CITRA GURU PROFESIONAL
Tugas
ini disusun untuk memenuhi tugas
”Etika dan Profesi Keguruan”

Dosen Pengampu:
Nur Rahmi, M.P.dI.
Disusun oleh :
Dandi
Alvianto 210317232
Danu
Sasongko 210317309
Mualifah
Khoirunnisa 210317316
Kelas/Semester: PAI J/6
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS
TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PONOROGO

KATA PENGANTAR
Ucapan syukur tidak terhingga kepada Allah SWT. yang atas nikmat dan
rahmatNYa, penulisan makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Ucapan
terimakasih juga kepada teman-teman dan keluarga yang menjadi tim dalam
penulisan makalah ini. Berkat dukungan moril dan juga materi dari semua pihak
makalah ini dapat diselesaikan.
Makalah berjudul “Citra Guru Profesional” ini ditulis untuk memenuhi
tugas mata kuliah “Etika Dan Profesi Keguruan”. Dalam makalah ini kita mendapat
gambaran bagaimana citra seorang guru di tengah-tengah masyarakat. Bagaiamana
seorang guru digambarkan dalam benak masyarakat. Dan juga bagaimana perubahan
citra guru dari zaman ke zaman.
Beribu maaf turut kami ucapkan
atas banyak kurang sempurnanya makalah kami. Sedikit yang dapat bermanfaat
semoga menjadi ilmu yang bermanfaat bagi kami semua. Dan kekurangan di dalamnya
semoga menjadi pembelajaran dan perbaikan bagi semua kelak.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Profesi sebagai seorang guru merupakan profesi yang mulia. Karena seorang
guru berperan membentuk peradaban bangsa, mendidik generasi penerus bangsa dan
dari usahanya dalam mengajar generasi penerus yang gemilang dilahirkan.
Di masa perkembangan zaman yang ditandai dengan begitu pesatnya kemajuan
teknologi, peran dan fungsi guru menjadi berubah. Peran dan fungsinya tidak
lagi hanya menyalurkan ilmu pengetahuan tetapi juga memberikan nilai-nilai pada
kehidupan siswa.
Tugas dan peran dungsi guru tersebut menuntut guru untuk menguasai beberapa
kompetensi agar melahirkan siswa yang sesuai harapan. Maka figur guru
profesional menjadi hal yang perlu diperhatikan. Seorang guru harus memenuhi
beberapa kriteria untuk menjadi guru profesional sesuai dengan harapan
masyarakat.
Guru profesional yang sesuai harapan masyarakat memberi gambaran baru citra
seorang guru. Citra seorang guru berubah sesuai dengan perubahan peran dan
fungsi guru seagai tenaga pendidik. Munculnya citra guru juga dipengaruhi oleh
anggapan masyarakat terhadapnya, perubahan anggapan masyarakat terhadap guru
merubah juga citra guru di mata masyarakat.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Citra Guru Profesional
2. Citra Guru Dalam Masyarakat Tradisional
3. Citra Guru Dalam Masyarakat Modern
4. Faktor Yang Mempengaruhi Citra Guru
C. Tujuan Pembahasan
1. Mengetahui Pengertian Citra Guru Profesional
2. Mengetahui Citra Guru Dalam Masyarakat Tradisional
3. Mengetahui Citra Guru Dalam Masyarakat Modern
4. Mengetahui Faktor Yang Mempengaruhi Citra Guru
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Citra Guru Profesional
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
terdapat pengertian kata citra dan professional. Citra merupakan gambaran,
rupa, gambaran yang dimiliki mengenai orang banyak,
mengenai pribadi, organisasi atau produk, kesan mental yang ditimbulkan oleh
sebuah kata, fase atau kalimat dan merupakan unsur dasar yang khas dalam karya
prosa untuk evaluasi. Profesi merupakan pekerjaan yang dilandasi oleh
pengetahuan atau pendidikan tertentu. Profesional, berkenaan dengan pekerjaan,
berkenaan dengan keahlian, memerlukan kepandaian khusus untuk melaksanakannya,
mengharuskan citra adanya pembayaran untuk melakukannya. Profesionalisme merupakan kualitas, mutu dan
tindak tanduk yang merupakan suatu profesi.[1] Sehingga citra guru
profesional diartikan sebagai gambaran masyarakat terhadap pekerjaan seorang
guru. Citra seorang guru tersebut menggambarkan bagaimana pekerjaan, dan
kualitas pekerjaan seorang guru.
