ijtihad umatnya, selama tidak menyalahi aturan pokok dalam Islam. Imam Muslim meriwayatkan dari Anas dan Aisyah: “antum a’lamu bi umur al-dunyakum” (engkau lebih tau terhadap urusan duniamu). 
Al-Qur’an merupakan intisari dan sumber pokok serta ajaran islam yang disampaikan oleh Muhammad SAW kepada umatnya. Tugas Muhammad, disamping mengjarkan tauhid juga mengajarkan Al-Qur’an kepada umatnya, yang selanjutnya akan menjadi warisan ajaran secara turun menurun dan menjadi pegangan serta pedoman hidup bagi kaum muslim sepanjang zaman. 










BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kurikulum pendidikan Islam pada periode Rasulullah di Mekah adalah Al-Qur’an, yang Allah SWT. wahyukan sesuai dengan kondisi dan situasi, kejadian dan peristiwa yang dialami umat Islam pada saat itu. Oleh karena itu, dalam praktiknya kurikulum tersebut tidak hanya logis dan rasional, tetapi juga secara fitrah dan pragmatis.
Sytem pendidikan islam pada periode Rosululloh SAW di Mekkah adalah Kuttab (Maktab) dan manazil Ulama.  Kuttab adalah sebuah lembaga pendidikan dasar yang mengajarkan cara membaca dan menulis kepada anak-anak ataupun remaja, kemudian meningkat pada pengajaran pemahaman Al-Qur’an dan pengetahuan dasar. Kuttab berperan penting dalam pendidikan Islam karena di dalamnya diajarkan cara menulis, membaca, dan memahami Al-Quran.Manazil Ulama adalah tipe lembaga pendidikan yang paling tua, bahkan lebih dahulu sebelum halaqah di masjid. Selain Dar Al-Arqam, baik pada periode mekah maupun Madinah, sebelum didirikan masjid Quba, Rasulullah SAW. menggunakan rumah kediamannya untuk kegiatan pembelajarna umat Islam. Rumah Rasulullah SAW. selalu ramai sebab setiap saat orang berduyun –duyun datang menimba ilmu sehingga fungsi rumah sebagai tempat istirahat yang nyaman dan damai menjadi terusik (tereduksi).
Sumber pendidikan Islam periode Rasulullah SAW. di Mekkah adalah Al-Qur’an dan Hadis. Dengan kata lain bahwa al-Qur’an mencakup dua aspek besar dalam kehidupan manusia, yakni aqidah dan syari’ah. Dasar kedua dalam pendidikan Islam adalah as-Sunnah. Amalah yang dikerjakan rosul dalam proses perubahan sikap sehari-hari menjadi sumber pendidikan Islam, karena Allah telah menjadikannya teladan bagi umatnya.

DAFTAR RUJUKAN
Baharuddin, Dikotomi Pendidikan Islam (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011)
Iskandar, Engku, Sejarah Pendidikan Islami (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013)
Kodir, Abdul, Sejarah Pendidikan Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2015)
Nafis, Muntahibun, Ilmu Pendidikan Islam (Yogyakarta: Kalimedia, 2017)
Umar, Bukhari, Hadis Tarbawi (Jakarta: Amzah, 2016)

PSIKOLOGI PERKEMBANGAN "PRO KONTRA TERHADAP SEUATU FENOMENA"

