SEJARAH NABI
MUHAMMAD DALAM MEMBANGUN EKONOMI
Makalah ini disusun
untuk memenuhi tugas mata kuliah
“Studi Materi
PAI di SMP”
Dosen Pengampu:
Annas
Ma’ruf, M.Pd.I
Disusun oleh:
Asialawati 210317
Mualifah Khoirunnisa 210317316
Ari Hidayatul Mustafid 210317216
Kelas/semester:
PAI J/03
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO
2018
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Rasulullah memiliki jiwa wirausaha
sejak dini. Beliau sudah menggembala kambing, dan berdanang sebelum menjadi
Nabi. Dari pengelaman beliau tersebut Rasulullah membangun perekonomian umat
Islam, dengan cara berdanang sesuai dengan cara yang di tetapkan dalam
Al-Qur’an.
Hijrahnya Rasulullah ke Madinah,
membawa perubahan besar pada kota yang awalnya bernama Yasrib ini. Madinah
merupakan Negara yang baru terbentuk dengan kemampuan daya mobilitas ekonomi
yang rendah. Oleh karena itu, peletakan dasar-dasar system keuangan Negara yang
dilakukan Rasulullah saw. merupakan langkah yang signifikan, sekaligus brilian
dan spektakuler pada masa itu, sehingga Islam sebagai sebuah agama dan Negara
dapat berkembang dengan pesat dalam jangka waktu yang relative singkat dan
dilakukan secara bersamaan.
Hijrah Nabi Muhammad saw. dan para
sahabat dari Mekah ke Madinah sekaligus juga membawa dampak hilangnya mata
pencaharian yang salama ini telah mereka lakukan di Mekah. Oleh sebab itu,
setelah hijrah salah satu hal yang dipikirakan Nabi Muhammad saw. adalah
bagaimana membangun kembali keiatan ekonomi dan perdagangan.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1.
Bagaimana
Sejarah Nabi Muhammad saw. dalam Membangun Ekonomi?
2.
Bagaimana
Pembangunan Ekonomi Umat Islam di Madinah?
3.
Bagaimana
Keadilan Ekonomi Dalam Piagam Madinah?
4.
Apa
Prinsip-Prinsip Pembangunan Ekonomi di Madinah?
5.
Apa
Keteladanan Muhammad saw. dan Sahabat Dalam Membangun Ekonomi di Madinah?
C.
TUJUAN
PEMBAHASAN
1.
Mengetahui
Sejarah Nabi Muhammad saw. dalam Membangun Ekonomi
2.
Mengetahui
Pembangunan Ekonomi Umat Islam di Madinah
3.
Mengetahui
Keadilan Ekonomi Dalam Piagam Madinah
4.
Mengetahui
Prinsip-Prinsip Pembangunan Ekonomi di Madinah
5.
Mengetahui
Keteladanan Muhammad saw. dan Sahabat Dalam Membangun Ekonomi di Madinah
BAB II
PEMBAHASAN
A.
SEJARAH
NABI MUHAMMAD DALAM MEMBANGUN EKONOMI
1.
Pengalaman sebagai pelaku ekonomi dan perdagangan
a.
Pengalaman dalam menggembala kambing
Semenjak yatim piatu, Nabi hidup bersama pamannya yaitu
Abu Tholib. Dan beliau hidup sebagai seorang wirausahawan dalam menggembala
kambing pamannya dan milik penduduk makkah lainnya. Pengalaman sebagai
wirausahawan beliau memiliki sifat ulet, sabar, tabah, tenang, dan terampil.
b.
Pengalaman mengikuti pamannya berdagang ke negeri Syam
Pada usia 12 tahun, nabi sudah memperoleh pengalaman saat
berdagang di Syam. Dalam perjalanannya beliau mendapat wawasan pengetahuan yang
luas dengan menyaksikan berbagai peninggalan sejarah berupa bekas kerajaan
zaman dahulu. Dari situlah jiwa kemandirian dalam berdagangnya mulai tumbuh.
c.
Pengalaman sebagai karyawan dari pengusaha Khadijah
Sekitar usia 20-25 tahun, nabi Muhammad menunjukkan jiwa
kewirausahaannya yang tangguh. Hal tersebut terbukti karena beliau mendapatkan
kepercayaan dari Khadijah binti Khuwalid dalam menjalankan perniagaannya di
negeri Syam. Dengan kejujuran dan kesopanan yang beliau miliki saat itu,
perdagangan atau perniagaan yang beliau lakukan saat itu sangat sukses dan
mendapatkan keuntungan yang sangat besar. Dan dalam menghadapi persaingan dari
pedagang lain beliau hadapi dengan jujur dan sopan.
2.