Guru merupakan ujung tombak pendidikan, karena guru memegang peranan yang
sangat penting terhadap peningkatan prestasi belajar peserta didik. sedangkan
citra guru mempunyai arti sebagai suatu penilaian yang baik dan terhormat
terhadap keseluruhan penampilan yang merupakan sosok pengembang profesi ideal
dalam lingkup fungsi, peran dan kinerja.[2] Citra guru erat kaitannya
dengan tugas, peran dan fungsi guru sebagai tenaga pendidikan. Maka citra guru
banyak terbentuk dan dioengaruhi dari tugas dan peran guru dalam mengajar
peserta didik.
Citra juga dapat diartikan sebagai suatu gambaran, rupa, gambaran yang
dimiliki mengenai orang banyak, dan juga citra guru berkembang dan berubah
sesuai dengan perkembangan dan perubahan konsep dan persepsi manusia terhadap
pendidikan dan kehidupan itu sendiri. Citra guru ini tercermin melalui beberapa
aspek penting yaitu:
1. Keunggulan mengajar
2. Memiliki hubungan yang harmonis dengan peserta didik, dan
3. Memiliki hubungan yang harmonis pula terhadap sesama teman seprofesi dan
pihak lain baik dalam sikap maupun kemampuan profesional.[3]
Citra guru tidak hanya bersal dari masyarakat terhdap guru, tetapi juga
dari sudut pandang peserta didik. Dari sudut pandang peserta didik, citra guru
ideal adalah seseorang yang senantiasa memberi motivasi belajar yang mempunyai
sifat-sifat keteladanan, penuh kasih sayang, serta mampu mengajar di dalam
suasana yang menyenangkan.[4]
Citra guru berkembang dan berubah sesuai dengan perkembangan dan perubahan
konsep dan persepsi manusia terhadap pendidikan dan kehidupan itu sendiri.
Dalam hal ini profesi guru pada mulanya dikonsep sebagai kemampuan memberi dan
mengembangkan pengetahuan peserta didik. Namun, akhir-akhir ini konsep,
persepsi, dan penilaian terhadap profesi guru mulai bergeser.[5] Perubahan citra guru
profesional juga banyak dipengaruhi oleh perubahan yang terjadi di masyarakat.
Seiring berkembangnya tugas, tuntutan, dan peran guru dalam pendidikan turut
merubah citra guru sebagai pendidik di benak masyarakat.