Disusun Oleh:
Mualifah Khoirunnisa
NIM: 210317316 (PAI J)
PRO  PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA (PERMENDIKBUD) NOMOR 23 TAHUN 2017 TENTANG HARI SEKOLAH
Permendikbud 23/2017 Pasal 2: (1) Hari Sekolah dilaksanakan 8 (delapan) jam dalam 1 (satu) hari atau 40 (empat puluh) jam selama 5 (lima) hari dalam 1 (satu) minggu.  (2) Ketentuan 8 (delapan) jam dalam 1 (satu) hari atau 40 (empat puluh) jam selama 5 (lima) hari dalam 1 (satu) minggu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), termasuk waktu istirahat selama 0,5 (nol koma lima) jam dalam 1 (satu) hari atau 2,5 (dua koma lima) jam selama 5 (lima) hari dalam 1 (satu) minggu.  (3) Dalam hal diperlukan penambahan waktu istirahat sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Sekolah dapat menambah waktu istirahat melebihi dari 0,5 (nol koma lima) jam dalam 1 (satu) hari atau 2,5 (dua koma lima) jam selama 5 (lima) hari dalam 1 (satu) minggu. (4) Penambahan waktu istirahat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak termasuk dalam perhitungan jam sebagaimana dimaksud pada ayat (1). 
Kebijakan tersebut menuai pro dan kontra dari bebagai pihak, khususnya pihak-pihak yang berkecimpung dalam dunia pendidikan. Meskipun kebijakan tersebut dibuat karena beberapa pertimbangan. Diantaranya sebagaimana dikutip dari SALINAN PERMENDIKBUD NO. 23 Tahun 2017, menimbang:
a. Bahwa untuk mempersiapkan peserta didik dalam menghadapi tantangan perkembangan era globalisasi, perlu penguatan karakter bagi peserta didik melalui restorasi pendidikan karakter di sekolah;
b. Bahwa agar restorasi pendidikan karakter bagi peserta didik di sekolah lebih efektif, perlu optimalisasi peran sekolah;
c. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang Hari Sekolah.
Namun, kebijakan tersebut banyak ditolak oleh tenaga pendidik, khususnya guru materi Bahasa Asing, Agama, dan materi lain yang jam mengajarnya kurang dari 8 jam. Sebagaimana dilansir dalam artikel yang telah tayang di Kompas.com dengan judul "Mendikbud: Kebijakan Lima Hari   Sekolah Ditujukan Untuk  Guru", “Adapun pencapaian kuota jam mengjaar tersebut merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan tunjangan professional. Peraturan ini membuat sejumlah guru kelimpungan. Khususnya guru mata pelajaran Bahasa Asing, Agama, Sosiologi, dan sejumlah pelajaran lain yang kuota jam belajarnya sedikit. Kemudian, sebagian guru memilih mengajar di tempat lain demi memenuhi kuota tersebut. Namun, cara ini akan sulit diterapkan oleh para guru di daerah. Sebab, biasanya jarak antara satu sekolah dengan sekolah yang lain cukup jauh atau akses jalan yang harus dilalui terbilang sulit.”
Terlepas dari semua itu, perlunya pendidikan karakter bagi anak di era modern seperti ini perlu menjadi perhatian. Dikutip dari laman liputan6.com “Muhadjir menjelaskan, salah satu syarat pendidikan karakter bisa berjalan baik adalah keberadaan guru di sekolah secara mutlak.  Sehingga dalam PERMENDIKBUT 23/2017 Pasal 1 Ayat 3 yang berbunyi: “guru sebagai pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.” Sehingga kebijakan tersebut membuatn guru menjalankan fungsinya sebagai tenaga pendidik secara optimal. Kebijakan tersebut sudah berjalan dengan baik di kota Kediri. Dilansir dalam liputan6.com “Pada kesempatan ini, Mendikbud juga mengapresiasi pendidikan di Kota Kediri yang sudah berlangsung dengan baik. Ia berharap, pemerintah juga menekankan pentingnya pendidikan karakter bangsa yang juga mengacu program Presiden Joko Widodo.”Mendikbud, Muhadjir Effendy, menyatakan kebijakan ini dinilai efektif bagi kegiatan belajar mengajar. Pernyataan tersebut dilansir dalam artikel yang telah tayang di Tribunnews.com. 
Dari uraian diatas, disini saya menyatakan setuju dengan kebijakan PERMENDIKBUD yang memberlakukan hari sekolah selama 8 jam sekolah perhari atau 40 jam selama 5 hari dalam satu minggu. Tidak hanya karena pentingnya pendidikan karakter bagi anak, dan menjadikan kinerja guru sebagai tenaga pendidik lebih optimal, juga mempertimbnagkan dari aspek prikologi pendidikan yang  menyatakan pentingnya tugas dan kompetensi guru sebagai tenaga pendidik untuk mewujudkan peserta didik yang ideal. Kehadiran guru dalam proses belajar-mengajar sangat diperlukan dan tetap memegang peranan penting. Peranan guru tidak dapat digantikan oleh mesin, radio, tape-recorder ataupun oleh computer yang paling modern seklipun. Masih terlalu banyak unsur-unsur manusiawi seperti sikap, system nilai, perasaan, motivasi dan lain-lain yang dibuthkan dalam proses pengajaran tidak dapat penuhi oleh alat-alat tersebut.  Sehingga semakin lama anak berada di sekolah pengaruh guru yang disalurkan kepada anak semakin besar, tidak hanya pada transfer ilmu pengetahuan, melainkan pada aspek afektif dan juga psikomotorik anak. Karena guru sebagai tenaga pengajar/pendidik memberikan contoh juga teladan yang baik bagi anak didik.
Mempertimbangkan fungsi lembaga pendidikan formal sebagai pendukung pendidikan keluarga, saya sangat mendukung diberlakukannya kebijkan tersebut. Peranan sekolah sebagai lembaga yang membantu lingkungan keluarga, maka sekolah bertugas mendidik dan mengajar serta memperbaiki dan memperhalus tingkah laku anak didik yang dibawa keluarganya. Jelasnya bisa dikatakan bahwa sebagian besar pembentukan kecerdasan (pengertian), sikap dan minat sebagai bagian dari pembentukan kepribadian, dilaksanakan oleh sekolah.  Sehingga saya nyatakan bahwa lembaga pendidikan formal yang memberlakukan kebijakan tersebut dapat menajdi alternative terbaik bagi orang tua yang dalam kesehariannya membagi waktunya untuk bekerja. Dengan begitu, peran orang tua sebagai tenaga pendidik dalam lingkungan keluarga dapat dibantu degan peran guru disekolah ketika orang tua sedang dalam pekerjaannya.
Tidak dapat dikatakan bahwa kebijakan tersebut mengurangi peran lembaga pendidikan keluarga dan masyarakat. Justru dengan kebijakan tersebut memberikan peluang bagi lembaga pendidikan keluarga dan lembaga pendidikan masyarakat untuk menjalankan tugasnya dengan maksimal. Karena dalam peraturan tersebut sekolah hanya 5 hari dalam satu minggu, sehingga sisa hari dalam satu minggu sebagai waktu istirahat dari kegiatan sekolah formal dapat  dihabiskan dengan keluarga. Dengan begitu saya sangat setuju dengan kebijakan tersebut, mempertimbangkan fungsi keluarga sebagai lembaga pendidikan dasar bagi anak. Juga sesuai dengan jam kerja orang tuanya yang pada hari tersebut juga tidak terbebani dengan tugas pekerjaan, sehingga orang tua sebagai tenaga pendidik di keluarga dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Keluarga menjadi salah satu factor eksternal yang mempengaruhi belajar anak. Siswa yang belajar menerima pegaruh dari keluarga berupa: cara orang tua mendidik, hubungan antara anggota keluarga, suasana rumah tangga, dan keadaan ekonomi keluarga.