Membangun Ekonomi Keluarga
Usia 25 tahun, nabi menikah dengan Khadijah. Beliau
menjalankan bisnisnya dan berkembang pesat sampai keberbagai negara seperti
Yaman, Oman dan Bahrain. Beliau tetap menggunakan prinsip jujur dan sopan
santun dalam meneruskan bisnisnya. Rumah tangga beliaupun tergolong memiliki
perekonomian yang mapan dan sejarah mencatat, setelah nabi diangkat menjadi
Rasul pada umur 40 tahun, semua hartanya digunakan untuk biaya dakwah. Nabi
Muhammad berhasil membangun perekonomian keluarganya dengan cemerlang sebelum
usia 40 tahun.
3.
Membangun Ekonomi dan Perdagangan Umat
Setelah Nabi Muhammad saw diangkat menjadi rasul dan
melaksanakan dakwahnya dimakah selama 13 tahun, kemudian ke Yasrib atau
Madinah, tiba pada tanggal 12 rabiul awal tahun 1 hijriyah, disamping sebagai
rasul beliau juga sebagai kepala pemerintah di Madinah, maka beliau mulai
membangun dan menetapkan berbagai kebijakan antara lain:
a.
Membangun masjid nabawi sebagai tempat beribadah,
berkumpul dan berinteraksi dan juga sebagai tempat pertama kali untuk sholat
jum’at.
b.
Membangun keharmonisan umat dengan konsep ukhuwah islamiyah
berupa mempersatukan kaum muhajirin dan anshor sehingga terjadi ta’awun (tolong
menolong) diantara mereka.
c.
Membangun perekonomian dan perdagangan dengan membangun
pasar Baqi al zubair, menetapkan timbangan dan takaran agar tidak merugikan
antara pembeli dan penjual, dan menetapkan standar dirham dan dinar sebagai
alat tukar yang sah.[1]
B.
PEMBANGUNAN
EKONOMI UMAT DI MADINAH
Sebelum Nabi Muhammad hijrah, kota
Madinah dikenal dengan nama Yasrib. Penduduknya terdiri atas suku bangsa Arab dan Yahudi. Dari segi
ekonomi maupun politik, penduduk Yahudi memiliki posisi yang paling kuat di
antara penduduk Yasrib yang lain. Bahkan, mereka pernah menguasai bidang
politik di sana. Kondisi ekonomi muslimin setelah hijrahnya Rasulullah,
tepatnya sesudah lahirnya Piagam Madinah.[2]
Dilihat dari komunitas sosialnya,
penduduk Madinah sangat heterogen. Secara keseluruhan, penduduk Madinah terdiri
atas sebelas kelompok. Delapan kelompok berasal dari bangsa Arab. Adapun yang
peling dominan di antara mereka adalah klan (suku) Khazraj dan Aus yang berasal
dari Arab bagian selatan. Mereka adalah masyarakat yang menguasai lahan
pertanian di Madinah. Masih ada tiga kelompok kecil asing yang tinggal di
Madinah. Mereka terdiri atas suku Nadir, Qainuqa, dan Quraizhah yang sebagian
besar adalah kaum Yahudi. Mereka lebih menguasai dunia perdagangan karena
mereka tinggal di pusat pemukiman Madinah.
Pada tahun-tahun awal sejak
dideklarasikan sebagai sebagai sebuah Negara, Madinah hamper tidak memiliki sumber
pemasukan ataupun pengeluaran Negara. Seluruh tugas Negara dilaksanakan kaum
muslimin secara gotong-royong dan sukarela. Untuk memenuhi kebutuhan hidup diri
dan keluarganya, mereka memperoleh pendapatan dari berbagai sumber yang tidak
terikat. Rasulullah tidak memperoleh
gaji dari Negara atau masyarakat, kecuali hadiah-hadiah kecil yang umunya
berupa bahan makanan. Tamu-tamu yang datang menemui Rasulullah, kebanyakan
adalah orang miskin, yang kemudian diberi makanan, juga pakaian. Ketika tidak
mempunyai uang, biasanya Bilal meminjam uang dari orang Yahudi kemudia
dibayarkan oleh Rasulullah SAW. Dalam beberapa hal, Rasulullah juga membiayai
perjalanan mereka dan memberi berbagai hadiah.
Pada tahun kedua Hijriah, turunnya
surat Al-Anfal (Rampasan Perang), yang menentukan tata cara pembaian harta ghanimah.