B. Citra Guru Dalam Masyarakat Tradisional
Perbedaan zaman dahulu dan sekarang membawa citra yang berbeda terhadap
guru. Zaman dahulu citra guru masih banyak dipengaruhi oleh arti kata dari guru
tersebut. Masyarakat beranggapan bahwa guru merupakan sesuatu yang dihormati
karena dipengaruhi oleh arti kata guru itu sendiri. Di dalam bahasa Sansekerta,
guru berarti yang dihormati. Rasa hormat ini sampai kini masih hidup di tangah
masyarakat tradisional/pedesaan. Meraka masih menaruh rasa hormat dan status
sosial yang tinggi terhadap profesi guru. Di kepulauan Sangihe, misalnya,
masyarakat menyebut guru pria dengan panggilan tuan, lengkapnya tuan gurum
suatu panggilan yang penuh rasa kagum dan hormat terhadap profesi guru.[6]
Masyarakat pedesaan umumnya menganggap profesi guru sebagai profesi orang
suci (saint) yang mampu memberikan pencerahan dan dapat mengembangakan
potensi yang tersimpan di dalam diri siswa. Selain itu sebagian besar
masyarakat tradisional memiliki mitos yang kuat bahwa guru adalah profesi yang
tidak pernah mengeluh gaji yang minim, profesi yang dapat dilakukan oleh siapa
saja dan profesi yang bangga dengan gelar pahlawan tanpa tanda jasa.[7]
Citra guru dalam pandangan masyarakat tradisional yaitu sebagai profesi
orang suci yang mampu memberi pencerahan dan dapat mengembangkan potensi yang
tersimpan dalam diri peserta didik.[8] Pada masyarakat
tradisional citra guru juga banyak dipengaruhi oleh ajaran agama, dimana guru
dianggap sebagai sosok suci yang banyak memberikan petunjuk dan pencerahan bagi
masyarakat. Guru pada masyarakat tradisional juga dianggap sebagai orang yang
paling mengetahui tentang berbagai hal, sehingga kepercayaan masyarakat
terhadap guru begitu tinggi.
Masyarakat memandang
guru adalah profesi yang harus dilandasi pengabdian.
Meskipun berat dan sering tidak seimbang dengan penghasilan yang diperolehnya,
guru harus selalu berpenampilan rapi, berwibawa, dan tidak menuntut
terlalu banyak.
Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa. Oleh karena itu, guru harus dapat menerima kenyataan
yang ada. Apabila ada guru yang menuntut untuk memperoleh pendapatan
yang lebih layak, tuntutan tersebut dianggap tidak tepat dilakukan
oleh guru. Oleh karena itu, siapapun yang berniat jadi guru harus
siap untuk hidup sangat sederhana. Akibatnya banyak generasi
muda yang berprestasi tidak tertarik dan tidak bangga menjadi guru ,mereka
lebih tertarik untuk menggeluti profesi lain yang lebih menjanjikan
bagi kehidupannya di masa depan.[9]
Selain itu sebagian besar masyarakat
tradisional memiliki mitos yang kuat bahwa guru adalah profesi yang tidak
pernah mengeluh dengan gaji yang minim, profesi yang dapat dilakukan oleh siapa
saja dan professional yang bangga dengan gelar pahlawan tanpa tanda jasa. Dalam
pandangan masyarakat tradisional, guru dianggap profesional jika anak sudah
dapat membaca, menulis dan berhitung, atau anak mendapat nilai tinggi, naik
kelas dan lulus ujian.[10] Namun pada masyarakat tradisional citra guru
hanya sebatas mampu mengetaskan buta huruf, dan tidak lebih. Sosok guru
diagungkan ketika mampu mengajarkan baca, tulis, dan hitung pada anak. Mirisnya
lagi karena telah terdoktrin bahwa guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa,
kesejahteraan guru sering terabaikan. Sehingga menjadi hal yang wajar apabila
guru mengajar dengan cuma-cuma atau gaji hanya seperlunya.
C. Citra Guru Dalam Masyarakat Modern
Berbeda dengan masyarakat tradisional, pada masyarakat modern citra guru
banyak dipengaruhi olrh tuntutan seorang sebagai guru profesional yang mampu
membentuk karakter peserta didik, dan tidak hanya membebaskan buta huruf. Guru
pada masyarakat modern dituntut untuk menguasai berbegai kemampuan dan
kompetensi demi mewujudkan keinginan masyarakat. Hal tersebut sedikit banyak
mempengaruhi citra guru sebagai tenaga pendidikan di lingkungan masyarakat
perkotaan.