Mengingat luas dan bebasnya pengaruh yang diberikan pendidikan masyarakat pada anak, kebijakan tersebut dapat menjadi solusi terbaik dari berbagai permasalahan social yang kerap menjadikan anak sebagai korban. Bukan berarti diberlakukannya peraturan tersebut membuat anak terputus kreativitasnya karena tidak ada waktu untuk kegiatan tambahan seperti les, atau kursus, justru dari peraturan tersebut, kegiatan ekstrakulikuler bagi anak lebih terorganisir dan terkontrol, karena masih berada di bawah pengawasan sekolah. Beda pengaruhnya dengan pendidikan masyarakat yang dilakukan tanpa pengawasan dan control dari sekolah dan cenderung lebih bebas dalam segala hal. Sebagaimana dikutip dari salinan PERMENDIKBUD No. 23 Tahun 2017 Pasal 5 Ayat 1, yang berbunyi “ hari sekolah bagi peserta didik untuk melaksanakan kegiatan intrakulikuler, kokulikuler, dan ekstrakulikuler.” Sehingga sisa hari dalam seminggu yang tidak digunakan anak untuk mengahabiskan waktunya di sekolah formal, dapat digunakan untuk bersosial masyarakat dengan pendampingan penuh dari orang tua. Sehingga sekalipun anak berada dalam lingkungan masyarakat yang memunginkan mendapat pengaruh yang luas, tetap dapat dikontrol dengan baik oleh orang tua. Dengan begitu peran lembaga keluarga dan lembaga masyarakat yang saling berhubungan dalam proses pendidikan anak dapat berjalan dengan baik, dan mengurangi berbagai dampak kurang baik yang mungkin terjadi pada anak akibat pengaruh masyarakat luas. 
Meskipun realitanya sampai saat ini masih belum semua sekolah menerapkan system tersebut karena beberapa kendala, namun alangkah baiknya bila semua lembaga pendidikan menerapkan system yang sama. Yang berarti melakukan peningkatan kualiitas sekolah. Mengingat pentingnya pendidikan karakter dan dampak positif dari peraturan pendidikan tersebut. Tidak samapai disitu saja, karena yang mampu melaksanakan peraturan tersebut hanya sekolah-sekolah yang sarana prasarananya memadai juga memliki potensi pendidik yang kreatif dalam menciptakan suasana pendidikan, menunjukkan mutu yang baik pula yang mungkin dapat diperoleh anak. Dengan begitu peran ini perlu terus diterapkan sekalipun tidak menjadi peraturan sah preseiden. Dengan begitu lembaga pendidikan akan bersaing meningkatkan mutu pendidikan yang diberikan yang salah satu arah peningkatan mutunya adalah dengan memberlakukan peraturan tersebut.
Dalam peraturan tersebut tidak diperlakukan perubahan kurikulum yang berdampak pada siswa. Peraturan tersebut ditujukan untuk guru yaitu , pemenuhan beban kerja guru diperluas menjadi 5M, yaitu merencanakan, melaksanakan dan menilai hasil pembelajaran atau pembimbingan. Kemudian guru juga dapat membimbing dan melatih peserta didik, serta melaksanakan tugas-tugas tambahan. Hari sekolah dilaksanakan selama delapan jam dalam satu hari, atau 40 jam selama lima hari dalam seminggu. Ketentuan itu termasuk waktu istirahat selama 0,5 jam dalam satu hari atau 2,5 jam selama lima hari dalam satu minggu. Mata pelajaran agama merupakan bagian dari Penguatan Pendidikan Karakter. Kemdikbud melakukan sinergi untuk menjalin kerja sama penerapan Penguatan Pendidikan Karakter dengan Madrasah Diniyah. PPK memiliki lima nilai utama meliputi religius, nasionalis, gotong royong, mandiri dan integritas. Melalui lima hari sekolah, fokus pembinaan karakter berlangsung bukan semata pada Kegiatan Belajar Mengajar intrakurikuler, tapi juga mencakup kokurikuler dan ekstrakurikuler dengan suasana yang menyenangkan bagi siswa.
Bagi anak-anak sendiri sekolah 5 hari merupakan hal yang menyenangkan, karena dapat menikmati waktu libur yang lebih banyak dibandingkan biasanya. Ditinjau dari segi psikologis anak juga, menunjukkan bahwa dunia anak sebagian besar adalah bermain. Sehingga 5 hari sekolah menjadi jumlah hari yang ideal bagi anak dimana sisa hari dalam seminggu bisa digunakan untuk bermain dan bercengkrama dengan keluarga. Selain itu, bagi remaja yang sebagian waktunya dihabiskan untuk kegiatan diluar rumah misalnya di sekolah dan memiliki hubungan yang menjadi renggang dengan kedua orang tuanya, ini dapat menjadi solusi. Dengan kebijakan ini remaja memiliki waktu lebih untuk dapat berkomunikasi dengan kedua orang tua. Karena menimbang betapa pentingnya hubugan orang tua dengan anak khususnya di usia remaja. Sehingga saya sangat mendukung peraturan sekolah 5 hari. Dengan alasan “begitu pentingnya factor keterikatan yang kuat antara orang tua dan remaja dalam menentuka arah perkembangan remaja, maka orang tua senantiasa harus menjaga dan mempertahankan keterikatan ini. 
Peraturan tersebut menjadi alternatif terbaik menyikapi banyaknya kasus hubungan yang kurang baik antara anak dan orang tua. Juga renganggngnya hubungan anak dengan orang tua karena orang tua siuk bekerja, sedangkan anak sebagian besar harinya dalam seminggu dihabiskan di sekolah. Sehingga saya mendukung peraturan tersebut. Suatu studi mendokumentasikan mengenai gagasan ini dengan menganalisis surat-surat yang ditulis oleh anak-anak usia sekolah pada salah satu surat kabar local dengan tema “Apa yang Membuat Ibu jadi Terhormat.” Banyak dari anak-anak ini berkata bahwa mereka selamanya menghargai kehadiran ibu dalam kehidupan mereka: “dia namoaknya selalu memahami bagaimana perasaan saya.” Komentar-komentar ini menyiratkan bahwa pada masa akhir anak-anak, secara tipikal ikatan antara orang tua dan anak-anak sangat kuat (Seifert & Hoffnugh, 1994).
Dalam belajar di sekolah, factor guru dan cara mengajarnya merupakan factor yang penting pula. Sikap dan kepribadian guru, tinggi-remdahnya pengetahuan yang dimiliki guru, dan cara guru mengajarkan pengetahuan kepada anak didiknya, dapat turut menentukan hasil belajar yang dapat dicapai anak.
Jadi, saya setuju dengan kebijakan tersebut, karena dari peraturan tersebut tidak terdapat dampak negative bagi pelaku pendidikan. Justru membawa dampak yang positif sebagaimana telah saya uraikan di atas. Beberapa lembaga sekolah yang mengalami kendala dalam menjalankan kebijakan tersebut dapat terus meningkatkan mutu sarana prasarananya juga potensi pendidik, agar mampu menerapkan peraturan tersebut, dan terwujud lembaga sekolah yang benar-benar mampu melahirkan peserta didik yang berkarakter.






DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Sutrisno, Suyoto Arief, Syamsudin Basyir, and Abu Darda’, Psikologi Pendidikan (Ponorogo: Pondok Medrn Darussalam Gontor)
Desmita, Psikologi Perkembangan (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2015)
Fachrudin, Fachri, https://nasional.kompas.com/read/2017/07/12/19294391/mendikbud--kebijakan-lima hari-sekolah-ditujukan-untuk-guru.
Samuel Febrianto, Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Sekolah 5 Hari dalam Sepekan Siap Diberlakukan, http://www.tribunnews.com/pendidikan/2017/06/13/sekolah-5-hari-dalam-sepekan-siap-diberlakukan.
Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013)
Ihsanuddin, ‘Ini Perbedaan Aturan Hari Sekolah Pada Permendikbud Dan Perpes’. https://nasional.kompas.com/read/2017/09/06/14562281/ini-perbedaan-aturan-hari-sekolah-pada-permendikbud-dan-perpres.
Sobur, Alex, Psikologi Umum (Bandung: Pustaka Setia)

https://m.liputan6.com/news/read/3024637/mendikbud-tetap-ajukan-kebijakan-sekolah-5-hari,



PKN "DEMOKRASI"

DEMOKRASI
Makalah ini diajukan untuk memenuhi  tugas mata kuliah “Pendidikan Kewarganegaraan”
Yang diampu oleh: Zamzam Mustofa, M.Pd




Disusun oleh:
Mualifah Khoirunnisa 210317316


Kelompok 3. PAI. J
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PONOROGO
2018

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembahasan tentang peranan negara dan masyarakat tidak dapat dilepaskan dari telaah tentang demokrasi dan hal ini karena dua alasan. Pertama, hamper semua Negara di dunia ini telah mnejadikan demokrasi sebagai asanya yang fundamental sebagai telah ditunjukkan oleh hasil studi UNESCO pada awal 1950-an yang mengumpulkan lebih dari 100 Sarjana Barat dan Timur, sementara di Negara-negara demokrasi itu pemberian peranan kepada Negara dan masyarakat hidup dalam porsi yang berbeda-beda (kendati sama-sama Negara demokrasi). Kedua, demokrasi sebagai organisasi tertingginya tetapi ternyata demokrasi itu berjalan dalam jalur yang berbeda-beda.
Setiap Negara mempunyai ciri khas dalam pelaksanaan kedaulatan rakyat atau demokrasinya. Hal ini ditentukan oleh sejarah Negara yang bersangkutan, kebudayaan, pandangan hidup, serta tujuan yang ingin dicapainya. Dengan demikian pada setiap Negara terdapat corak khas demokrasi yang tercermin pada pola sikap, keyakinan, dan perasaan tertentu yang mendasari, mengarahkan, dan memberi arti pada tingkah laku dan proses berdemokrasi dalam suatu system politik.
Dalam makalah ini dibahas tentang pengertian, makna, dan manfaat demokrasi, prinsip dan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan, dan pelaksanaan demokrasi di Indonesia.








B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian, Makna, dan Manfaat Demokrasi?
2. Apa Prinsip dan Nilai-nilai Demokrasi?
3. Bagaimana Esensi Nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan Demokrasi di Indonesia?
4. Bagaimana Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia?
C. Tujuan
1. Mengetahui Pengertian, Makna, dan Manfaat Demokrasi
2. Mengetahui Prinsip dan Nilai-nilai Demokrasi
3. Mengetahui Esensi Nilai-nilai Pancasila dalam Kehidupan Demokrasi di Indonesia
4. Mengetahui Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia














BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian, Makna, dan Manfaat
Secara etimologis istilah demokrasi berasal dari bahasa Yunani, “demos” berarti rakyat dan “kraros/kratein” berarti kekuasaan.  Konsep dasar demokrasi berarti “rakyat berkuasa” (government of rule by the people).  Ada pula definisi singkat untuk istilah demokrasi yang diartikan sebagai pemerintahan atau kekuasaan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. Demokrasi mempunyai arti penting bagi masyarakat yang mengggunakannya, sebab dengan demokrasi hak masyarakat untuk menentukan sendiri jalannya organisasi Negara telah dijamin.
Negara demokrasi adalah Negara yang diselenggarakan berdasarkan kehendak dan kemauan rakyat, atau jika ditinjau dari sudut organisasi, ia berarti suatu pengorganisasian Negara yang dilakukan oleh rakyat sendiri atau asas persetujuan rakyat karena kedaulatan berada ditangan rakyat. System politik demokrasi adalah system yang menunjukkan bahwa kebijaksanaan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik. 
Kata demokrasi merujuk kepada konsep kehidupan Negara atau masyarakat di mana warganegara dewasa turut berpartisipasi dalam pemerintahan melalui wakilnya yang dipilih. Pemerintahnya mendorong dan menjamin kemerdekaan berbicara, beragama, berpendapat, berserikat, menegakkan “rule of low”, adanya pemerintahan mayoritas yang menghormati hak-hak kelompok minoritas; dan masyarakat yang warga negaranya saling memberi perlakuan yang sama. Demokrasi sebagai konsep yang bersifat multidimensional, yakni secara filosofis demokrasi sebagai ide, norma, dan prinsip; secara sosiologis sebagai system social; dan secara psikologi sebagai wawasa, sikap, dan perilaku individu dalam hidup bermasyarakat. Hal yang tidak terdapat dalam pilar demokrasi universal adalah salah satu pilar demokrasi Indonesia, yakni “Demokrasi berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”, dan inilah yang merupakan ciri khas demokrasi Indonesia.
Demokrasi di mata para pemikir Yunani Kuno seperti Plato dan Aristoteles bukanlah bentuk pemerintahan yang ideal. Mereka menilai demokrasi sebagai pemerintahan oleh orang miskin atau pemerintahan oleh orang dungu. Demokrasi Yunani Kuno itu selanjutnya tenggelam oleh kemunculan pemerintahan model Kekaisaran Romawi dan tumbuhnya Negara-negara kerajaan di Eropa sampai abad ke-17. Namun demikian pada akhri abad ke-17 lahirlah demokrasi “modern” yang disemai oleh para pemikir Barat seperti Thomas Hobbes, Montesquieu, dan J.J. Rousseau, bersamaan dengan munculnya konsep Negara-bangsa di Eropa.
Dengan demikian sampai saat ini, demokrasi diyakini menjadi pilihan banyak Negara guna mencapai tujuan bernegara yakni kesejahteraan dan keadilan rakyatnya. Demokrasi sangatlah penting dan diperlukan masyarakat, tidak hanya sekedar pemerintah yang memegang kendali dalam pengaturan suatu Negara, perlu adanya masyarakat yang komlemen, mendukung, dan masyarakat perlu terlibat dalam pembangunan suatu Negara demi terciptanya kemakmuran dan kesejahteraan Negara. Dengan demokrasi tidak ada saling ingin menang sendiri, saling memaksakan kehendak, saling menghina, saling melecehkan, saling menjatuhkan. Yang ada saling menghargai, saling menghormati, saling mengerti, saling menerima pendapat orang lain, saling lapang dada, saling tenggang rasa. Dan kehidupan yang nyaman pasti akan tercipta. 
Demokrasi adalah sebuah bentuk pemerintahan. Dalam pemerintahan itu rakyat mempunyai kedudukan utama karena merekalah pemilik kekuaasaan tertinggi di Negara yang bersangkutan. Rakyat adalah pihak yang berkehendak mengorganisasikan diri dalam pembentukan Negara. Oleh karena itu demokrasi juga disebut pemerintahan dari rakyat. Ketika Negara sudah berdiri, maka rakyat pulalah yang kemudian menjalani proses kehidupan bernegara, beik dalam pembentukan, pelaksanaan, maupun dalam pengawasan pelaksanaan kebijakan pemerintahan.
B. Prinsip dan Nilai-nilai Demokrasi
Menurut Torres demokrasi dapat dilihat dari dua aspek yaitu pertama, formal democracy dan kedua, substantive democracy, yaitu menunjuk pada bagiamana proses demoktasi itu dilaukan. Formal democracy menunjuk pada demokrasi dalam arti system pemerintahan. 
Selain bentuk demokrasi sebgaiamana dipahami di atas terdapat beberapa system demokrasi yang mendasarkan pada prinsip filosofi Negara.
1. Demokrasi Perwakilan Liberal
Prinsip demokrasi ini didasarkan pada suatu filsafat kenegaraan bahwa manusia adalah sebgaai makhluk individu yang bebas. Oleh karena itu dalam system demokrasi ini kebebasan individu sebagai dasar fundamental dalam eplaksanaan demokrasi. Konsekuensi dari implementasi system dan prinsip demokrasi ini adalah berkembang persaingan bebas, terutama dalam kehidupan ekonomi sehingga akibatnya individu yang tidak mampu menghadapi persaingan tersebut akan tenggelam. Akibatnya kekuasaan kapitalislah yang menguasai kehidupan Negara, bahkan berbagai kebijakan dalam Negara sangat ditentukan oleh kekuasaan capital.
2. Demokrasi Satu Partai dan Komunisme
Demokrasi ini lazimnya dilakasanakan di Negara-negara komunis seperti, Rusia, China, Vietnam dan lainnya. Kebebasan formal berdasarkan demokrasi liberal akan menghasilkan kesenjangan kelas yang semakin lebar dalam masyarakat, dan akhirnya kapitalislah yang menguasai Negara. Menurut system demokrasi ini masyarakat masyarakat tersusun atas komunitas-komunitas yang terkecil. Komunitas yang paling kecil ini mnegatur urusan  mereka sendiri, yang akan memilih wakil-wakil untuk unit-unit administrative yang besar misalnya distrik atau kota. Unit-unit administrative yang lebih besar ini kemudian akan memilih calon-calon administrative yang lebih besar lagi yang sering diistilahkan dengan nasional. Susunan ini sering disebut dengan struktur “piramida” dari “demokrasi delegatif”.
3. Demokrasi berdasar Nilai-nilai Pancasila
Realisasi demokrasi di Indonesia tidak mungkin hanya memaksakan konsep-konsep yang berkembang di Barat, melainkan filosofi dan care values demokrasi yang dikembangkan secara konstektual berdasarkan filosofi bangsa Indobesia, identitas nasional Indonesia (historical experience) sera unsur-unsur budaya bangsa (element of civic culture).Perkembangan ‘historical and civic culture’ memiliki kontribusi yang sangat kuat bagi pertumbuhan demokrasi, oleh karena itu tidak mungkin pendidikan demokrasi melalui pendidikan kewarganegaraan hanya dengan prespektif demokrasi Barat. Hal itu berlandaskan pada fakta bahwa pengalaman sejarah dan budaya suatu bangsa sebagai sejarah dan budaya kewarganegaraan memberikan landasan yang kuat bagi pertumbuhan demokrasi lebih lanjut. Sebenarnya di dunia ini juga dikenal demokrasi deliberative, yaitu pelaksanaan demokrasi dengan berdasarkan pada suatu nilai dan cita-cita yang luhur dan baik secara moral.
Pandangan demokrasi sebagaimana terkandung dalam ‘Staats-fundamentalnorm’ pembukaan UUD 1945 terutama alinea IV sebagai berikut: “ Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan social, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dalam bentuknya yang ideal system pemerintahan demokrasi itu mengandung prinsip-prinsip ini:
1. Prinsip kedaulatan rakyat
Dalam Negara demokrasi rakyat mendelegasikan sebagian kekuasaannya kepada para anggota badan legislative, pejabat eksekutif, para hakim pelaksana kekuasaannya yudikatif untuk mengatur kehidupan bernegara.
2. Persamaan Politik
Berarti persamaan kesempatan berpartisipasi, bukan persamaan partisipasi nyata warga masyarakat. Tidak ada kesamaan tingkat pertisipasi warganegara dalam kehidupan demokrasi.karena kemampuan dan kemauan warga Negara dalam memanfaatkan kesempatan berpartisipasi politik itu berbeda satu dengan yang lainnya. Kesempatan berpartisipasi tersebut sesuai dengan kehendak dan kemampuannya.
3. Konsultasi kepada Rakyat
Adanya mekanisme kelembagaan agar para pejabat pemerintah dapat mengetahui kebijakan-kebijakan yang diharapkan rakyat.
4. Majority Rule dan Minority Right
Berarti bahwa putusan pemerintahan tidak boleh bertentangan dengan kehendak mayoritas rakyat. dan juga harus mempertimbangkan kehendak minoritas.