Pada tahun ini pula, Allah SWT. Mewajibkan kaum muslim menunaikan zakat
fitrah pada setiap bulan Ramadhan. Pada tahun kesembilan Hijriah, Allah SWT.
menurunkan ayat yang mengatur alokasi pengeluaran zakat. Pada tahun keenam
Hijriah, Rasulullah menerapkan jizyah, yakni pajak yang dibebankan
kepada orang-orang nonmuslim, khususnya ahli ktab, sebagai jaminan perlindungan
jiwa, kebebasan menjalankan ibadah, serta pengecualian dari wajib militer.
Rasulullah juga menerapka system kharaj yakni pajak tanah yang dipungut
dai kum non muslim ketika wilayah Khaibar ditaklukkan. Juga pajak ushr, yaitu
pajak bea import yang dikenakan kepada semua pedagang dan dibayar hanya sekali
dalam setahun serta hanya berlaku terhadap barang-barang yang bernilai lebih
dari 200 dirham.[3]
Madinah merupakan negara yang baru terbentuk yang tidak memiliki harta
warisan sedikit pun. Hal ini merupakan implikasi nyata dari kehidupan
masyarakat madinah dimasa lalu yang selalu dihiasi oleh berbagai peperangan
antar suku yang tidak pernah berhenti, hingga islam hadir di tengah-tengah
mereka. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kondisi masyarakat Madinah masih
sangat tidak menentu dan memperhatinkan. Oleh kareana itu, Rasulullah memikirkan
jalan untuk mengubah keadaan secara perlahan-lahan dengan mengatasi berbagai
masalah utama pada faktor keuangan. Dengan hal ini, strategi yang dilakukan
oleh Rasulullah dengan melakukan langkah-langkah sebagai berikut.
a.
Membangun masjid
Selain menjadi tempat ibadah, masjid yang
kemudian hari dikenal sebagai Masjid Nabawi ini juga berfungsi sebagai Islam
Centre. Seluruh aktifitas kaum Muslimin dipusatkan di tempat ini, mulai
dari tempat pertemuan para anggota parlemen, sekretariat negara, mahkamah
agung, makras besar tentara, pusat pendidikan dan pelatihan para juru kdakwa,
hingga baitul mal.
b. Merehabilitas Kaum Muhajir
Kaum muslim yang melakukan hijrah pada masa
ini berjumlah sekitar 150 keluarga, baik yang sudah tiba di Madinah maupun yang
masih dalam perjalanan, dan berada dalam kondisi yang memperhatinkan karena
hanya membawa sedikit perbekalan.
c. Membuat Konstitusi Negara
Tugas berikutnya yang dilakukan Rasulullah
adalah menyusun Konstitusi Negara yang menyatakan tentang kedaulatan Madinah
sebagai sebuah negara. Pemerintah menegaskan tentang hak, kewajiban dan
tanggung jawab setiap warga negara, baik muslim maupun non-muslim. sesuai
dengan prinsip-prinsip Islam, orang dilarang melakukan berbagai aktivitas yang
dapat mengganggu stabilitas manusia dalam alam. Dalam kerangka ini, Rasulullah
Saw melarang setiap individu memotong rambut, menebang pohon atau membawa masuk
senjata untuk tujuan kekerasan ataupun peperangan disekitar kota Madinah.
d. Meletakan Dasar-dasar Sistem Keuangan Negara
Rasulullah meletakan dasar-dasar sistem
keuangan negara sesuai dengan ketentuan-ketentuan Al-quran. Seluruh paradigma berpikir di bidang ekonomi serta aplikasinya dalam
kehidupan sehari-hari yang tidak sesuai dengan ajaran Islam dihapus dan
digantikan dengan paradigma baru yang sesuai dengan nilai-nilai Qur’an.[4]
C.
KEADILAN
EKONOMI DALAM PIAGAM MADINAH
Dalam kehidupan ekonomi, prinsip
tolong menolong menjadi hal yang penting untuk membangun kebersamaan maupun
persaudaraan yang harmonis sntar masyarakat Madinah. Nabi Muhammad saw. melalui
Piagam Madinah mencoba untuk mengganti tatanan masyarakat Madinah yang
cenderung tidak peduli terhadap kelompok lemah. Bahkan, dalam pasal 11 Piagam
Madinah disebutkan:
“Bahwa orang-orang mukmin tidak
boleh membiarkan seseorang diantara mereka menanggung beban utang dan beban
keluarga yang wajib diberi nafkah, tetapi hendaklah mereka membantunya dengan
cara yang baik dalam membayar diat.”
Selanjutnya,
dalam pasal 15 juga dijelaskan:
“Dan sesunggunya perlindungan Allah
itu satu. Dia melindungi mereka yang lemah. Sesungguhnya orang-orang mukmin
sebagian mereka adalah penolong atau pembela terhadap sebagian yang lain, bukan
golongan yang lain.”