Dalam pandangan masyarakat modern, guru belum merupakan profesi yang
profesional jika hanya mampu memmbuat murid membaca, menulis dan berhitung atau
mendapat nilai tinggi, naik kelas dan lulus ujian. Dimana masyarakat modern
menganggap kompetensi guru belum lengkap jika hanya dilihat dari keahlian dan
ketrampilan yang dimiliki melainkan juga dari orientasi guru terhadap perubahan
dan inovasi.[11]
Bagi masyarakat modern, eksistensi guru yang mandiri, kreatif, dan inovatif
merupakan salah satu aspek penting untuk membangun kehidupan bangsa. Meraka
secara berkelanjutan (sustainable) terus meningkatkan mutu diri dari
guru biasa ke guru yang baik dan terus berupaya meningkat ke guru yang lebih
baik dan akhirnya menjadi guru yang terbaik, yang mampu memberi inspirasi, ahli
dalam materi, memiliki moral yang tinggi dan menjadi teladan yang baik bagi
siswa.[12]
Memasuki abad
21, tugas guru tidak akan semakin ringan. Bangsa kita menyiapkan diri untuk
memiliki sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas.Salah satu faktor yang
harus diperhatikan dalam bidang pendidikan adalah ketidakpastian. Untuk itu
seseorang harus memiliki empat kemampuan, yaitu kemampuan antisipasi, kemampuan
mengena1i dan mengatasi masalah, kemampuan mengakomodasi, dan kemampuan
melakukan reorientasi.[13] Maka gurupun dituntut untuk menjadi
profesional atas pekerjaannya. Citra guru profesional yang inovatif, kreatif,
dan mampu membentuk nilai pada peserta didikpun dilekatkan pada guru yang
profesional. Masyarakat modern menganggap bahwa guru yang profesional adalah
guru yang memenuhi kriteria-kriteria tersebut. Banyaknya tuntutan, peran, dan
tugas guru sebagai pembentuk generasi bangsa tersebut membawa citra baru guru
di lingkungan masyarakat modern.
D. Faktor Yang Mempengaruhi Citra Guru
Menjadi seorang guru profesional adalah keniscayaan. Profesi guru juga
sangat lekat dengan integritas dan kepribadian, bahkan identik dengan citra
kemanusiaan. Ibarat sebuah laboratorium, seorang guru seperti ilmuwan yang
sedang bereksperimen terhadap nasib anak manusia dan juga suatu bangsa. Jika
seorang guru tidak memiliki integritas keilmuan dan personalitas yang mumpuni,
maka bangsa ini tidak akan memiliki masa depan yang baik.[14]
Di masyarakat tidak hanya berkembang citra guru yang positif. Di masyarakat
juga berkembang citra guru yang negatif yang membuat nilai guru di masyarakat
menjadi rendah. Citra guru positif manupun negatif dalam masyarakat tersebut
dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Rendahnya pengakuan masyarakat terhadap profesi guru yang mengakibatkan
rendahnya citra guru disebabkan oleh faktor berikut:
1. Adanya pandangan sebagian masyarakat, bahwa siapapun dapat menjadi guru
asalkan berpengetahuan
2. Kekurangan guru di daerah terpencil, memberikan peluang untuk mengangkat
seseorang yang tidak mempunyai keahlian untuk menjadi guru
3. Banyak guru yang belum menghargai profesinya, apalagi berusaha
mengembangkan profesinya itu. Perasaan rendah diri karena menjadi guru.
Secara rinci dari aspek guru rendahnya mutu guru menurut Sudarminta antara
lain tampak dari gejala-gejala berikut:
1. Lemahnya penguasaan bahan yang diajarkan.
2. Ketidaksesuaian antara bidang studi yang dipelajari guru dan yang dalam
kenyataan di lapangan yang diajarkan.
3. Kurang efektifnya cara pengajaran.
4. Kurangnya wibawa guru di hadapan murid.
5. Lemahnya motivasi dan dedikasi untuk menjadi pendidik yang sungguh-sungguh;
semakin banyak yang kebetulan menjadi guru dan tidak betul-betul menjadi guru.