5. Pemerintahan yang Terbatas
Kekuasaan pemerinatahan harus dibatasi oleh hukum dan konstitusi tertulis maupun tak tertulis yang harus dipatuhi.
6. Pemisahan dan Pembagian Kekuasaan
Untuk membatasi penggunaan kekuasaan oleh penguasa maka kekuasaan Negara harus dibagi di antara sejumlah lembaga dan badan pemerintah yang berbeda.
7. Chek and Balances
Control dan saling mengimbangi agar tidak terjadi dominasi satu cabang kekuasaan atas cabang kekuasaan yang lain, maka harus diciptkan system yang memungkinkan masing-masing lembaga atau cabang pemerintahan mempunyai kekuasaan untuk mengontrol kekuasana lembaga lain.
8. Perlindungan Hak Asasi Manusia
Tujuan pemerintahan demokrasi adalah mewujudkan kesejahteraan keadilan dalam masyarakat.
9. Pergantian Pemimpin melalui Pemilihan Salah satu nilai yang dijunjung tinggi dalam demokrasi adalah anti kekerasan. Dalam demokrasi harus diupayakan agar pergantian pemimpin itu berlangsung secara damai dan teratur.
C. Esensi Nilai-nilai Pancasila dalam Kehidupan Demokrasi di Indonesia
Berdasarkan isi dari penjelasan resmi Pembukaan UUD 1945 tersebut bahwa dengan Pokok-pokok pikiran tersebut nilai-nilai yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 dijelmakan atau dijabarkan secara normative dalam pasal-pasal UUD 1945. Pokok-pokok Pikiran tersebut adalah sebagai berikut:
(1) Pokok Pikiran Pertama: “Negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasar asas persatuan, dengan mewujudkan keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Pokok pikiran ini menegaskan bahwa dalam “Pembukaan” diterima aliran pengertian Negara persatuan. Negara yang melindungi dan meliputi segenap bangsa dan wilayah seluruhnya jadi Negara mengatasi segala faham golongan, mengatasi segala faham perorangan, Negara menurut pengertian Pembukaan UUD 1945 tersebut mneghendaki persatuan, meliputi segenap bangsa Indonesia seluruhnya. Hal ini menunjukkan pokok pikiran persatuan. Dengan pengertian yang lazim, Negara, peyelenggaraan Negara, dan setiap warga Negara wajib mengutamakan kepentingan Negara di atas kepentinga golongan ataupun perorangan. Pokok pikiran ini merupakan penjabaran Sila Ketiga Pancasila.
(2) Pokok Pikiran Kedua : “ Negara hendak mewujudkan keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Pokok pikiran ini menempatkan suatu tujuan atau cita-cita yang ingin dicapai dalam Pembukaan, dan merupakan suatu kausa  finalis (sebab tujuan),  sehingga dapat menetukan jalan serta aturan-aturan mana yang harus dilaksanakan dalam Undang-Undang Dasar untuk sampai pada tujaun itu yang didasari dengan bekal persatuan. Ini merupakan pokok pikiran keadilan social yang didasarkan pada kesadaran bahwa manusia mempunyai hak dan kewajiban yang sama untuk menciptakan keadilan social dalam kehidupan masyarakat. Pokok pikiran ini merupakan penjabaran Sila Kelima Pancasila.
(3) Pokok Pikiran Ketiga : “Negara yang berkedaulatan rakyat, berdasarkan atas kerakyatan dan permusyawaratan/perwakilan”.
Pokok pikiran ini dalam ‘Pembukaan’ mengandung konsekuensi logis bahwa system Negara yang terbentuk dalam Undang-Undang Dasar harus berdasarkan atas kedaulatan rakyat dan berdasarkan permusyawaratan/perwakilan. Memang aliran ini sesuai dengan sifat masyarakat Indonesia. Ini adalah pokok pikiran kedaulatan rakyat, yang menyatakan bahwa kedaulatan di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majlis Permusyawaratan Rakyat, (namun setelah reformasi diubah menjadi ‘kedaulatan di tangan rakyat, dan dilakukan menurut UUD’ Pasal 1 ayat (2) UUD Negara RI Tahun 1945). Pokok pikiran inilah yang merupakan Dasar Politik Negara. Pokok pikiran ini merupakan penjabaran Sila Keempat Pancasila.
(4) Pokok Pikiran Keempat : “Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab”.
Pokok pikiran keempat dalam ‘Pembukaan’ ini mengandung konsekuensi logis bahwa Undang-Undang Dasar harus mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan lain-lain penyelenggara Negara, untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur. Hal ini menegaskan pokok pikiran Ketuhanan Yang Maha Esa, yang mengandung pengertian taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dan pokok pikiran kemanusiaan yang adil dan beradab yang mnegandung pengertian menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia atau nilai kemanusiaan yang luhur. Pokok pikiran keempat ini merupakan Dasar Moral Negara yang pada hakikatnya merupakan suatu penjabaran dari Sila Pertama dan Sila Kedua Pancasila.
Dalam pokok pikiran yang pertama ditekankan tentang aliran bentuk Negara persatuan, pokok pikiran kedua tentang cita-cita Negara yaitu keadilan social dan pokok pikiran ketiga adalah merupakan dasar politik Negara berkedaulatan rakyat. Bilamana kita pahami secara sistematis maka pokok pikiran I, II dan III memiliki makna kenegaraan sebagai berikut: Negara ingin mewujudkan suatu tujuan Negara yaitu melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia (pokok pikiran I). agar terwujudnya tujuan Negara tersebut maka dalam pelaksanaan Negara harus didasarkan pada suatu dasar politik Negara yaitu Negara persatuan republic yang berkedaulatan rakyat (pokok pikiran I dan III).

D. Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia
Bangsa pada hakikatnya adalah sekelompok besar manusia yang mempunyai persamaan nasib dalam proses sejarahnya, sehingga mempunyai persamaan watak dan karakter yang kuat untuk bersatu dan hidup bersama serta mendiami suatu wilayah tertentu sebagai suatu “kesatuan nasional”. Berdasarkan pengertian tersebut secara konkrit demokrasi di Indonesia yang berjatidiri, adalah demokrasi yang berdasarkan filsafat bangsa dan Negara Indonesia yaitu Pancasila yang secara constusional terkandung dalam staatsfundamentalnorm yaitu pembukaan UUD 1945, yang merupakan norma dasar dan merupakan suatu sumber dari hukum dasar Indonesia. Atas dasar itulah maka praksis demokrasi di Indonesia akan memiliki karakteristik sendiri secara kontekstual, sehingga dapat meningkatkan taraf kesejahteraan dalam hidup berbangsa dan bernegara. Demokrasi Indonesia yang berjatidiri harus melandaskan pada core values Theositas (Ketuhanan Yang Maha Esa sila I), dan Humanitas (Kemanusiaan yang adil dan beradab sila II). Demokrasi Indonesia yang berjatidiri secara das sollen, mendasarkan pada national identity dan element of civic culture, yaitu nasionalisme Indonesia yang multicultural, Bhineka Tunggal Ika.
Tujuan demokrasi dewasa ini nampaknya masih sangat jauh dari tujuan Negara, praksis demokrasi lebih menekankan pada hak individu tanpa meletakkan pada tujaun kesejahteraan bangsa. Akibatnya demokrasi menghasilkan kekuasaan individu, prakterk politik transaksionalisme yaitu transaksi politik yang meletakkan korelasi kekuasaan dengan uang, kebebasan individu dan popularitas, sehingga akibatnya kepemimpinan Indonesia tidak didasarkan atas kapabelitas pemimpin melainkan uang, kepuasan individu dan popularitas. Sebagai fakta sekarang banyak artis, pengusaha dan kalangan masyarakat yang popular menjadi pemimpin politik dan bangsa. 
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Demokrasi adalah pemerintahan yang mengutamakan rakyat, atau biasa disebut pemerintahan Dari Rakyat, Oleh Rakyat, dan Untuk Rakyat. Makna demokrasi sendiri merujuk kepada konsep kehidupan Negara atau masyarakat di mana warga negara dewasa turut berpartisipasi dalam pemerintahan melalui wakilnya yang dipilih. Sedangkan manfaat demokrasi dalam kehidupan bernegara adalah untuk mencapai tujuan bernegara yakni kesejahteraan dan keadilan rakyatnya.
Prinsip demokrasi diantarnya: Prinsip kedaulatan rakyat, Persamaan Politik, Konsultasi kepada Rakyat, Majority Rule dan Minority Right, Pemerintahan yang Terbatas, Pemisahan dan Pembagian Kekuasaan, Chek and Balances, Perlindungan Hak Asasi Manusia, dan Pergantian Pemimpin. Sedangkan nila-nilai demokrasi dapat dilihat dari dua aspek yaitu pertama, formal democracy dan kedua, substantive democracy.
Esensi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan Demokrasi di Indonesia dapat dilihat dari penjabaran pokok-pokok  bahasan dalam pembukaan UUD 1945, yang merupakan penjabaran dari Dasar Filsafat Negara, Pancasila.
Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia saat ini lebih menekankan pada hak individu tanpa meletakkan pada tujaun kesejahteraan bangsa. Akibatnya demokrasi menghasilkan kekuasaan individu, prakterk politik transaksionalisme yaitu transaksi politik yang meletakkan korelasi kekuasaan dengan uang, kebebasan individu dan popularitas, sehingga akibatnya kepemimpinan Indonesia tidak didasarkan atas kapabelitas pemimpin melainkan uang, yang jauh dari tujuan pelaksaan Demokrasi.

DAFTAR PUSTAKA
Harini Sri, Bambang Sutasmono, Widi Raharjo, Kustadi, Titon Slamet Kurinia, Umbu Rauta, and others. 2012.  Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta: Pustaka Belajar
Kaelan. 2016. Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta: Paradigma
RISTEKDIKTI. 2016. Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Direktorat Jendral Pembelajaran dan Kemahasiswaan