Ketetapan pada pasal 11 ditunjukan
secara khusus untuk orang-orang mukmin yang kaya agar membantu ekonomi mukmin
yang kaya agar membantu ekonomi mukmin yang lemah. Dengan kebijakan ini akan
tercipta hubungan yang harmonis antara golongan orang-orang mukmin, baik yang
berekonomi kuat dengan yang beronomi lemah sehingga komunitas musliman pun kian
kukuh.
Untuk melaksanakan kebijakan di
atas, kaum Ansar sangat peduli terhadap kaum Muhajirin dengan memberi bantuan,
misalnya berwujud tempat tinggal. Ada juga yang berbentuk usaha, seperti
berdagang ataupun bertani. Kaum lemah selain golongan Muhajirin dan Ansar yang
telah menyatakan dirinya masuk Islam dan menetap di Madinah, juga diberi
bantuan.
Pada pasal 15 dijelaskan tentang
hubungan antara sesame mukmin yang lebih bersifat umum. Tidak hanya terbatas
pada urusan materi. Mukmin yang kaya harus menjadi penolong bagi mukmin yang
lemah dan teraniaya. Seperti diceritakan dari Safwan al-Muhriz bahwa Rasulullah
saw. pernah bersabda; “Seorang muslim adalah saudara dengan sesame muslim
sehingga tidak menganiaya dan membiarkannya. Barang siapa yang mau memenuhi
kebutuhan saudaranya, Allah akan (membalas) memenuhi kebutuhannya. Barang siapa
yang melapangkan satu kesulitan dari seorang muslim, Allah pun akan melapangkan
satu kesuliran dari beberapa kesulitan pada hari kiamat……” (HR. Bukhari). [5]
Beberapa kebijakan yang ditetapkan Nabi
Muhammad saw itu, terdapat suatu kebijakan yang terkait persoalan ekonomi dan
perdagangan yang didasarkan atas pengalaman yang diperoleh beliau selama
bertahun-tahun sebagai pelaku ekonomi dan perdagangan. Dalam hal ini islam mengatur bagaimana caranya agar terpilih dan
menguntungkan begi seseorang itu dilakukan dengan benara atau tidak batil.
Begitu pula jika seseorang iyu melakukan perdagangan dan mendapatkan untung
besar, kegiatannya dilakukan dengan cara yang benar atau tidak batil. Tijarah atau Bal’ yaitu perekonomian atau perdagangan yang dibangun
Rasulallah saw sebagaimana diajarkan Allah swt dalam al-quran adalah berprinsip
sebagai berikut:
a. Melarang memakan harta dengan cara batil (termasuk didalamnya adalah
perekonomian dan perdagangan yang dilakukan dengan batil).
b. Melaksanakan perdagangan atas dasar ‘an taradin atau kerelaan (suka sama
suka).
c. Mencatat (akuntansi) dalam kegiatan perdagangan.
Adapun perekonomian dan perdagangan yang dilakukan secara batil ada 6
macam, yakni: Riba, talaqqi rukban, bal’ najasy, tadllis, garar, dan ihtikar.
Penjelasan secara singkat dari ke enam tersebut sebagai berikut.
Riba artinya bertambah yang cenderung merugikan. Al-quran
melarang keras pemakai riba dan menggolongkan penghuni neraka yang kekal
didalamnya(QS. Al-Baqarah/2:275).
Talaqqi Rukban artinya upaya pedagang dengan cara menghadang pedagang
desa yang membawa barang dagangannya belum sampai di pasar.
Bal’ Najasy artinya pengecohan dalam berdagang dalam menawarkan
barang dagangannya.
Tadllis artinya transaksi yang mengandung suatu hal yang tidak
diketahui oleh pembeli maupun penjual(salah satu pihak).
Garar artinya jual beli yang mengandung ketidak jelasan atau
ketidakpastian antara penjual maupun pembeli(kedua belah pihak).
Ihtikar artinya spekulasi pedagang untuk mendapatkan keuntungan
yang besar diatas keuntungan normal atau menjual sedikit barang dengan
keuntungan yang tidak wajar.
Dari penjelasan di atas, kita tahu bahwa Nabi Muhammad saw berusaha
membangun masyarakat melalui ekonomi dan perdagangan yang sehat, artinya tidak
merugikan pihak manapun, sehingga semua pihak diuntungkan.[6]
D.
PRINSIP-PRINSIP
EKONOMI YANG DIBANGUN NABI MUHAMMAD SAW.
Pada tahu kedua Rasulullah mulai
menetapkan kewajiban mengeluarkan zakat untuk setiap umat muslim sehingga
beliau juga menetapkan secara khusus para petugas pemungutnya. Selanjutnya
lembaga keuangan juga mulai dibentuk. Lembaga ini dikenal dengan “Baitul Mal
az-Zakat”. Selain mengelola harta zakat untuk dimanfaatkan serta dibagikan
kepada yang berhak, lembaga ini juga mengelola kekayaan dari harta rampasan
perang, misalnya hasil rampasan setelah berlangsungnya Fathul Makkah.
Berkaitan dengan pembagian kekayaan,
khususnya tentang harta rampasan perang telah dijelasakn dalam beberapa hadis.
Dalam salah satu hadis riwayat Bukhari diceritakan bahwa ketika kaum Muhajirin
datang ke Madinah, mereka pada awalnya tidak membawa apa-apa. Kaum Ansar,
sebagai pemilik tanah kemudian membagi hasil pertanian mereka demi menjamin
kelangsungan hidup kaum Muhajirin. Tidak lama kemudian setelah terjadinya
Perang Khaibar, kaum Muhajirin dapat mengembalikan pemberian kaum Ansar
tersebut. Kondisi ini merupakan efek langsung dari pengelolaan zakat yang
tepat. Mislanya dalam hal penyaluran harta kekayaan kepada yang berhak. Selain
itu, juga disebabkan oleh usaha Rasulullah yang sangat baik dalam menata
kehidupan ekonomi, khususnya perdagangan.
Para sahabat Muhajirin yang memiliki
jiwa wirausaha selagi di Mekah, juga melanjutkan kegiatan bisnisnya di Madinah.
Dengan pengalamannya, mereka langsung menunjukkan kepiawiannya dalam menawarkan
dagangannya, meskipun tidak di negerinya sendiri. Dalam berbisnis, mereka juga
memiliki kepribadian yang baik, tidak suka menghalalkan segala cara, dan tetap
berpegang pada nilai-nilai Islam. Mereka meninggalkan praktik bisnis kurang
terpuji yang telah berlangsung umum di tanah Arab. Misalnya, dengan menipu,
mengurangi takaran dan timbangan, melakukan monopoli, dan meninjamkan unag
dengan system riba.
Sebelum Islam datang, praktik kerja
sama masyarakat telah bejalan, seperti usaha jual beli, sewa-menyewa,
pinjam-meminjam, dan lainnya. Akan tetapi, usaha mereka sering kurang adil
karena hanya menguntungkan salah satu pihak. Oleh karena itu, Rasulullah
menetapkan aturan-aturan tersebut antara lain sebagai berikut.
1.
Larangan
menjual sesuatu yang belum jelas keadaan barangnya atau karena masih dalam
penawaran orang lain.
2.
Perintah
untuk menjual barang di pasar atau tempat perdagangan.
3.
Perintah
bahwa jual beli hanya berlaku jika terdapat akad yang jeasl antara pihak
penjual dengan pembeli.
4.
Larangan
menaikkan harga barang yang sangat tinggi dan diputuskan secara sepihak.
5.
Menghukumi
haram pada praktik penimbunan barang.
6.
Larangan
mengambil keuntungan yang berlipat.
Di antara ppara sahabat yang sukses
dalam bidang ekonomi dan perdagangan sebagi berikut.
a.
Abu
Bakar as-Siddiq r.a
b.
Umar
bin Khattab r.a
c.
Usman
bin Affan r.a
d.
Zubair
bin Awwan r.a
e.
Abdurrahman
bi Auf r.a
Selain banyak sahabat yang memilii
kekayaan berlimpah, kehidupan muslimin pada umumnya semain berkecukupan. Kaum
muslimin pada zaman Rasulullah tetap hidup sederhana. Mereka tidak suka
bermewah-mewahan. Mereka menggunakan harta bendanya sebagai sarana ibadah
kepada Allah, misalnya untuk bersedekah kepada yang berhak dan mendukung dakwah
agama Islam.[7]
Prinsip pokok tentang kebijakan
ekonomi Islam yang dijelaskan Al-Qur’an yang diajarkan oleh Muhammad SAW.
sebagai berikut.
1.
Allah
STW. Adalah penguasa tertinggi sekaligus pemilik absolut seluruh alam semesta.
2.
Manusia
hanyalah khalifah Allah SWT. Di muka bumi, bukan pemilik yang sebenarnya.
3.
Semua
yang dimiliki dan didapatkan manusia adalah atas rahmat Allah SWT. Oleh karena
itu, manusia yang kurang beruntung mempunya ha katas sebagian kekayaan yang
dimiliki saudaranya.
4.
Kekayaan
harus berputar dan tidak boleh ditimbun.
5.
Eksploitasi
ekonomi dalam segala bentuknya, termasuk riba, harus dihilangkan.
6.
System
warisan diterapkan sebagai media redistribusi kekayaan yang dapat mengeliminasi
berbagai konflik individu.
7.
Menetapkan
berbagai bentuk sedekah, baik yang bersifat wajib maupun sukarela.
8.
Penetapan
sewa pada zaman Rasulullah SAW. memperoleh perhatian besar dalam rangka menjaga
dan melindungi hak-hak petani penggarap dalam penentuan sewa.
9.
Baitul
Mal. Yakni semua hasil pengumpulan Negara
harus dikumpulkan terlebih dahulu kemudian dibelanjakan sesui dengan kebutuhan
Negara.
10.
Harta
yang merupakan sumber pendapatan Negara disimpan di masjid dalam jangka waktu
singkat untuk kemudian didistribusikan kepada masyarakat hingga tidak tersisa
sedikitpun.[8]
Sistem ekonomi yang diterapkan oleh Rasulullah Saw, berakar dari
prinsip-prinsip Qur’an . AL-qur’an yang merupakan sumber utama ajaran Islam
telah menetapkan berbagai aturan sebagai hidayah (petunjuk) bagi umat manusia
dalam melakukan aktivitas di setiap aspek kehidupannya, termasuk dibidang
ekonomi Islam yang dijelaskan Al-quran sebagai berikut.
a. Allah Saw. adalah penguasa tertinggi sekaligus pemilik
absolut seluruh alam semesta.
b. Manusia hanyalah khalifah Allah Saw. Dimuka bumi, bukan pemilik
segalanya.
c. Semua yang dimiliki dan didapatkan manusia adalah atas rahmat Allah Saw.
Oleh karena itu, manusia yang kurang beruntung mempunyai hak atas sebagian kekayaan yang dimiliki
saudaranya.
d. Kekayaan harus diputar dan tidak boleh ditimbun.
e. Eksploitasi ekonomi dalam segala bentuknya, termasuk riba, harus
dihilangkan.
f. Menerapkan sistem warisan sebagai media redistribusi kekayaan yang dapat
mengeliminasi berbagai konflik individu.
g. Menetapkan berbagai bentuk sedekah, baik yang bersifat wajib maupun
sukarela, terhadap para individu yang memiliki harta yang banyak untuk membantu
para anggota masyarakat yang tidak mampu.
Sumber-sumber
pendapatan Negara pada masa Rasulullah
Dari kaum muslimin
|
Dari kaum non muslimin
|
Umum (primer dan skunder)
|
1.
Zakat
2.
Ushr (5-10%)
3.
Ushr (2,5%)
4.
Zakat fitrah
5.
Wakaf
6.
Amwal Fadhilah
7.
Nawaib
8.
Sedekah lain
9.
Khums
|
1.
Jizyah
2.
Kharaj
3.
Ushr (5%)
|
1.
Ghanimah
2.
Fai
3.
Utang Tebusan
4.
Pinjaman dari kaum Muslimin atau non-Muslim
5.
Hadiyah dari pemimpin atau pemerintahan negara
lainnya
|
Sumber pengeluaran Negara pada masa
pemerintahan Rasulullah saw.
Primer
|
Skunder
|
1.
Biaya pertahanan seperti persenjataan, unta dan
persediaan
2.
Penyaluran zakat dan ushr kepada yang berhak
menerimanya menurut ketentuan al-Qur’an, termasuk para pengumut zakat.
3.
Pembayaran gaji untuk wali, Qadi, guru, imam,
muadzin, dan pejabat negara lainnya.
4.
Pembayaran upah para sukarelawan.
5.
Pembayaran utang negara.
6.
Bantuan untuk musafir (dari daerah fadak).
|
1.
Bantuan untuk orsng yang belajar agama di Madinah
2.
Hiburan untuk para delegasi keagamaan
3.
Hiburan untuk para utusan suku dan negara serta
biaya perjalanan mereka.
4.
Hadiah untuk pemerintah negara lain.
5.
Pembayaran untuk pembebasan kaum muslim yang
menjadi budak.
6.
Pembayaran denda atas mereka yang terbunuh secara
tidak sengaja oleh pasukan kaum muslimin.
7.
Pembayaran utang orang yang meninggal dalam
keadaan miskin.
8.
Pembayaran tunjangan untuk orang miskin.
9.
Tunjangan untuk sanak saudara Rasulullah.
10. Pengeluaran rumah tangga Rasulullah saw (hanya sejumlah kecil, 80 butir
kurma dan 80 butir gandum untuk setiap istrinya)
|
Baitul mal
berasal dari kata “bayt” dalam
bahasa Arab berarti rumah, dan “Al-Mal” berarti harta. Secara etimologis “Baitul
Mal” berarti Khazinatul Mal tempat untuk mengumpulkan atau meyimpan
harta. Adapun secara terminologis adalah suatu lembaga atau pihak yang
mempunyai tugas khusus menangani segala harta umat, baik berupa pendapatan
maupun pengeluaran Negara. Pada masa Rasulullah Saw. Baitul Mal belum memiliki diwan-diwan tertentu, walaupun
beliau telah mengangkat para penulis (katib) yang bertugas mencatat
harta. Pada saat itu beliau mengangkat Muaiqib bin Abi Fatimah ad-Dawsi sebagai
penulis harta ghanimah; Zubair bin Awwam sebagai penulis harta zakat; Hudzaifah
bin Yaman sebagai penulis taksiran panen hasil pertanian Hijaz; Abdullah bin
Rawahah sebagai penulis taksiran panen hasil pertanian Khaibar; Mughirah bin
Syu,bah sebagai penulis utang-piutang dan muamalat yang dilakukan Negara;
Abdullah bin Arqom sebagai penulis urusan masyarakat yang berkenaan dengan
kepentingan-kepentingan kabilah-kabilah mereka dan sumber-sumber air mereka.
Merekalah orang-orang pertama yang menjadi kepercayaan Rasulullah SAW.[10]
E.
KETELADANAN
NABI MUHAMMAD SAW. DAN SAHABAT DI MADINAH
Kusus dalam bidang ekonomi dan
perdagangan, para sahabat selalu berpedoman pada ajaran Al-Qur’an dan hadis
Rasulullah. Dalam ayat-ayat Al-Qur’an banyak disinggung tentang kegiatan
ekonomi. Misalnya ayat yang memerintahkan kita untuk menikmati karunia Allah
secara baik. Salah satu ayatnya sebagai berikut.
كلوا واشربوا من رزق الله و لا تعثوا في
الارض مفسدين (60)
Artinya:......Makan
dan minumlah dari rezeki (yang diberikan) Allah, dan janganlah kamu melakukan
kejahatan di bumi dengan melakukan kerusakan. (Q.S. al-Baqarah [2]: 60)
Beberapa hal yang dapat kita teladani dari
kehidupan Nabi Muhammad saw. dalam kegiatan ekonomi dan perdagangan di Madinah
sebagai berikut
1.
Anjuran Sebagai Mukmin
yang Kuat. Setiap muslim dianjurkan untuk berusaha keras agar bisa hidup
mandiri dan tidak tergantung kepada orang lain.
2.
Anjuran Mencari Rezeki
yang Halal dan Baik. Yaitu rezeki yang kita peroleh dengan usaha-usaha yang tidak
melanggar syariat dan bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain.
3.
Larangan Menjadi
Peminta-minta. Kita dilarang meminta-minta dengan tujuan memperkaa diri. Dalam
hadis yang lain juga dijelaskan bahwa pemberian lebih mulia daripada
peminta-minta.
4.
Anjuran Menjadikan
Harta sebagai Sarana Ibadah. Kesejahteraan ekonomi seseorang dapat berpengaruh
pada kehidupan keimanannya.[11]
Meneladani perjuangan Nabi Muhammad saw.
dan para sahabat di Madinah.
1. Nabi Muhammad saw.
a. Nabi selalu sidiq (benar, jujur), amanah
(dapat dipercaya), tablig (menyampaikan), dan fathonah (cerdas).
b. Sangat dermawan
c. Selalu mengabulkan permintaan orang lain.
d. Bersikap bijak
e. Pemberani
f. Tempat berlindung para sahabat
g. Sebagai teladan sepanjang masa
2. Para Sahabat
a. Abu Bakar
1) Berkemauan keras, tidak mudah putus asa
2) Sikapnya terpuji, pemaaf, dermawan, dan
rendah hati.
3) Bijaksana, terbuka terhadap rakyatnya.
4) Penuh kasih sayang kepada fakir miskin dan
sesame.
5) Setia mendampingi Nabi Muhammad saw. ketika
berdakwah.
b. Umar bin Khatab
1) Cerdas, pemberani.
2) Setia mendampingi Nabi Muhammad saw. ketika
berdakwah.
3) Tegas, teguh pendirian, dan bijaksana.
4) Sangat memperhatikan rakyat kecil.
5) Sangat sederhana pola hidupnya.
6) Bersikap adil, bangsawan yang dermawan.
7) Penuh kasih sayang kepada rakyatnya.
c. Usman bin Affan
1) Bangsawan yang dermawan.
2) Bersikap lemah lembut dan kasing sayang.
3) Satiap hari jumat memerdekakan 1 budak.
4) Sangat memperhatikan kepentingan rakyatnya.
d. Ali bin Abi Thalib
1) Sangat dermawan.
2) Sangat cerdas, tegas, dan pemberani.
3) Ahli di bidang Nahwu Saraf.
4) Teguh pendirian.[12]
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
1.
Sejarah
Nabi Muhammad saw. dalam Membangun Ekonomi. Rasulullah telah berpengalaman
sebagai pelaku ekonomi dan perdagangan. Beliau sedari kecil telah menggembala
kambing, ikut berdanagan dengan pamannya, dan menjadi mitra dagang dengan
Khadijah. Rasulullah juga membangun ekonomi keluarga dengan baik, yaitu dengan
bekerja sama dengan istrinya Khadijah.
2.
Pembangunan
Ekonomi Umat Islam di Madinah. Berubahnya madinah menjadi kota baru
mengharuskan terjadinya tatanan pemeerintahan yang baru. Juga factor hijrahnya
orang Makah ke Madinah dengan meninggalakan harta bendanya, menjadikan ekonomi
bagian yang penting untuk dibangun. Beberapa uaya Rasulullah dalam membangun
ekonomi seperti pembentukan baitul mal, pembayaran pajak bagi non
muslim, saling tolong menolong antara masyarakat Madinah, dan pembagain harta
rampasan perang, dan masih banyak lagi.
3.
Keadilan
Ekonomi Dalam Piagam Madinah diwujudkan dalam beberapa pasal dalam Piagam
Madinah, yang didalamnya berisi bahwa masyarakat harus saling tolong menolong.
Kaum Anshar yang memiliki banyak harta wajib membantu kaum Muhajirin dari Meka
yang tidak memiliki harta. Dengan begitu kaum Muhajirin dan Ansar sama-sama
memiliki kehidupan yang layak.
4.
Prinsip-Prinsip
Pembangunan Ekonomi di Madinah, diantaranya: Larangan menjual sesuatu yang
belum jelas keadaan barangnya atau karena masih dalam penawaran orang lain, Perintah
untuk menjual barang di pasar atau tempat perdagangan, Perintah bahwa jual beli
hanya berlaku jika terdapat akad yang jeasl antara pihak penjual dengan
pembeli, Larangan menaikkan harga barang yang sangat tinggi dan diputuskan
secara sepihak, Menghukumi haram pada praktik penimbunan barang, dan Larangan
mengambil keuntungan yang berlipat.
5.
Keteladanan
Muhammad saw. dan Sahabat Dalam Membangun Ekonomi di Madinah, diantaranya:
jujur, dermawan, memperhatikan rakyat kecil, tidak mudah putus asa, dan
pemberani.
B.
SARAN
Dengan makalah ini diharapkan
menjadi bekal bagi mahasiswa apabila telah terjun menjadi guru nantinya.
Sehingga wawasan dan informasi yang disampaikan kepada peserta didik bisa luas
dan tidak terikat hanya pada diktat.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Boedi.
2010. Peradaban Pemikiran Ekonomi Islam. Bandung:Pustaka
Setia
Aziz, Abdul dan Ulfah,
Mariyah.
2010. Kapita
Selekta Ekonomi Islam Kontemporer. Bandung:Alfabeta
Karim, Adiwarman Azwar.
2012. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Jakarta : PT Raja Grafinda Persada
Karwadi. Bararah, Umi.
Sukiman. Dan Sutrisno. 2010. Pendidikan Agama Isalm Untuk SMP. Jakarta:Cempaka Putih
Loso. Samroni. dan
Mulyadi. 2011. Pendidikan Agama Islam untuk SMP Kelas VIII. Jakarta:Pusat
Kurikulum dan Perbukuan
Suryanto dan
Bahron. 2010. Pendidikan Agama Islam Untuk
SMP Kelas VIII. Jakarta:Pusat Kurikulum dan Perbukuan
[1]
Suryanto dan
Bahron. Pendidikan
Agama Islam Untuk SMP Kelas VIII. Jakarta:Pusat
Kurikulum dan Perbukuan. 2010. Hlm. 109-110
[4] Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Jakarta : PT Raja Grafinda Persada. 2012. Hlm. 22-27.
[5] Ibid., Kawadi, dkk. Hlm.100-107
[7] Ibid., Karwadi, dkk. Hlm.101-103
[9] Ibid., Adiwarman Azwar Karim.
Hlm. 36-53
[10] Abdul Aziz dan Mariyah Ulfah. Kapita Selekta Ekonomi Islam Kontemporer. Bandung:Alfabeta.
2010. Hlm.110-111
[11] Ibid.,Karwadi. Hlm.104-108
[12] Loso, dkk. Pendidikan Agama
Islam untuk SMP Kelas VIII. Jakarta:Pusat Kurikulum dan Perbukuan. 2011. Hlm.
96-97