6. Kurangnya kematangan emosional, kemandirian berpikir, dan keteguhan sikap
sehingga dari kepribadian mereka sebenarnya tidak siap sebagai pendidik;
kebanyakan guru dalam hubungan dengan murid masih hanya berfungsi sebagai
pengajar dan belum sebagai pendidik.
7. Relatif rendahnya tingkat intelektual para mahasiswa calon guru yang masuk
LPTK (Lembaga Pengadaan Tenaga Kependidikan) dibandingkan dengan yang masuk
Universitas.[15]
Faktor-faktor yang mempengaruhi citra guru yaitu:
1. Adanya pandangan sebagian masyarakat, bahwa siapapun dapat menjadi guru
asalkan ia berpengetahuan
2. Kekurangan guru di daerah terpencil, memberikan peluang untuk mengangkat
seorang yang tidak mempunyai keahlian untuk menjadi guru
3. Banyak guru yang belum menghargai profesinya, apalagi berusaha
mengembangkan profesinya itu. Perasaan rendah diri karena menjadi guru.[16]
Dari uraian di atas, diketahu rendahnya citra guru di masyarakat saat ini.
Untuk meningkatkan citra guru di masyarakat seorang guru harus memperhatikan
beberapa hal. Beberapa hal tersebut adalah untuk membentuk guru profesional
yang mampu memenuhi keinginan masyarakat. Citra guru profesional harus ada
dalam seorang guru agar nilai atau citranya di masyarakat menjadi lebih layak.
Maka seorang guru harus profesional dalam melakoni pekerjaannya sebagai
pendidik.
Profesionalisme merupakan gabunagn dari beberapa kompetesi dalam sebuah
jabatan baik yang berbentuk pengetahuan maupun keterampilan, profesi tidak akan
berhasil dijalankan apabila tidak mempunyai kompetensi, dalam hal ini
kompetensi itu merupakan alat yang dapat membantu seseorang melaksanakan
tugasnya dengan mudah. Profesionalisme
merupakan motivasi instrinsik yang ada pada diri seseorang sebagai pendorong
untuk mengembangkan dirinya menjadi tenaga professional. Motivasi instrinsik
tersebut akan berdampak pada munculnya etos kerja yang unggul (excellen)
yang ditujukan dalam lima bentuk kerja sebagai berikut:
1. Keinginan untuk selalu menampilkan perilaku yang mendekati standar
ideal
2. Meningkatkan dan memelihara citra profesi
3. Memanfaatkan setiap kesempatan pengembangan professional
4. Mengejara kualitas dan cita-cita dalam profesi
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Citra guru profesional adalah gambaran seorang guru yang telah profesional
atau ahli dalam menekuni bidangnya sebagai pendidik. Citra guru profesional
tercermin dari bagaimana seorang guru melakoni peran, fungsi, dan juga
tugasnya. Citra guru terbentuk dari berbagai faktor, bisa dari faktor
kepercayaan masyarakat terhadapnya, faktor tugas dan tuntutan, juga faktor
perkembangan zaman.
Citra guru pada masyarakat tradisional sebagai orang suci yang mampu
mengetaskan buta huruf. Guru dianggap sebagai pahlawan tanpa tanda jasa yang
memberikan ilmu atas dasar keikhlasan, sehingga gaji dan kesejahteraan guru
sering diabaikan. Seorang yang mampu mengajarkan baca, tulis dan hitung pada
anak sudah mendapat kepercayaan dan predikat sebagai guru pada masyarakat tradisional.
Sedangkan pada masyarakat modern guru tidak hanya mampu mengajarkan baca,
tulis, dan hitung. Lebih dari itu, pada masyarakat modern citra guru banyak
dipengaruhi oleh harapan masyarakat terhadap guru yang mampu membentuk karakter
putra-putrinya. Guru pada masyarakat modern dianggap sebagai seorang yang
mencetak generasi bangsa, sehingga tuntutan guru sebagai tenaga ahli
kependidikan menjadi lekat dengan citra guru.
Citra guru pada masyarakat muncul karena beberapa faktor. Rendahnya citra
guru di masyarakat disebabkan karena kurangnya kemmapuan guru sebagai tenaga
pendidik, sehingga peran guru sering diremehkan oleh masyarakat karena guru
belum mampu memenuhi keinginan masyarakat. Yang dapat menjadi solusi dari
permasalahan tersebut adalah dengan menjadi guru profesional yang memenuhi
kompetensi dan keinginan masyarakat. Dengan begitu citra guru di masyarakatpun
menjadi lebih baik dengan guru sebagai tenaga profesional kependidikan.
B. Saran
Sebagai guru mari berlomba-lomba untuk meningkatkan kapasitas diri sebagai
seorag guru. Membekali diri dengan berbagai kompetensi yang mendukung peran dan
fungsi seorang guru di kehidupan masyarakat. Guru yang mampu berinovasi dan
terus meningkatkan kapasitas dirinya sangat mungkin untuk mempertahankan
eksistensinya di tengah perubahan zaman yang berkembang pesat.
DAFTAR PUSTAKA
Hosaini. 2019. Etika Dan Profesi Keguruan. Malang:
CV Literasi Nusantara Abadi
Mahendra, Putu Ronny Angga. 2014. Citra Guru
Profesional Kaitannya Dengan Kualitas Pendidikan, Jurnal Widya Acharya FKIP
Universitas Dwijendra
Normawati, Syarifah., Anwar, Sudirman., dan Indramaya,
Selpi. 2019. Etika dan Profesi Keguruan. Riau: PT. Indragiri Dot Com
Ritonga, Paruntungan., Siddik, Dja’far., dan Khadijah. 2017. Urgensi Profesionalisme Guru Dalam Proses
Pembelajaran Di MIS Nurul Siti Aisyah Ishak Delitua, vol. 1 No.3 Edu
Religia
Sidiq, Umar. 2018. Etika dan Profesi Keguruan. Tulungagung: STAI
Muhammadiyah Tulungagung
Suraji, Imam. 2008. Dinamika Profesi Guru: Citra,
Harapan, dan Tantangan, Cakrawala Pendidikan
Suyanto dan Jihad, Asep. Menjadi Guru Profesional
Strategi Meningkatkan Kualifikasi Dan Kualitas Guru di Era Global, cet.
Ke-5
[1] Putu Ronny Angga Mahendra, Citra Guru Profesional Kaitannya Dengan
Kualitas Pendidikan, Jurnal Widya Acharya FKIP Universitas Dwijendra,
Oktober 2014, 55-56.
[2]
Hosaini, Etika dan Profesi
Keguruan, 31
[3] Syarifah Normawati, Sudirman Anwar, dan Selpi Indramaya, Etika dan
Profesi Keguruan cet. Ke-1 (Riau: PT. Indragiri Dot Com, 2019), 139-140.
[4] Dr. Umar Sidiq, M. Ag, Etika dan Profesi Keguruan, cet. Ke-1
(Tulungagung: STAI Muhammadiyah Tulungagung, 2018), 28.
[9] Imam Suraji, Dinamika Profesi Guru: Citra, Harapan, dan Tantangan,
Cakrawala Pendidikan, No. 1, Februari 2008, 31.
[14] Suyanto dan Asep Jihad, Menjadi Guru Profesional Strategi Meningkatkan
Kualifikasi Dan Kualitas Guru di Era Global, cet. Ke-5
[17] Paruntungan Ritonga, Dja’far Siddik,
dan Khadijah, Urgensi Profesionalisme Guru Dalam Proses Pembelajaran Di MIS
Nurul Siti Aisyah Ishak Delitua, vol. 1 No.3 Edu Religia, September 2017,
480.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar