BAB I
PENDAHULUAN
A. Acara
Macam Pengolahan
a.
Tahu
b.
Pengolahan mie
c.
Bakso ikan
d.
Ice cream
e.
Nugget ayam
B. Hari/Tanggal
Rabu 16 November 2016
C. Tujuan
a.
Tahu :
1.
Menyebutkan prinsip pembuatan tahu
2.
Menjelaskan prosedur pembuatan tahu yang
baik
3.
Membuat larutan batu tahu 5% dan
pengenceran cuka 6,25%
b.
Pengolahan mie
1.
Mengetahui prinsip pembuatan mie
2.
Mengetahui karakteristik mie yang dibuat
dengan tepung ubi jalar dalam menggantikan tepung terigu
c.
Bakso ikan
1.
Menerangkan prosedur pembuatan bakso ikan
2.
Memilih ikan yang baik dan segar
3.
Menyebutkan bahan-bahan untuk membuat
bakso ikan
4.
Memisahkan daging dan kulit ikan
5.
Mencetak bakso ikan dengan cara menual/
menggunakan tangan
d.
Ice cream
1.
Mengetahui cara pembuatan es krim jagung
(nabati) yang baik
2.
Mengetahui karakterisktik es krim yang dibuat
dengan menggunakan bahan penstabil CMC dan gelatin
e.
Nugget ayam
1.
mengetahui prosedur pembuatan nugget
2.
mengetahui perbedaan nugget dengan
substitusi tepung terigu dan tepung pis
BAB II
METODE PERCOBAAN
A. Alat dan Bahan
a.
Tahu
Kacang kedelai 600
g
Air panas 4500
ml
Cuka
Baskom 2
buah
Panci 1
buah
Blender kedelai 1 buah
Saringan 1
buah
Kain kasa 1
buah
b.
Pengolahan mie
Tepung terigu
Tepung ubi jalar
Garam
Minyak goreng
Telur kecil
Talenan 1 buah
Alat penggiling mie 1 buah
c.
Bakso ikan
Ikan
Tepung tapioca
Garam halus
Merica halus
Bawang putih
Bumbu masak
Gilingan daging 1 buah
Pisau 1
buah
Baskom 3
buah
Panci 1
buah
Kompor 1
buah
d.
Ice cream
Mixer 1
buah
Baskom 2
buah
Timbangan 1
buah
Pengaduk kayu 1 buah
Panci 1
buah
Kompor gas 1buah
Thermometer 1 buah
Cetakan es krim
Ice cream maker 1 buah
e.
Nugget ayam
Alat:
Pisau 1
buah
Plastic
Talenan 1
buah
Timbangan 1
buah
Grinder 1
buah
Baskom 3
buah
Alat penggorengan1 buah
Bahan:
Daging Ayam
4 lembar roti tawar
1 butir telur
Tepung panir
1,5% bawang putih bubuk
1% merica bubuk
1,5% garam
0,25% pala bubuk
1 buah kaldu blok
5% tepung terigu
5% tepung kanji
B. Cara Kerja
a.
Tahu
Membersihkan kedelai
Merendam kedelai
selama 2-6 jam
Memasukkan kedelai
sebanyak 600 g ke dalam blender dengan menambahkan air panas dengan
perbandingan 1:8 berat kedelai
Menyaring bubur
kedelai dengan kain sifon
Mendidihkan filtrat
selama 30 menit, matikan dan pertahankan suhu filtrat 80-900c
Masukkan larutan
asam cuka 8 ml (perbandingan sari kedelai 1 liter = 3 ml asam cuka)
Memisahkan gumpalan
dan membungkus dengan kain kasa
Memanaskan kembali
sari kedelai
Memberi asam cuka 20
ml
Mendiamkan beberapa
saat, sampai sari kedelai menggumpal
Menyaring sari
kedelai dan mengambil gumpalan yang terbentuk
Mengepres dan
memeras gumpalan yang didapat
Mencetak tahu seperti kubus dan merebusnya
b.
Pengolahan mie
Menyiapkan adonan
tepung
Mencampurkan
campuran tepung dengan garam 1 sdt, telur 3 butir, dan minyak goreng 1 sdm
Menguleni adonan
selama 20 menit
Mengistirahatkan
adonan selama 20 menit
Menipiskan adonan
Pemotongan adonan
dengan ukuran mie
Mengukus mie selama
15 menit
c.
Bakso ikan
Membersihkan Ikan tenggiri dari kotoran
(darah, organ dalam) dengan air mengalir
Memberikan potongan daging ikan 1buah perasan
jeruk nipis
Memisahkan bdd daging ikan tenggiri dari kulit
dan tulang/durinya
Menimbang daging ikan sebanyak 500 gram dan merendam daging ikan dengan air dingin selama 5 menit
Menghaluskan daging dengan food processing sedikit demi sedikit dan
memasukkan bumbu (bawang putih, merah, lada, garam) yang telah dihaluskan.
Membagi dua adonan daging
a. 300 gram daging ikan + tepung terigu 150 gram + air 100 ml
b. 350 gram daging ikan + tepung tapioka 150 gram + air 100 ml
Menguleni adonan daging hingga tercampur antara daging, tepung dan
air
Membentuk adonan daging menjadi bulat-bulat dengan menggunakan ujung
ibu jari dan telunjuk dengan bantuan sendok dan masukkan kedalam air hangat
selama 20 menit
Merebus bakso dalam
air mendidih hingga matang dan menimbang kembali bakso yang telah direbus
d.
Es krim
Membersihkan jagung
manis
Minimbanga
jagung 400 g
Mengukus
jagung dengan suhu 900c selama 30 menit
Mengancurkan
jagung dengan perbandingan 3:1 air 1200ml:jagung 400 g
Merebus
air jagung dengan suhu 900c
Menyaring
susu jagung
Menambahkan
adonan dengan cmc atau gelatin
Mencampurkan
adonan (homogenisasi) menggunakan mixer
Memasukkan
es krim ke dalam freezer selama 24 jam
Memasukkan
es krim ke dalam ice cream maker selama 45 menit
Memasukkan
kembali es krim ke dalam freezer
e.
Nugget ayam
Menyiapkan
daging ayam
Mencucui
bersih daging ayam
Menimbang
BDD daging ayam
Menggiling
daging dengan dicamputi garam
Mencapur
daging dengan tepung, bumbu-bumbu dan roti tawar yang telah dilembutkan
mengaduk hingga rata
Memasukkan
adonan ke dalam plastic dan memipihkannya
Mengukus
adonan selama 30 menit
Memotong
adonan sesuai selera dan mencelupkannya ke dalam putih telur
Membalut
adonan adonan dengan tepung panir
Menggoreng
dalam minyal sampai berwarna kecoklatan
Melakukan
uji organoleptic
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
a.
hasil pembuatan tahu
|
Hasil 1
|
Hasil 2
|
|
Berat tahu
|
7 g
|
270 g
|
|
Berat ampas
|
150 g
|
||
Volume filtrat (
air saringan rebusan kedelai)
|
4600 g
|
||
Aroma
|
Langu
|
||
Rasa
|
Hambar
|
||
Bentuk
|
bulat
|
Kotak
|
|
Tekstur
|
Lembut, semi padat
|
||
Warna
|
Putih susu
|
||
b.
hasil mie basah
SAMPEL
|
|
ATRIBUT
|
|
|
warna
|
aroma
|
rasa
|
tekstur
|
|
Mie terigu
|
++++
|
++++
|
+++
|
+++
|
Mie terigu dan mocaf
|
+++
|
+++
|
++
|
++
|
Keterangan :
++++ = sangat cerah, sangat disukai,
kenyal
+++ = cerah, disukai, kenyal
++ = agak cerah, kurang disukai
+ = tidak cerah, tidak disukai
c.
Hasil Pembuatan Bakso Ikan
Sampel
|
Warna
|
Aroma
|
flavor
|
Tekstur
|
Bakso ikan tepung terigu
|
Putih cerah keabu-abuan
|
Asam cuka
|
Keseluruhan asam
|
Kenyal, lengket pada
bagian permukaan, bulat tidak seragam
|
Bakso ikan tepung
tapioka
|
Putih keabu-abuan
|
Amis Khas tenggiri
|
Hambar, gurih rasa ikan
tenggiri, rasa tepung pada bagian dalam
|
Agak kenyal, padat,
bagian dalam tidak terlalu matang, bulat tidak seragam
|
d. Hasil es krim
i. hasil pembuatan es krim dengan cmc
Sampel es krim
|
Warna
|
Aroma
|
Kecepatan meleleh di
mulut
|
Kekerasan
|
Sandiness (Rasa
berpasir)
|
Es Krim dengan CMC
|
Kuning Keputihan
|
Jagung
|
+++
|
+++
|
++
|
ii. hasil
pembuatan es krim dengan gelatin
|
Kemasiran
|
Warna
|
Rasa
|
Aroma
|
Tekstur
|
Es krim jagung gelatin
|
Tidak terlalu
masir
|
Kuning muda
|
Manis bernuansa
jagung
|
Aroma jagung
|
Kasar
|
Kecepatan meleleh dimulut : ++++ : sangat cepat
+++ : cepat
++ : agak cepat
+ : tidak cepat
Kekerasan :
++++ : sangat cepat
+++ : cepat
++ : agak cepat
+ : tidak cepat
Sandiness (rasa berpasir) : ++++ : sangat cepat
+++ : cepat
++ : agak cepat
+ : tidak cepat
e.Hasil pembuatan nugget ayam dengan
tepung trigu
Bahan
|
Berat (gram)
|
|
Nugget dengan tepung pisang
|
Nugget dengan tepung terigu
|
|
Adonan sebelum diblender
|
250
|
250
|
Adonan setelah diblender
|
250
|
250
|
Rata-rata nugget setelah prebusan
|
403
|
386
|
Rata-rata nugget setelah penggorengan
|
563
|
490
|
Atribut
|
Sampel nugget
|
|
|
Tepung pisang
|
Tepung terigu
|
Aroma
|
Khas merica
|
Khas rempah
|
Rasa
|
Sangat khas merica
|
Khas merica
|
Tekstur
|
Kenyal
|
Empuk, kenyal
|
Warna
|
Coklat
|
Coklat kekuningan
|
B. Pembahasan
a.
Tahu
Jenis pengolahan yang pertama adalah pembuatan
tahu. Pembuatan tahu dengan bahan dasar kedelai yang dibekukan dengan bantuan
cuka. Tahu menurut standar industri Indonesia, adalah makanan padat yang
dicetak dari susu kedelai dengan proses pengendapan protein pada titik
isoelektriknya tanpa atau dengan penambahan bahan lain yang diijinkan
(Shurtleff 1984). Tahu adalah makanan padat yang dicetak dari sari kedelai
(Glycine spp) dengan proses pengendapan protein pada titik isoelektriknya,
tanpa atau dengan penambahan zat lain yang diizinkan (widyaningrum, 2006). Tahu
termasuk bahan makanan yang berkadar air tinggi. Besarnya kadar air dipengaruhi
oleh bahan penggumpal yang dipakai pada saat pembuatan tahu. Bahan penggumpal
asam menghasilkan tahu dengan kadar air lebih tinggi dibanding garam kalsium.
Bila dibandingkan dengan kandungan airnya, jumlah protein tahu tidak terlalu
tinggi, hal ini disebabkan oleh kadar airnya yang sangat tinggi.
Makanan-makanan yang berkadar air tinggi umumnya kandungan protein agak rendah.
Selain air, protein juga merupakan media yang baik untuk pertumbuhan
mikroorganisme pembusuk yang menyebabkan bahan mempunyai daya awet rendah
(Hamid, 2012). Jenis-jenis tahu: Tahu putih Tahu jenis ini biasanya ada yang
berbentuk padat. Bentuknya bervariasi mulai dari yang besar hingga yang kecil.
Untuk tahu ini biasanya digunakan untuk digoreng, dibuat tahu bacem ataupun
dibuat untuk campuran makanan berkuah. Tahu kuning biasanya tahu jenis ini
padat atau disebut juga dengan tahu takwa. Karena kepadatannya yang lebih dari
pada tahu putih ketika dipotong tahu jenis ini tidak mudah hancur. Tahu sutera
Disebut tahu sutera karena sangat halus. Tahu jenis ini berwarna putih. Karena
lembutnya tahu ini, biasanya ketika dijual direndam dalam wadah yang berisi air
dan tahu yang di dalamnya terendam. Tahu kering/kulit tahu Biasanya jika kita
akan menggunakannya kita perlu merenam terlebih dahulu agar lunak. Bisanya
disajikan dalam makanan berkuah ataupun dibuat cemilan. (Sarwono dan Saragih
2003)
Prinsip utama dari proses pembuatan tahu adalah
penggumpalan (pengendapan) protein susu kedelai. Bahan yang digunakan adalah batu tahu
(CaSO4), asam cuka (CH3COOH) dan MgSO4.
Proses pembuatan tahu terdiri atas beberapa tahapan yaitu perendaman,
penggilingan, pemasakan, penyaringan, penggumpalan, pencetakan/pengerasan dan
pemotongan. Pembuatan tahu dilakukan dengan cara mengekstraksi protein,
kemudian menggumpalkannya sehingga terbentuk padatan protein. Cara penggumpalan
susu kedelai yang umum dilakukan adalah dengan penambahan bahan penggumpal
berupa asam sehingga keasaman susu kedelai mencapai titik isoelektriknya
sekitar 4-5. Bahan penggumpal yang biasa digunakan adalah asam cuka (CH3COOH)3
batu tahu (CaSO4nH2O) dan larutan bibit tahu (Hermana,
1985). Proses awal yang dilakukan untuk membuat tahu adalah dengan membersihkan
kedelai dengan proses pencucia, selanjutnya kedelai direndam selama 2-6 jam
guna memudahkan proses pengahncuran kedelai. Selanjutnya memasukkan kedelai ke
dalam blender sebanyak 600 g dengan ditambahkan air panas untuk dihaluskan.
Setelah diblender dilakukan proses penyaringan agar didapatkan sari kedelai.
Selanjutnya sari kedelai dididihkan selama 30 menit, lalu mematikan api dan
menjaga suhu agar selalu dalam kondisi panas 80-900c proses tersebut
untuk membantu proses pembekuan tahu. Selanjutnya pada kondisi panas diberikan
tambhana cuka yang akan membatu proses pembekuan tahu. Pemberian cuka ketika
dalam keadaan panas agar cuka dapat membekukan susu kedelai dengan baik.
Setelah gumpalan tahu mulai terbentuk memisahkan gumpalan dari air dan
membungkus tahu dengan kain kasa. Selanjutnya sari atau susu kedelai dipanaskan
lagi dengan tujuan pasteurisasi, dan menambahkan kembali asam cuka sebanyak 20
ml, lalu tahu didiamkan beberapa saat, hingga seluruh sari kedelai menggumpal
dengan baik, selanjutnya memisahkan gumpalan yang terbentuk dan memotongnya
membentuk kubus tahu dan dilakukan perebusan.
Dari beberapa proses dan perlakuan dalam
pembuatan tahu memiliki tujuan dan fungsi tertentu, diantaranya seperti proses
penggilingan kedelai, penambahan cuka dan lain sebagainya. Adapun tahapan
proses pembuatan tahu secara umum adalah (1) kedelai yang telah dipilih
dibersihkan dan disortasi dengan ditampi atau menggunakan alat pembersih; (2)
perendaman dalam air bersih agar kedelai dapat mengembang dan cukup lunak untuk
digiling dengan lama perendaman berkisar 4-10 jam; (3) pencucian dengan air
bersih dimana jumlahnya tergantung pada besarnya atau jumlah kedelai yang
digunakan; (4) penggilingan kedelai menjadi bubur dengan mesin giling dan untuk
memperlancar penggilingan perlu ditambahkan air dengan jumlah yang sebanding
dengan jumlah kedelai; (5) pemasakan kedelai dilakukan diatas tunggu dan
dididihkan selama 5 menit agar tidak berbuih selama pemasakan ini ditambahkan
dengan air dan daduk; (6) penyaringan bubur kedelai dengan kain penyaring,
dimana pada tahap ini diperoleh ampas basah lebih kurang 70%-90% dari bobot
kering kedelai dan dibilas dengan air hangat; (7) setelah itu dilakukan
penggumpalan dengan menggunakan air asam, pada suhu 500c, kemudian
didiamkan sampai terbentuk gumpalan besar dan selanjutnya air diatas endapan di
buang dan sebagian digunakan untuk proses penggumpalan kembali; dan (8) langkah
terakhir adalah pengepresan dan pencetakan yang dilapisi dengan kain penyaring
sampai padat dan setelah ari tinggal sedikit, maka cetakan dibuka dan
diangin-anginkan (Nurhasan dan Pramudyanto, 1987). Tujuan dari proses
penyaringan adalah memisahkan air kedelai dengan ampas yang tidak diperlukan. Pengetahuan
tentang penggunaan nigarin yang bisa berfungsi untuk menebalkan bubur kedelai
sebagai pengganti cuka.
Tahu diproduksi dengan memanfaatkan sifat protein, yaitu
akan menggumpal bila bereaksi dengan asam (cuka). Pengeluaran air yang
terperangkap tersebut dapat dilakukan dengan memberikan tekanan. Semakin besar
tekanan yang diberikan, semakin banyak air dapat dikeluarkan dari gumpalan
protein.Gumpalan protein itulah yang kemudian disebut sebagai tahu (Yunarni,
2012). Penamban cuka dilakukan ketika bahan dalam keadaan panas karena cuka
dapat beraksi lebih maksimal ketika dicapurkan dengan suhu panas. Begitu pula
pada proses penggilingan kedelai. Kedelai akan mudah digiling ketika dalam
keadaan panas. Karena kedelai lebih lunak ketika panas dibandingkan dengan
kedelai ketika dingi.
Dari hasil pembuatan tahu didapatkan hasil tahu
yang cukup baik namun lebih lembek. Terdapat beberapa hal yang dapat
mempengaruhi mutu tahu. Baik faktor perlakuan ketika pembuatan atau pun bahan
tambahan yang digunakan untuk pembuatan tahu. Beberapa hal tersebut adalah
kadar protein pada fitat. Pembentukkan garam yang tak terionisasi dari
protein-fitat merupakan faktor yang menyebabkan peningkatan kekerasan tahu
hingga penambahan konsentrasi fitat dalam susu kedelai sebesar 0,05% (b/v)
(Sarjono, 2006). Mutu tahu. ditentukan oleh penampilan tahu yaitu bertekstur
lembut, empuk, bentuk seragam, saat dimakan terasa halus, dan berasa netral.
Sementara orang mempersepsikan tahu dengan wama putih, bentuk kotak, permukaan
halus, padat tidak mudah pecah, dan tidak mengandung bahan pengawet (Rahmawati,
2013).
Hasil pembuatan tahu adalah hasil yang pertama
memiliki berat 7 g sedangkan hasil ke dua memiliki berat 270 gram perbedaan
berat yang nyata ini dipengaruhi oleh kurangnya jumlah cuka yang dicampurkan
sehingga jumlah sari tahu yang diendapkan sedikit dari jumlah vitat 4600 ml.
Hasil tahu memiliki aroma yang langu kedelai, rasa hambar, bentuk bulat dan
kotak kubus, tekstur lembut semi padat dan berwarna putih susu. Dibandingkan
dengan tahu pada umumnya kurang lebih sama. Hasil pembuatan tahu sudah
menyerupai tahu yang ada dipasaran. Hanya salah satu bentuk tahu berbeda dengan
bentuk bulat dikarenakan jumlah nya yang sedikit sehingga tidak dapat dibentuk
kubus. Tahu bersifat mudah rusak. Pada kondisi normal (suhu kamar) daya
tahannya rata-rata sekitar 1 – 2 hari saja. Setelah lebih dari batas tersebut
rasanya menjadi asam dan terjadi penyimpanganwarna, aroma, dan tekstur sehingga
tidak layak untuk dikonsumsi. Hal ini disebabkan oleh kadar air dan protein
tahu relatif tinggi, masing-masing 86 persen dan 8 – 12 persen. Tahu mengandung
lemak 4,8 persen dan karbohidrat 1,6 persen. Dengan komposisi nutrisi tersebut,
tahu merupakan media yang cocok untuk pertumbuhan mikroorganisme pembusuk, terutama
bakteri (Koswara 2011). Adapun beberapa faktor yang menyebabkan kerusakan
mikrobiologis pada tahu dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : 1. Adanya
bakteri yang tahan panas seperti golongan pembentuk spora dan bersifat
termodurik 2. Adanya bakteri kontaminan yang mencemari tahu pada saat proses
pembuatan tahu sampai selesai 3. Suhu penyimpanan 4. Adanya enzim tahan panas
yang dihasilkan oleh jenis mikroba tertentu yang dapat menghidrolisis lemak
tahu (Mustafa, 2006).
b.
Pembuatan mie
Oalah pangan selanjutnya adalah pembuatan mie
basah. Dimana mie merupakan sumber karbohidrat yang terbuat dari tepung. Definisi
mie menurut SII adalah produk makanan yang dibuat dari tepung gandum atau
tepung terigu dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan
tambahan makanan yang diijinkan, bentuk khas mie dan siap dihidangkan setelah
dimasak (Anonim, 2005). Terdapat dua jenis mie yaitu mie basah dan mie kering
(Chandrawati, 2009).mie basah adalah jenis mie yang mengalami proses perebusan
setelah tahap pemotongan dan sebelum dipasarkan. Kadar air mencapai 52 %
sehingga daya tahan simpannya relatif singkat yaitu 40 jam dalam suhu kamar
(Astawan, 1999). kualitas mie basah sangat bervariasi karena perbedaan bahan
pengawet dan proses pembuatannya. Mie basah adalah mie mentah yang sebelumnya
dipasarkan mengalami perebusan dalam air mendidih lebih dahulu. Pembuatan mie
basah secara tradisional dapat dilakukan dengan bahan utama tepung terigu dan
bahan pembantu seperti air, telur pewarna dan bahan tambahan pangan (Anonim,
2005). Kualitas mie basah sangat bervariasi karena perbedaan bahan pengawet dan
proses pembuatannya. Mie basah adalah mie mentah yang sebelum dipasarkan
mengalami perebusan dalam air mendidih lebih dahulu. Pembuatan mie basah secara
tradisional dapat dilakukan dengan bahan utama tepung terigu dan bahan pembantu seperti air, telur,
pewarna dan bahan tambahan pangan (Harahap, 2007). Mie merupakan produk makanan dengan bahan baku
tepung terigu sangat populer di kalangan masyarakat Indonesia. Produk mie umumnya digunakan sebagai sumber
energi karena memiliki karbohidrat cukup tinggi (Rustandi, 2011).
Proses pembuatan mie dilakukan dengan
pencampuran beberapa tepung dengan perbandingan 1:8. Selanjutnya campuran
tepung tersebut ditambahkan dengan garam, telur, dan goreng. Dalam pembuatan
mie, penambahan garam dapur berfungsi member rasa, memperkuat tekstur mie,
meningkatkan fleksibilitas, dan elastisitas mie serta untuk mengikat air.
Selain itu garam dapur dapat menghambat aktifitas enzim protease dan amylase
sehingga pastatidak bersifat lengket dan tidak mengembang secara berlebihan
(Astawan, 2006). Setelah semua tercampur adonan diuleni selama 20 menit hingga
adonan tercampur dengan rata dan memiliki tekstur yang sesuai dengan keinginan.
Selanjutnya adonan diistirahatkan agar adonan dapat berkembang. Biasanya ketika
proses ini ditambahkan dengan soda abu. Soda abu merupakan campuran dari
natrium karbonat dan kalium karbonat (perbandingan 1:1). Berfungsi untuk
mempercepat pengikatan gluten, meningkatkan fleksibilitas dan elastisitas mie, meningkatkan
kehalusan tekstur, serta meningkatkan sifat kenyal (Astawan 2006). Pembuatan
adonan juga ditambahkan air secukupnya sebagai perantara pencampur. Air
berfungsi sebagai media reaksi antara gluten dengan karbohidrat (akan
mengembang), melarutkan garam, dan membentuk sifat kenyal gluten. Air yang
digunakan harus air yang memenuhi persyaratan air minum, yaitu tidak berwarna,
tidak berbau, dan tidak berasa (Astawan, 2006). Pencampuran adonan mie
berfungsi untuk mencampurkan semua adonan dengan cara diuleni. Mixing berfungsi
untuk mencampur secara homogen semua bahan, mendapatkan hidrasi yang sempurna
pada karbohidrat dan protein, membentuk dan melunakkan glutein hingga tercapai
adonan yang kalis. Adapun yang dimaksud
kalis adalah pencapaian pengadukan maksimum sehingga terbentuk permukaan film
pada adonan. Tanda-tanda adonan telah
kalis adalah jika adonan tidak lagi menempel di wadah atau di tangan atau saat
adonan dilebarkan (Mudjajanto dan Yulianti, 2004). Setelah pengistirahatan adonan mie dipipihkan
dengan ketebalan tertentu dan dipotong menggunakan pemotong mie sesuai ukuran
mie pada umunya.
Pada pembuatan mie bahan dasar mie berupa tepung.
Mencampurkan beberapa jenis tepung sebagai bahan baku yaitu tepung terigu dan
tepung mocaf. Pencampuran tersebut memiliki tujuan tertentu. Seperti tepung
terigu yang dinilai baik dalam membentuk elastisitas sehingga mie yang
dihasilakn tidak mudah putus. Tepung terigu merupakan bahan dasar dalam
pembuatan mie. Tepung terigu diperoleh dari tepung gandum (Triticum vulgare)
yang digiling. Keistimewaan terigu dari serelia lain ialah kemampuannya
membentuk gluten pada saat dibasahi air. Sifat elastis gluten pada adonan ini
menyebabkan mie yang dihasilkan tidak mudah putus pada proses pencetakan dan
pemasakan (Astawan,1999). Keistimewaan tepung terigu terletak pada protein yang
dikandungnya. Kandungan protein total pada tepung terigu bervariasi antara 7% –
18%, tetapi pada umumnya 8% – 14%. Sekitar 80% dari protein tersebut merupakan
gluten (Matz, 1972). Tepung terigu yang digunakan sebaiknya mengandung gluten
8-12%. Terigu ini tergolong medium hard flour di pasaran dikenal sebagai
segitiga biru atau gunung bromo. Glutein adalah protein yang terdapat pada
terigu. Glutein bersifat elastis sehingga akan mempengaruhi sifat elastisitas
dan tekstur mie yang dihasilkan (Wibowo, 2006).
Mocaf adalah produk turunan dari tepung
singkong yang diperoleh dengan cara memodifikasi singkong secara fermentasi
(O’Brien et al., 1991). Penambahan MOCAF pada mie akan menurunkan kualitasnya.
Kualitas dari mie berbahan baku tepung terigu dan MOCAF dapat diperbaiki dengan
penambahan tepung porang dengan konsentrasi tertentu dan penambahan air yang
tepat. Tepung tapioka yang dibuat dari ubi kayu mempunyai banyak kegunaan,
antara lain sebagai bahan pembantu dalam berbagai industri. Tepung tapioka yang
digunakan dalam pembuatan mie kering hanya sebagai alternatif substitusi terigu
dengan jumlah komposisi yang kecil. Bila dibandingkan dengan tepung
pensubstitusi lain, tepung tapioka memiliki komposisi gizi yang lebih baik
sehingga dapat mengurangi kerusakan tepung dan baik sebagai bahan bantu pewarna
putih.
Pada pembuatan telur kali ini ditambahkan telur
sebanyak 3 butir. Penambahan tersebut bertujuan untuk meningkatkan mutu produk
seperti penambahan niali gizi pada mie. Penambahan telur dimaksudkan untuk
meningkatkan mutu protein mie dan menciptakan adonan yang lebih liat sehingga tidak
mudah putus. Putih telur berfungsi untuk mencegah kekeruhan mie pada proses
pemasakan. Kuning telur digunakan sebagai pengemulsi, lechitin juga dapat
mempercepat hidrasi air pada tepung dan mengembangkan adonan (Astawan, 1999).
Putih telur berfungsi untuk mencegah kekeruhan saos mie waktu pemasakan.
Penggunaan putih telur harus secukupnya saja karena pemakaian yang berlebihan
akan menurunkan kemampuan mie menyerap air (daya rehidrasi) waktu direbus
(Astawan, 2006). Kuning telur dipakai
sebagai pengemulsi karena dalam kuning telur terdapat lachtin. Selain sebagai
pengemulsi, lechtin juga dapat mempercepat hidrasi air pada tepung dan untuk
mengembangkan adonan. Penambahan kuning telur juga akan memberikan warna yang
seragam (Astawan, 2006).
Dalam pembuatan mie juga terdapat proses
pengisitirahatan. Dimana proses tersebut dilakukan dengan cara mendiamkan mie
selama 20 menit. Dengan tujuan untuk memperbaiki mutu mie dengan meratakan
penyebaran air. Tutup selalu adonan mie dengan plastic atau lap lembab supaya
mie tidak kering dan putus saat digiling (Harahap, 2007). Setelah adonan yang
terbentuk sudah homogen (gel porang sudah tercampur merata) maka adonan perlu
didiamkan sebentar selama 5 menit yang berfungsi untuk membantu air untuk
bereaksi membentuk gluten. belum adonan dibentuk menjadi lembaran, diperlukan
waktu untuk memberi kesempatan adonan untuk beristirahat sejenak. Tujuannya
adalah untuk menyeragamkan penyebaran air dan mengembangkan gluten, terutama
bila pHnya kurang dari 7.0.
Pengistirahatan adonan mie yang lama dari gandum keras akan menurunkan
kekerasan mie setelah direbus (Koswara, 2009).
Kualitas mie yang baik ditunjukkan dari mudah
tau tidak mudahnya mie terputus. Semakin sulit mie terputus maka, kualitas mie
dinyatakan semakin baik. Ketika prose pembuatan mie ditambahkan bahan yang
dapat membantu agar mie tidak mudah terputus, bahan tersebut dapat erupa
minyak. Minyak akan berperan sebagai pelusa dan juga penguat pada mie. Pada
awal pencampuran terjadi pemecahan lapisan tipis air dan tepung. Makin lama,
semua bagian tepung teraliri air dan menjadi gumpalan-gumpalan adonan. Air akan
menyebabkan seratserat gluten mengembang karena gluten menyerap air. Dengan
pemanasan, serat-serat gluten akan ditarik, disusun bersilang dan membungkus
pati sehingga adonan menjadi lunak, kaku dan elastis (Sunaryo, 1985). Mie hasil
perebusan kemudia ditiriskan, selanjutnya didinginkan secara cepat dengan
disiram air serta dilakukan penambahan minyak agar tekstur mie lebih kelihatan
halus dan antar pilinan mie tidak lengket (Wdidyaningrum dan Murtini, 2006). Suhu
minyak yang tinggi menyebabkan air menguap dengan cepat dan menghasilkan
pori-pori halus pada permukaan mie, sehingga waktu rehidrasi dipersingkat
(Koswara, 2009).
Sebelum pembentukan mie dengan potongan kecil
panjang. Mie telah dipipihkan dengan ukuran tertentu. Proses pemipihan
dilakukan dengan penekanan secara terus menerus hingga didapatkan ketebalan
yang didinginkan. Prose ini dengan tujuan untuk mendapatkan tekstur permukaan
mie yang halus. Dalam proses pembentukan lembaran, adonan dimasukkan ke dalam
rollpress, dengan tujuan untuk menghaluskan serat-serat gluten. Dalam
roll-press seratserat gluten yang tidak beraturan segera ditarik memanjang dan
searah oleh tekanan antara dua roller. Tekanan roller diatur sedemikian rupa
sehingga mula-mula ringan (clearance 4.0 mm) sampai kuat (clearance 1.3 mm),
dengan reduksi clearance ratarata sebanyak 15 persen (Koswara, 2009). Tujuan
proses penekanan dan rolling adalah menghaluskan serat - serat gluten dan
membuat adonan menjadi lembaran. Serat yang halus dan searah akan menghasilkan
mie yang elastis, kenyal dan halus. Tujuan tersebut dicapai dengan jalan
melewatkan adonan berulang - ulang di
antara dua rol logam, jarak antar rol dapat diatur untuk mendapatkan ketebalan
lembaran yang diinginkan (Sarjono, 2006sari).
Mesin penggiling mie yang digunakan diatur
skala ketebalannya. Skala yang digunakan dengan ukuran 4 dan 5. Skala tersebut
merupakan skala standar pembuatan mie. Apa bila melebih skala 6- 3 maka ketebalan
dan bentuk mie akan berbeda dengan mie pada umumnya dan mempengaruhi proses
pemasakan. Adonan dibagi menjadi dua bagian dengan menggunakan pisau. Bagian
yang pertama dimasukkan ke dalam mesin pembentuk lembaran yang diatur
ketebalannya secara berulang kali (4-5 kali) sampai ketebalan mie mencapai
1,5-2 mm. lembar yang keluar dari mesin ditaburi dengan tepung tapioca agar
tidak menyatu kembali. Bagian yang kedua pun diperlakukan seperti potongan yang
pertama. Proses pembentukan lembaran ini berlangsung sekitar 20 menit (Astawan,
2006). Proses roll press (pembentukan
lembaran) bertujuan untuk menghaluskan serat-serat gluten dan membuat lembaran
adonan. Pasta yang dipress sebaiknya tidak bersuhu rendah yaitu kurang dari 25
oC, karena pada suhu tersebut menyebabkan lembaran pasta pecah-pecah dan kasar.
Mutu lembaran pasta yang demikian akan menghasilkan mie yang mudah patah. Tebal
akhir pasta sekitar 1,2 – 2 mm (Koswara, 2009).
Dari percobaan pembuatan mie didapatkan hasil
bahwa mie dengan menggunakan terigu memiliki nilai organoleptic yang lebih
disukai dibandingkan mie dari tepung mocaf baik dari segi warna, aroma, rasa
dan tekstur. Karena hasil pembuatan mie dengan tepung mocaf memiliki warna dan
aroma yang cerah, namun memiliki rasa dan tekstur yang kurang disukai. Mie
Basah adalah jenis mie yang mengalami proses perebusan setelah tahap
pemotongan. Kadar air mie basah dapat mencapai 52% dan karenanya daya simpannya
relatif singkat (40 jam pada suhu kamar). Di Cina, mie basah biasa dibuat dari
terigu jenis lunak dan ditambahkan Kan-sui (larutan alkali yang tersusun oleh
garam natrium dan kalium karbonat). Garam karbonat ini membuat adonan bersifat
alkali yang menghasilkan mie yang kuat dengan warna kuning yang cerah. Warna
tersebut muncul akibat adanya pigmen flavonoid yang berwarna kuning pada
keadaan alkali (sarwono, 2003).
c.
Bakso ikan
Salah satu olahan makanan yang dibuat kali ini
adalah pembuatan bakso ikan dengan sampel ikan tenggiri. Dimana bakso pada
umumnya bakso ikan juga merupakan olahan makanan dengan tepung dan berbentuk
bulat. Bakso merupakan jenis makanan yang banyak disukai masyarakat yang dibuat
dari bahan baku ikan atau daging ayam, sapi, dan kambing yang di tambah dengan
bahan tambahan seperti tepung kanji, tepung tapioka, bawang merah, bawang
putih, dan ditambahkan bahan perasa lainnya kemudian di bentuk bulat-bulat yang
selanjutnya dilakukan perebusan sampai mengapung sebagai tanda bakso tersebut
sudah masak (Bakar dan Usmiati, 2007). Bakso ikan merupakan salah satu bentuk
pengolahan yang menggunakan daging ikan sebagai bahan dasarnya dengan tambahan
tepung tapioka dan bumbu dengan bentuk bulat halus dengan tekstur kompak,
elastis, dan kenyal. Bakso umumnya dibuat dari daging sapi seiring dengan kemaj uan ilmu pengetahuan dan teknologi
selera konsumen berkembang. Bakso yang dibuat dari bahan baku ikan diantaranya
bakso ikan tenggiri (Rahmawati, 2013). Dalam Standar Nasional Indonesia (1995)
bakso ikan dapat didefinisikan sebagai produk makanan berbentuk bulatan atau
lain, yang diperoleh dari campuran daging ikan (kadar daging atau ikan tidak
kurang dari 50%) dan pati atau serealia dengan atau tanpa penambahan bahan
tambahan makanan yang diijinkan (SNI, 1995).
Dalam pembuatan bakso ikan dilakukan beberapa
proses seperti penggilingan daging, pembentukan daging dan pemasakan daging
ikan. Pada prinsipnya pembuatan bakso terdiri atas empat tahap yaitu penghancuran
daging, pembuatan adonan, pencetakan bakso dan, pemasakan. Pada proses
penggilingan daging harus diperhatikan kenaikan suhu akibat panas saat proses
penggilingan karena suhu yang diperlukan untuk mempertahankan stabilitas emulsi
adalah di bawah 200C. Pemasakan bakso setelah dicetak dilakukan dengan cara
perebusan dalam air mendidih atau dapat juga dikukus (Bakar dan Usmiati 2007). Proses
awal yang dilakukan adalah membersihkan ikan tenggiri, dan memberikan perasan
air jeruk untuk menghilangkan aroma amis. Selanjutnya memisahkan bdd ikan aga
diperoleh hasil bakso ikan yang baik terbebas dari duri. Setelah itu daging
ditimbang sebanyak 500 g untuk digunakan sebagai bahan baku pembuatan bakso ikan. Lalu daging ikan direndam dalam air
dingin selama 5 menit. Lalu daging ikan diperas untuk memisahkan daging dengan
air yang mungkin terkandung. Selanjutnya daging dihaluskan dengan penambahan
bumbu sedikit demi sedikit. Tahap ini bertujuan untuk memperluas permukaan
daging sehingga protein yang larut dalam garam mudah terekstrak keluar kemudian
jaringan lunak akan berubah menjadi mikro partikel. Proses pencincangan perlu ditambahkan
es atau air dingin sebanyak 20% dari berat adonan agar menghasilkan emulsi yang
baik dan mencegah kenaikan suhu akibat gesekan (Winarno dan Rahayu 1994). Selanjutnya
adonan tersebut dibagi menjadi dua untuk diberikan campuran bahan yang berbeda.
300 gram ditambahkan dengan 150 gram terigu dan air 100 ml, dan 350 g daging
ikan ditambahkan dengan 150 tepung tapioca dan air 100 ml. selanjutnya adonan
diuleni hingga tercampur dengan baik. Selanjutnya adonan dibentuk bulat dan
dilakukan proses perebusan. Rebus dalam air mendidih sampai bakso mengapung
sebagai tanda telah matang (Rahmawati, 2012). Untuk memperbaiki elastisitas
dapat diberi putih telur satu butir untuk setiap 1 kg adonan (Rahmawati, 2012).
Jenis ikan yang sering digunakan untuk
pembuatan bakso ikan adalah jenis ikan yang memiliki daging tebal. Juga ikan
harus memiliki kualitas daging yang masih baik sehingga mampu menghasilkan
bakso ikan yang baik pula. Pada praktikum kali ini menggunakan ikan tenggiri
yang memiliki daging tebal dan ukuran yang cukup besar sehingga dapat
mneghasilkan daging yang banyak. Jenis ikan yang sering dipergunakan untuk
bahan pembuatan bakso adalah ikan tengiri. Pada dasarnya, hampir semua jenis
ikan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan bakso. Ikan hiu dan ikan pari
yang berbau tidak sedap, juga dapat digunakan untuk membuat bakso, dengan cara
menghilangkan bau tidak sedap melalui proses pencucian urea yang ada pada
daging ikan tersebut (Rahmawati, 2012). Persyaratan bahan baku (ikan) yang
terpenting adalah kesegarannya. Semakin segar ikan yang digunakan, semakin baik
pula mutu bakso yang dihasilkan. Berbagai jenis ikan yang digunakan untuk
membuat bakso, terutama ikan yang berdaging tebal dan mempunyai daya elastisitas
seperti tenggiri, kakap, cucut, bloso, ekor kuning dan lain-lain. Selain bahan
baku dari ikan segar, bakso juga dapat dibuat dari produk yang sudah setengah
jadi yang dikenal dengan nama Suzimi (daging ikan lumat) (Rahmawati, 2012).
Bahan yang diperlukan untuk membuat bakso ikan yaitu: daging ikan, tepung
tapioka, dan bumbu-bumbu. Bahan utamanya adalah daging ikan yang berwarna putih
misalnya, ikan kakap, kerapu, tengiri dan ikan remang. Untuk mendapatkan produk
bakso yang lezat dan teksturnya baik perlu ditambahkan tepung tapioka sekitar
10%-15% dari berat daging yang digunakan (Waridi,2004). Pembuatan bakso ikan
harus memperhatikan kualitas ikan yang digunakan. Ikan yang digunakan harus
dalam keadaan segar, tidak ada kersakan pada tubuh ikan, mata ikan masih
cembung, sirip ikan masih lengkap, daging ikan masih kenyal dan insang ikan
masih segar. Secara keseluruhan daing ikan yang baik harus menyerupai ikan yang
masih hidup. Ikan dikatakan baik jika masih dalam kondisi segar. Ikan segar
adalah ikan yang baru ditangkap atau ikan yang masih memiliki sifat-sifat
seperti ikan yang baru ditangkap dan belum mengalami kerusakan. Tingkat
kesegaran ikan adalah tolok ukur untuk membedakan ikan yang mempunyai nilai
mutu yang baik dan nilai mutu yang jelek (FAO 1995).
Pada proses pembuatan bakso dilakukan proses
blanching. Yaitu pemasakan dengan suhu tinggi dalam waktu yang singkat.
Perlakuan tersebut bertujuan untuk memperbaiki tekstur bakso selain untuk
membunuh bakteri. Pemanasan menyebabkan molekul protein terdenaturasi dan
mengumpul membentuk suatu jaring-jaring. Kondisi optimum untuk pembentukan gel
adalah pada kadar garam 0,6 M, pH 6, dan suhu 65 0C. Untuk mendapatkan kekuatan
gel yang maksimum, bakso harus dijendalkan dengan cara direndam dengan air dengan suhu 28-30 0
C selama 1-2 jam atau pada suhu air 45
0C selama 20-30 menit. Pemasakan bakso umunya dilakukan dengan air mendidih dapat juga dilakukan dengan cara blanching dengan uap
air panas atau air panas pada suhu 85-90 0C (Yunarni, 2012). Tujuan dari
pengemasan daging ikan setelah blanching (Afriyanto, 2014). Tujuan utama blansing ialah menginaktifan
enzim diantaranya enzim peroksidase dan katalase, walaupun sebagian dari
mikroba yang ada dalam bahan juga turut mati. Kedua jenis enzim ini paling
tahan terhadap panas (Anonim, 2013).
Dalam pembuatan bakso ikan diberikan 2 jenis
tepung yaitu tepung terigu dan tepung tapioca. Dari satu adonan daging
diberikan campyran tepung berbeda. Satu sampel daging dicampurkan dengan tepung
terigu dan satu sampel lagi dengan tepung tapioca. Pemberian tepung bertujuan
sebagai bahan pengisi bakso. Bahan pengisi yang umumnya digunakan pada
pembuatan bakso adalah tepung pati singkong (tapioka) dan tepung sagu. Bahan
tersebut memiliki kadar karbohidrat yang tinggi, namun kadar proteinnya rendah
(Tarwotjo et al. 1971). Agar rasa bakso lezat, tekstur bagus dan bermutu
tinggi, jumlah tepung yang digunakan sebaiknya sekitar 10-15% dari berat daging
(Wibowo 2006). Tepung tapioka banyak digunakan di berbagai industri karena
kandungan patinya yang tinggi dan sifat patinya yang mudah membengkak dalam air
panas dan membentuk kekentalan yang dikehendaki (Sumaatmaja 1984). Selain itu,
tapioka memiliki banyak kelebihan sebagai bahan baku karena harganya relatif
murah, memiliki larutan yang jernih, daya gel yang baik, rasa yang netral,
warna yang terang, dan daya lekatnya yang baik (Radley 1976). Bakso merupakan
salah satu produk emulsi. Adonan bakso adalah emulsi minyak dalam air yang
terbuat dari campuran lemak dan air dalam fase koloid, dengan protein sebagai
emulsifier. Pada pembuatan bakso dilakukan penambahan tepung tapioca (sebagai
binder) dan kuning telur untuk memperbaiki kualitas bakso (Basuki, 2013).
Penambahan tepung tapioka pada pembuatan bakso berfungsi untuk menambah volume
(substitusi daging), sehingga meningkatkan daya ikat air dan memperkecil
penyusutan. Terjadinya pembengkakan pada pembuatan bakso disebabkan oleh proses
gelatinisasi dari tepung tapioka yang mempunyai sifat mudah menyerap air dan
air diserap pada saat temperatur meningkat. Jika pati dipanaskan, air akan
menembus lapisan luar granula dan granula ini mulai menggelembung saat
temperatur meningkat dari 60° C sampai 85° C (Basuki, 2013).
Tepung terigu diperoleh dari biji gandum
(Triticus vulgare) yang digiling di dalam tepung terigu terdapat sejenis
protein yang tidak larut di dalam air yaitu gluten, yang bersifat kenyal dan
elastis. Kadar gluten membedakan satu jenis tepung terigu dengan tepung lainya.
Tepung adalah bahan yang paling sesuai 20 untuk digunakan dalam pembuatan mie,
karena mengandung protein gluten (yang dibentuk oleh protein gliadin dan
glutenin dalam terigu). Glutenin memberikan sifat-sifat yang tegar dan gliadin
memberikan sifat yang lengket sehingga mampu memerangkap gas yang terbentuk selama
proses pengembangan adonan dan membentuk struktur remah pada prodak. Pada
adonan mie, gluten menentukan tingkat kekenyalan dan elastisitas pada mie.
Protein gluten berperan dalam pembentukan kekenyalan yang salah satu
karakteristik mutu mie. Dalam adonan dorayaki, gluten berfungsi untuk menahan
adonan pada saat dikembangkan sehingga bentuknya kokoh dan tidak mengecil
kembali (Basuki, 2013).
Setelah bahan bakso jadi, dilakukan proses
perebusan. Dimana ketika proses perebusan bola bakso mengalami pengembangan
ukuran dan uga bakso menjadi matang. Bola-bola bakso direbus dengan air
mendidih hingga matang. Bila bakso sudah mengapung dipermukaan air, berarti
bakso sudah matang dan siap diangkat. Umumnya perebusan bakso ikan memerlukan
waktu sekitar 15 menit. Pengaruh pemasakan ini terhadap adonan bakso adalah
terbentuknya struktur produk yang kompak. jika bakso yang direbus sudah
mengapung di permukaan air berarti bakso sudah matang dan dapat diangkat.
Kematangan bakso juga dapat dilihat dengan melihat bagian dalam bakso. Biasanya
perebusan bakso ini memerlukan waktu sekitar 15 menit. Jika diiris, bekas
irisan bakso yang sudah matang tampak mengilap agak transparan, tidak keruh
seperti adonan lagi. Setelah cukup matang, bakso diangkat dan ditiriskan sambil
didinginkan pada suhu ruang. Agar lebih cepat dingin, dapat dibantu dengan
kipas angin asal dijaga dengan benar
agar tidak terjadi kontaminasi kotoran setelah dingin, bakso dikemas dalam
kantong plastik dan ditutup rapat. Sebaiknya bakso yang telah dikemas disimpan dalam lemari pendingin pada suhu yang terjaga sekitar 5 0C
(Wibowo, 2006).
Dari hasil pembuatan bakso didapatkan hasil
bahwa sampel bakso dengan tepung terigu memiliki warna yang lebih cerah
dibandingkan dengan bakso dengan tepung tapioca, dengan hasil warna putih cerah
keabu-abuan. Dari segi aroma bakso dengan terigu memiliki aroma asam cuka
dikarenakan terkontaminasi cuka akibat penggunaan baksom sisa pembuatan tahu.
Sehingga asam cuka tidak hanya berpengaruh pada aroma juga berpengaruh pada rasa
bakso tepung terigu. Sedangkan dari segi tekstur bakso dengan tepung terigu
memiliki tekstur yang lebih baik, dengan tekstur yang kenyal, dan agak lengket
pada bagian permukaan. Sedangkan hasil bakso ikan dengan tepung tapioca
didapatkan hasil warna yang putih keabu abuan kurang cerah dibandingkan dengan
bakso dengan tepung terigu. Aroma bakso khas ikan tenggiri, rasanya hambar, dan
masih terasa tepung pada bagian dalam dikarenakan pemasakan yang belum terlalu
matang. Sedangkan dari tekstur didapatkan hasil bahwa bakso dengan tepung
tapioca mendapat tekstur yang agak kenyal, bagian dalam bakso belum terlalu
matang, dan bentuk bulat bakso tidak seragam dikarenakan pembentukan bakso yang
masih manual dan belum terampi. Semakin meningkat penambahan kuning telur dan
tapioka yang digunakan, maka nilai tekstur bakso semakin menurun (tekstur
kenyal) (Basuki, 2013). Semakin tinggi penambahan tepung tapioca, produk yang
dihasilkan memiliki tekstur yang semakin kenyal dan semakin tinggi penambahan
kuning telur, produk yang dihasilkan memiliki tekstur yang lunak (tidak kenyal)
(Basuki, 2013).
Ikan yang akan digunakan sebagai bahan baku
dalam pembuatan bakso ikan haruslah dipilih dari jenis yang memiliki kadar gizi
dan kelezatan yang tinggi, tidak terlalu amis, dan benar-benar masih segar.
Beberapa jenis ikan, baik ikan air tawar, air payau, ataupun air asin (laut),
dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan bakso ikan (Suprapti, 2003).
Daging yang baik untuk membuat bakso adalah daging yang segar yang belum
mengalami rigormortis karena daya ikat air pada daging ikan segar lebih tinggi
dibandingkan daging rigormortis maupun pascarigor (Pearson dan Tauber 1984).
Pemanasan menyebabkan molekul protein
terdenaturasi dan mengumpul membentuk suatu jaring-jaring. Kondisi optimum
untuk pembentukan gel adalah pada kadar garam 0,6 M, pH 6, dan suhu 65 0 c
(Pomeranz, 1991). Untuk mendapatkan kekuatan gel yang maksimum, bakso harus
dijendalkan dengan cara direndam dengan air dengan suhu 28-30 oC selama 1-2 jam
atau pada suhu air 45 oC selama 20-30 menit (Astuti, 2009).
Pemasakan bakso dalam air mendidih dilakukan
selama 30 menit. Hal tersebut karena besar bakso tidak rata sehingga memerlukan
waktu yang cukup lama untuk matang dengan mengapung di permukaan. Lama
pemasakan juga dipengaruhi oleh berat bakso dan karakteristik adonan bakso. Pada
prinsipnya pembuatan bakso terdiri atas empat tahap yaitu : (1) penghancuran
daging; (2) pembuatan adonan; (3) pencetakan bakso; dan (4) pemasakan. Pada
proses penggilingan daging harus diperhatikan kenaikan suhu akibat panas saat
proses penggilingan karena suhu yang diperlukan untuk mempertahankan stabilitas
emulsi adalah di bawah 20 oC. Pemasakan bakso setelah dicetak dilakukan dengan
cara perebusan dalam air mendidih atau dapat juga dikukus (Bakar dan Usmiati
2007). Pemasakan bakso umunya dilakukan dengan air mendidih (Tarwotjo et al.
1971) dapat juga dilakukan dengan cara blanching dengan uap air panas atau air
panas pada suhu 85-90 oC. Pengaruh pemasakan ini terhadap adonan bakso adalah
terbentuknya struktur produk yang kompak (Astuti, 2009).
d.
Ice cream
Olahan pangan lain yang dibuat adalah es krim.
Es krim pada umunya berbahan dasar susu namun, kali ini es krim dibuat dari
bahan dasar jagung. Yang menjadi alternative bagi yang alergi terhadap lactose
susu. Es krim merupakan salah satu jenis makanan berbentuk beku yang dibuat
dengan cara membekukan campuran produk susu, gula, penstabil, pengemulsi dan
bahan-bahan lainnya yang telah dipasteurisasi dan dihomogenisasi untuk
memperoleh hasil yang seragam. Es krim merupakan salah satu jenis makanan
berbentuk beku dengan tekstur yang lembut dan memiliki nilai gizi tinggi serta
merupakan makanan yang digemari oleh berbagai golongan masyarakat (Waridi, 2004).
Prose pembuatan es krim meliputi persiapan bahan, pencampuran, pasteurisasi,
homogenisasi, penuaan, pembekuan, pengemasan, dan pengerasa (Arbubkle, 1986). Es
krim adalah buih setengah beku yang mengandung lemak teremulsi dan udara.
Sel-sel udara yang ada berperan untuk memberikan tekstur lembut pada es krim
tersebut. Tanpa adanya udara, emulsi beku tersebut akan menjadi terlalu dingin
dan terlalu berlemak. Sebaliknya, jika kandungan udara dalam es krim terlalu
banyak akan terasa lebih cair dan lebih hangat sehingga tidak enak dimakan.
Sedangkan, bila kandungan lemak susu terlalu rendah, akan membuat es lebih
besar dan teksturnya lebih kasar serta terasa lebih dingin. Emulsifier dan
stabilisator dapat menutupi sifat-sifat buruk yang diakibatkan kurangnya lemak
susu dan memberi rasa lengket (Marshall dan Arbuckle, 1996).
Pembuatan es krim mneggunakan jagung manis
beku. Jagung ditimbang 400 g sesuai dengan resep. Lalu jagung dikukus selama 30
menit guna untuk mencairkan jagung beku juga untuk mematangkan jagung. Setelah
itu jagung diblender dengan perbandinga air 3:1 menggunakan blender untuk
mendapatkan susu jagung. Setelah jagung menjadi susu jagung direbus kembali
dengan tujuan pasteurisasi. Lalu susu jagung disaring agar terbebas dari
endapan yang mungkin ada. Setelah itu dilakukan penambahan cmc atau gelatin
dengan jumlah tertentu ke dalam cairan susu jagung. Penmabahannya berguna untuk
membantu pembentukan es krim dari susu jagung. Proses penambahannya dilakukan
dengan mixer agar tercampur dengan baik. Setelah itu adonan es krim dibekukan
selama 24 jam. Setelah 24 jam, hasil susu jagung yang beku dimasukkan ke dalam
ice maker selama 45 menit untuk mendapatkan hasil berupa es krim. Setelah 45
menit es krim di masukkan kembali ke dalam lemari es untuk dibekukan.
Prose pencampuran bahan es krim disebut dengan
homogenisasi yang dilakukan menggunakan mixer. Proses tersebut dapat
berpengaruh terhadap hasil es krim apa bila es krim tidak tercampur dengan
baik. Setelah proses homogenisasi, emulsi didinginkan pada suhu 4°C. Efek utama
dari pendinginan adalah mendinginkan lemak dalam proses emulsi dan
kristalisasi, mengakibatkan mikroba mengalami heat shock yang menghambat
pertumbuhan mikroba sehingga jumlah mikroba akan turun drastis. Pendinginan
dilakukan dengan cara melewatkan ICM ke elemen pendingin. Proses pasteurisasi,
homogenisasi, dan pendinginan dilakukan selama kurang lebih satu jam sepuluh
menit. ICM yang sudah mengalami perlakuan tersebut dimasukkan kedalam aging
tank untuk mengalami proses aging (Winarno, 2002).
Pada tahapan pembuatan es krim dilakukan proses pateurisasi.
Pasteurisasi tersebut dilakukan ketika bahan es krim masih berupa susu jagung.
Pasteurisasi susu jagung berguna untuk membunuh mikroba yang mungkiin terdapat
pada susu jagung, sehingga es krim jagung dapat terbebas dari mikroba yang
dapat menjadi kontaminan dan menyebabkan es krim jagung tidak terbentuk dengan
baik. Susu jagung berperan sebagai faktor penyumbang kadar karbohidrat terbesar
dalam es krim, selain sukun (Wati, 2013). Tujuan utama pasteurisasi adalah
membunuh mikroba pathogen, melarutkan bahan-bahan kering, meningkatkan cita
rasa, memperbaiki mutu es krim, memperpanjang umur produk dan mnehasilkan
produk yang seragam (Desroiser, 1977). Pasteurisasi adalah sebuah proses
pemanasan makanan dengan tujuan membunuh organisme merugikan seperti bakteri,
virus, protozoa, kapang, dan khamir. Jadi dalam makanan dan minuman yang
dipasteurisasi, beberapa mikroba yang menguntungkan untuk makhluk hidup
sebenarnya dibiarkan tetap hidup (Harris, 2011).
Tujuan lain dari dilakukannya proses
homogenisasi pada es krim adalah untuk memperkecil ukuran globula es krim
sehingga tekstur es krim dapat lembut. Homogenisasi bertujuan untuk memperkecil
ukuran dan menyebarkan globula lemak secara merata. Hal ini penting untuk
mencegah bersatunya globula lemak sehingga dapat meningkatkan kekentalan dan
menurunkan daya buihnya (Campbell, 1975). Proses homogenisasi dalam pembuatan
es krim jagung bertujuan untuk mengaduk semua bahan secara merata, memecah dan
menyebar globula lemak, membuat tekstur lebih mengembang dan dapat menghasilkan
produk yang lebih homogeny (Prabani, 2012). Manfaat homogenisasi yaitu bahan
campuran menjadi sempurna, mencegah penumpukan disperse globula lemak selama
pembekuan, memperbaiki tekstur dan kelezatan, mempercepat aging dan produk yang
dihasilkan lebih seragam (Anonim, 2011).
Pembuatan es krim jagung menggunakan bahan
tambahan berupa cmc atau gelatin. Bahan tersebut berpengaruh pada tekstur es
krim yang dihasilkan. Banyak sedikitnya cmc atu gelatin yang digunakan juga
mempengaruhi keberhasilan es krim dengan tekstur yang sesuai. CMC ini berperan
untuk meningkatkan kekentalan ICM dan memperpanjang masa simpan es krim,
sehingga CMC ini sangat berpengaruh terhadap tekstur dari es krim (Wati, 2013).
Zat penstabil memiliki peranan sebagai penstabil dalam proses pencampuran bahan
baku es krim, menstabilkan molekul udara dalam adonan es krim, dengan demikian air tidak akan mengkristal, dan lemak tida k akan mengeras. Zat penstabil juga
bersifat mengentalkan adonan, di samping itu zat penstabil dapat membentuk
selaput yang berukuran mikro untuk mengikat molekul lemak, air, dan udara. Zat penstabil yang umum digunakan
dalam pembuatan es krim dan frozen dessert lainnya adalah CMC (carboxymethil
cellulose), gelatin, Naalginat, karagenan, gum arab dan pektin. Berbagai jenis
zat penstabil ini diduga akan memberi pengaruh yang berbeda kepada mutu es
krim. Selain itu bahan pembantu lainnya yang tidak kalah penting adalah non
dairy cream. Zat penstabil berfungsi untuk emulsi, yaitu membentuk selaput yang
berukuran mikro untuk mengikat molekul lemak, air, dan udara. Dengan demikian
air tidak akan mengkristal, dan lemak tidak akan mengeras. Zat penstabil juga
bersifat mengentalkan adonan, sehingga selaput-selaput tadi bisa stabil (Syah
putra, 2009). Gelatin dapat diperoleh
dari kolagen yang dapat dijumpai pada kulit dan tulang belulang dan
kasein tulang. Perubahan kolagen menjadi gelatin dihasilkan dengan ekstraksi
kolagen dengan air panas setelah perlakuan dengan asam atau basa (Cahyadi,
2005). Kekentalan pada adonan es krim akan berpengaruh pada tingkat kehalusan
tekstur, serta ketahanan es krim sebelum mencair. Proses pembuatannya sendiri
melalui pencampuran atau mixer bahan-bahan menggunakan alat pencampur yang
berputar (Harris, 2011).
Karakteristik es krim yang baik dapat dilihat
dari beberapa hal. Beberapa ciri nya adalah kemampuan untuk meleleh es krim. Es
krim yang memiliki daya ikat air yang baik akan tahan terhadap suhu tinggi yang
tidak dikehendaki. Kecepatan meleleh es krim sangat dipengaruhi oleh
bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan ICM, Es krim yang baik adalah es
krim yang tahan terhadap pelelehan pada saat dihidangkan pada suhu ruang (Wati,
2013). Es krim yang baik adalah es krim yang memiliki daya simpan yang relatif
lama atau tidak mudah meleleh pada suhu kamar. Konsumen menginginkan es krim
yang memiliki permukaan yang lembut namun tidak mudah lumer (Widiantoko, 2011).
Es krim yang baik memiliki nilai overrun yang rendah dan waktu pelelehannya
lama sehingga es krim tidak cepat mencair (Prabani, 2012).
Pada umumnya es krim yang beredar di pasaran
memiliki tekstur yang lebih halus dari pada es krim yang dihasilkan, juga
memiliki rasa yang lebih manis. Juga aroma es krim pada umumnya lebih harum
dari pada ek krim hasil praktikum. Hal tersebut disebabkan karena perbedaan
proses pembuatan dan pencampuran adonan yang berbeda. Mutu es krim biasanya
ditentukan oleh bahan bakunya yang bermutu tinggi serta proses pembuatannya yang
higenis (Waridi, 2004).
Meskipun bahan baku es krim dari jagung namun,
es krim memiliki nilai gizi yang cukup baik. Komposisi gizi per 100 gram es
krim yang menonjol adalah energy (207 kkal), protein (4,0 g), dan lemak (12,5 g
). Berdasarkan komposisinya, es krim digolongkan menjadi tiga kategori, yaitu
economy, good average, dan dehixe (super premium). Es krim komersial pada
umumnya berjenis economy. Lemak bisa dikatakan sebagai bahan baku es krim.
Fungsinya untuk memeberi tekstur halus, berkontribusi dengan rasa serta memberi
efek sinergis pada tambahan flavor yang digunakan. Disamping itu, penggunakan
lemak akan memperindah penampakan (Syah putra, 2009).
Dari hasil pembuatan es krim dengan cmc dan
gelatin didapatkan hasil bahwa eskrim jagung dengan cmc ataupun es krim dengan
gelatin memiliki tingkat kemasaran yang agak berpasir. Dari segi warna es krim
jagung dengan cmc memiliki warna kuning keputihan dan es krim dengan gelatin
memiliki warna kuning muda, dari segi aroma keduanya memiliki aroma jagung yang
harum yang tidak terpengaruh oleh gelatin ataupun cmc. Dari segi rasa keduanya
memiliki rasa manis yang sama, dan dari hasil uji kecepatan meleleh didapatkan
hasil bahwa es krim dengan cmc memiliki nilai cepat dibandingkan dengan es krim
jagung dengan gelatin. Susu jagung menghasilkan aroma yang disukai (Wati,
2013). Rasa dalam es krim merupakan
kombinasi cita rasa dan aroma, yang dibuat untuk memenuhi selera konsumen. Pada
umumnya, rasa dan aroma es krim merupakan satu kesatuan yang saling menunjang
karena hal pertama yang akan diperhatikan oleh konsumen. Rasa manis juga berasal dari dari kandungan
karbohidrat pada susu jagung (Wati, 2013).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis zat penstabil memberikan
pengaruh sangat nyata terhadap TSS, titik leleh, viskositas; nyata terhadap
organoleptic tekstur; dan tidak nyata terhadap kadar lemak dan overrun (Waridi,
2004). Tekstur yang lembut pada es krim juga sangat dipengaruhi oleh komposisi
campuran, pengolahan dan penyimpanan Kelembutan es krim disebabkan oleh bahan
lemak dan bahan penstabil (Wati, 2013). Warna yang dihasilkan lebih menarik
daripada dengan perbandingan yang lainnya yaitu kuning muda, aroma dan rasanya
terasa jagung dan krim, serta teksturnya yang lembut (Prabani, 2012). Bahan
pemanis yang umum digunakan dalam pembuatan es krim adalah gula pasir (sukrosa)
dan gula bit. Bahan pemanis selain berfungsi memberikan rasa manis, juga dapat
meningkatkan cita rasa, menurunkan titik beku yang dapat membentuk
kristal-kristal es krim yang halus sehingga meningkatkan penerimaan dan
kesukaan konsumen. Penambahan bahan pemanis sekitar 12% sampai 16% (Harris,
2011).
e.
Nugget ayam
Nugget adalah produk olahan yang menggunakan
teknologi restrukturisasi dengan memanfaatkan potongan daging yang relative
kecil dan tidak beraturan kemudian melekatkannya kembali menjadi ukuran yang
lebih besar dibantu bahan pengikat. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan
produk ini dititikberatkan pada kemampuan mengikat antara partikel daging dan
bahan-bahan lain yang ditambahkan (Rahardjo et al., 1995). Nugget adalah jenis
makanan lauk pauk berkadar protein tinggi yang terbuat dari bahan dasar hewani
dan dicampur dari bahan lain melalui proses pemaniran dan penggorengan
(Departemen perindustrian RI, 1995). Nugget merupakan suatu produk olahan yang
dibuat dari daging tanpa kulit dan tulang yang digiling, diberi bumbu, dicampur
bahan pengikat kemudian dicetak menjadi bentuk tertentu, dan dilumuri tepung
panir kemudian digoreng (Bintoro, 2008). Bahan dasar hewani yang biasa
digunakan dalam pembuatan nugget dipasaran yaitu daging ayam, daging sapi,
udang, dan ikan, tetapi yang paling populer dimasyarakat yakni nugget ayam
(Yuliani, 2013). Proses pembuatan nugget
mencakup delapan tahap, yaitu penimbangan bahan, penggilingan, pencampuran
bahan, pencetakan, pengukusan, pelapisan perekat dan pelumuran tepung roti
(pemaniran), penggorengan awal (pre-frying) dan pembekuan (Yuliani, 2013).
Menyatakan bahwa penambahan tepung tapioka akan meningkatkan
rendemen yang diperoleh dan menurunkan biaya produksi dalam pengolahan produk
olahan daging ikan (William, 1997). Pemberian bumbu bertujuan untuk membangkitkan
rasa, garam bersama senyawa fosfat akan membantu pembentukan gel protein ayam
dengan baik, sehingga nugget yang dihasilkan teksturnya padat. Selain itu
dengan penambahan telur dan tepung tapioka dapat sebagai bahan pengikat.
(Wibowo, 2000). Semakin segar daging semakin bagus mutu nugget yang dihasilkan
(Yuliani, 2013). Telur merupakan bahan pangan yang mempunyai banyak kandungan
zat gizi terutama kandungan proteinnya, biasanya digunakan dalam pembuatan
berbagai macam lauk dan adonan kue. Penambahan telur dalam pembuatan nugget
berfungsi agar adonan menjadi kompak dan padat, pemberi rasa lezat, menambah
nilai gizi dan memberi tekstur adonan yang kenyal (Prayitno dan Susanto, 2001 :
46). Dalam pembuatan nugget, tepung
tapioka berfungsi sebagai bahan tambahan atau bahan pengisi dan bahan perekat
adonan. Bahan pengisi nugget merupakan sumber pati yang ditambahkan dalam
produk untuk menambah bobot produk dengan mensubstitusi sebagian daging
sehingga biaya dapat ditekan (Rahayu, 2007). Fungsi lain dari bahan pengisi
adalah membantu meningkatkan volume produk. Bahan pengisi yang umum digunakan
pada pembuatan nugget adalah tepung (Afrisanti, 2010). Pendinginan ini
bertujuan untuk mencegah denaturasi protein aktomiosin oleh panas. Penggilingan
jenis pangan sumber protein dilakukan berfungsi untuk menghaluskan jenis pangan
sumber protein agar mudah tercampur dalam adonan (Yuliani, 2013). Pengukusan
menyebabkan terjadinya pengembangan granula– granula pati yang disebut
gelatinisasi. Gelatinisasi merupakan peristiwa pengembangan granula pati
sehingga granula tersebut tidak dapat kembali seperti keadaan semula (Winarno,
1997). Tujuan penggorengan awal adalah untuk menempelkan perekat tepung pada
produk sehingga dapat diproses lebih lanjut dengan pembekuan selanjutnya didistribusikan
kepada konsumen. Penggorengan awal akan memberikan warna pada produk, membentuk
kerak pada produk setelah digoreng, memberikan penampakan goreng pada produk
serta berkontribusi terhadap rasa produk (Fellow, 2000).
Kemampuan mengikat air berpengaruh
pada tekstur dan kesukaan nugget. Tekstur sangat berpengaruh terhadap rendemen, tekstur yang kompak pada
nugget akan mempertinggi persentase rendemen. Rendemen merupakan
persentase berat nugget yang dihasilkan
(Permadi, 2008).
Dalam proses pembuatan nugget diperlukan filler (bahan pengisi)
yang berfungsi untuk meningkatkan tekstur, mengikat air dan membentuk gel.
Biasanya nugget menggunakan filler tepung tapioka. Jenis bahan untuk filler
nugget ampas tahu adalah bahan yang mengandung banyak karbohidrat, diantaranya
tepung tapioka dan tepung maizena. Kedua jenis tepung ini memiliki
karakteristik yang berbeda, terutama dalam pembentukan gel (Yuliani, 2013).
Tepung roti disebut juga remah roti atau tepung
panir yang sebagian besar penggunaannya untuk melapisi produk daging atau
sejenisnya yang kemudian mengalami tahap pembekuan (Matz, 1992). Fungsi dari
tepung roti yaitu untuk memberikan warna kuning keemasan dan tekstur renyah
diluar setelah dilakukannya penggorengan serta bentuk nugget menjadi lebih rapi (Yuliani, 2013). Pemaniran
merupakan proses yang harus dilakukan dalam pembuatan nugget yang mempunyai dua
tahapan yaitu pencelupan adonan nugget yang sudah dipotong pada putih telur dan
pelumuran tepung roti. Tahapan yang pertama merupakan pencelupan nugget yang
sudah dipotong pada putih telur dengan tujuan agar tepung roti dapat menempel
pada nugget. Pelumuran tepung roti menjadi tahapan yang kedua dan merupakan
bagian yang paling penting dalam proses pembuatan produk pangan beku dan
industri pangan yang lain. Pelumuran tepung roti dapat membuat produk menjadi
renyah, enak dan lezat. Nugget termasuk salah satu produk yang pembuatannya
menggunakan proses pemaniran. Tepung roti yang digunakan sebaiknya tidak
tengik, wadahnya masih dalam keadaan baik, memiliki bau khas tepung, dan waktu
kadaluarsanya masih lama (Yuyun, 2007: 7). Nugget termasuk salah satu produk
yang pembuatannya menggunakan batter dan breading. Batter yang digunakan dalam
pembuatan nugget berupa tepung halus dan berwarna putih, bersih dan tidak
mengandung benda–benda asing. Tepung roti harus segar, berbau khas roti, tidak
berbau tengik atau asam, warnanya cemerlang, serpihan rata, tidak berjamur dan
tidak mengandung benda-benda asing (BSN, 2002).
Karena nugget terbuat dari bahan baku ayam yang
diacmpur dengan tepung maka, nungget memiliki kandungan kalori yang cukup
tinggi dan juga protein. Komposisi gizi yang terkandung pada nugget ayam yang
ada dipasaran sangat bervariasi antara satu merek dengan merek lainnya.Walaupun
komposisi gizi nugget yang ada dipasaran sangat beragam, tetapi sebagai
gambaran umum uraian berikut dapat digunakan sebagai pedoman. Total energi yang
diperoleh dari suatu ukuran saji nugget ayam dengan berat 140 gram adalah 307
kkal. Kadar proteinnya mencapai 43 gram/140 gram bahan, yaitu dapat memenuhi
86% dari kebutuhan protein tubuh sehari-hari (Astawan, 2008).
Hasil pengamatan selama pembuatan nugget adalah
terdapat perubahan berat, dimana berat sebelum diblender 250 g baik adonan
nugget denga tepung pisang dan tepung terigu. Setelah di blender adoanan tidak
mengalami perubahan berat. Sedangkan perubahan terjadi ketika proses perebusan
dimana berat nugget pisang menjadi 403 g dan nugget dengan tepung terigu 386 g.
sedangkan rata-rata nugget setelah penggorengan menjadi 563 g pada nungget
dengan tepung pisang, dan 490 g pada nugget dengan tepung terigu. Sedangkan
dari hasil organoleptic nugget dengan tepung pisang didapatkan aroma yang khas
merica dikarenakan penambahan merica pada adonan yang cukup banyak juga berpengaruh
pada rasa. Sedangkan dari tekstur nugget dengan tepung pisang memiliki tekstur
yang kenyal, dan warna coklat. Dibandingkan dengan hasil nugget dengan tepung
terigu memiliki aroma yang harum dikarenakan penambahan rempah, rasa dominan
merica, tekstur yang empuk , dan warna yang coklat kekuningan. Keunggulan dari
nugget ayam adalah kadar sodiumnya yang rendah, yaitu pertakaran saji hanya 5%
dari kebutuhan sehari-hari. Oleh karena itu tidak perlu khawatir terhadap
terjadinya hipertensi. Oleh karena itu kadar sodium sangat bervariasi
tergantung merek nugget, ada baiknya konsumen berhati-hati dalam memilih produk
yang akan dikonsumsi. Membaca label kemasan terlebih dahulu dan
membandingkannya dengan berbagai merek lainnya sangat dianjurkan (Astawan, 2008)
Kelemahan nugget ayam adalah kadar lemak dan kolesterol yang cukup tinggi.
Kadar lemak total per takaran saji nugget ayam adalah 13 gram, setara dengan
20% dari kebutuhan tubuh.Sebagian dari lemak tersebut berupa lemak jenuh dengan
kadar 3 gram per takaran saji, yang setara dengan 17% dari kebutuhan tubuh
sehari. Kadar kolesterol mencapai 132 mg per takaran saji, yang setara dengan
46% dari kebutuhan tubuh sehari (Astawan, 2008).
Pembuatan nugget harus dengan daging ayam yang
baik kualitasnya. Pemilihan daging juga mempengaruhi hasil nugget yang
dihasilkan. Daging ayam yang baik digunakan untuk nugget adalah bagian ayam
yang memiliki kandungan daging yang banyak. Daging yang digunakan juga
sebaiknya daging ayam yang masih segar. Ciri-ciri daging ayam yang baik, antara
lain: a. warna daging putih-kekuningan cerah (tidak gelap, tidak pucat, tidak
kebiruan, tidak terlalu merah), b. warna kulit ayam putih-kekuningan, cerah,
mengkilat dan bersih, c. bila disentuh, daging terasa lembab dan tidak lengket
(tidak kering), d. bau spesifik daging (tidak ada bau menyengat, tidak berbau
amis, tidak berbau busuk), e. konsistensi otot dada dan paha kenyal atau
elastis (tidak lembek), f. bagian dalam karkas dan serabut otot berwarna putih
agak pucat, dan g. pembuluh darah di leher dan sayap kosong (tidak ada sisa-sisa
darah) (Yuyun, 2007). Ciri-ciri daging ayam yang baik, antara lain adalah : · Warna
putih-kekuningan cerah (tidak gelap, tidak pucat, tidak kebiruan, tidak terlalu
merah). · Warna kulit ayam putih-kekuningan, cerah, mengkilat dan bersih. · Bila disentuh,
daging terasa lembab dan tidak lengket (tidak kering). · Bau spesifik daging
(tidak ada bau menyengat, tidak berbau amis, tidak berbau busuk). · Konsistensi otot
dada dan paha kenyal, elastis (tidak lembek). · Bagian dalam karkas dan serabut otot berwarna putih agak pucat. · Pembuluh darah di
leher dan sayap kosong (tidak ada sisa-sisa darah) (Kementrian, Pertanian,
2012).
KESIMPULAN
a.
Tahu
1.
Prinsip pembuatan tahu dengan
penggumpalan protein susu dari susu kedelai yang dibantu dengan asam cuka.
2.
Pembuatan tahu dilakukan dengan
pembersihan kedelai, lalu perendaman, yang dilanjutkan dengan pengahancuran
kedelai, lalu penyaringan, lalu pasteurisasi pada filtrate, penambahan cuka
pada filtrate, pemisahan gumpalan tahu, pembentukan tahu dan pemotongan, juga
pengukusan tahu.
3.
Pembuatan larutan cuka dilakukan dengan menambahkan
air kepada
cukakaren cuka bersifat lembab cair dan secara spontan menyerap karbon dioksida
dari udara bebas. Ia sangat larut dalam air dan akan melepaskan panas ketika
dilarutkan. Ia juga larut dalam etanol dan metanol, walaupun kelarutan NaOH
dalam kedua cairan ini lebih kecil daripada kelarutan KOH. Ia tidak larut dalam
dietil eter dan pelarut non-polar lainnya.
b.
Mie basah
1.
Prinsip pembuatan mie adalah dengan
mencampurkan bahan baku berupa tepung dengan ditambahkan bahan tambahan pangan
yang kemudian dilakukan pencampuran dengan diuleni selanjutnya proses pemipihan
adonan dan pembentukan adonan menjadi potongan mie
2.
Karakteristik mie yang dibuat dengan
tepung ubi jalar memiliki warna yang dan tekstur yang kurang baik, juga aroma
dan rasa yang kurang disukai. Dibandingkan dengan hasil mie dengan tepung
terigu memiliki hasil yang lebih baik. Baik dari segi aroma, rasa, warna, dan
tekstur.
c.
Bakso ikan
1.
Pembuatan bakso ikan dengan menyiangi
ikan, menghilangkan aroma amis daging ikan dengan memberikan air jeruk,
memisahkan BDD daging ikan, penimbanga daging, pemerasan daging ikan untuk
memisahkan dari air, penghalusan daging, penambahan bumbu, pencampuran seluruh
bahan dengan cara diuleni, penambahan adoann dengan tepung, pembentukan adonan
menjadi bulat bakso, lalu proses perebusan.
2.
Pemilihan daging ikan yang baik dan segar
dengan cara melihat mata ikan yang masih cembung, insang yang masih elastis,
sirip dan ekor masih sempurna, daging masih kenyal tidak lunak, kulit ikan
tidak rusak, aroma ikan masih khas amis ikan, dan ikan tenggelam dalam air.
3.
Bahan yang digunakan dalam membuat bakso
adalah daging ikan, beberapa bumbu, dan tepung tapioca.
4.
Pemisahan daging dan kulit ikan dengan
cara memfillet daging ikan, juga memisahkan daging dari duri ikan untuk
didaptkan BDD ikan dan mendapat tekstur bakso ikan yang sesuai.
5.
Proses pembentukan bakso ikan dilakukan
dengan cara menggengam adonan bakso dalam tangan dan menekannya perlahan hingga
adonan keluar dari genggaman bagian atas, lalu adonan dibentuk bulat oleh jari
telunjuk dan jempol dan dirapihkan serta dipisahkan dari genggaman dengan
bantuan sendok.
d.
Ice cream
1.
Cara pembuatan es krim jagung dengan cara
penyiangan jagung yang akan digunakan,
lalu penimbanga, selanjutnya jagung dikukus, lalu dihancurkan dengan
ditambhankan air, lalu perebusan, penyaringan, penambahan adonan dengan cmc
atau gelatin, pencampuran adonan dengan bantuan mixer, pembekuan eskrim 24 jam,
lalu pembuatan es krim dengan ice cream maker, dan pemasukan kembali es krim
dalam freezer.
2.
Karakteristik es krim yang dibuat dengan
cmc dan dengan gelatin memiliki rasa, aroma, warna dan kemasiran yang hampir
sama yaitu beraroma harum khas jagung, rasa manis, warna kuning muda, tidak
terlalu masir dan perbedaan tekstur dimana es krim dengan cmc memiliki tekstur
yang lebih baik dibandingankan dengan es krim dengan gelatin.
e.
Nugget ayam
1.
Proses pembuatan nugget diawali dengan
penyiangan daging ayam, penggilingan daging dengan penambahan garam,
pencampuran daging dengan tepung, bumbu dan roti tawar, diaduk hingga tercampur
rata, memipihkan adonan , lalu pemotongan adonan, pengukusan, membalut dengan
putih telur, melapisi dengan tepung panir, dan proses penggorengan.
2.
Perbedaan nugget dengan tepung terigu dan
pisang adalah terdapat perbedaan pada tekstur dan warna nugget, tekstur nugget
dengan tepung terigu kenyal dan berwarna coklat sedangkan nugget dengan tepung
pisang empuk dan berwarna coklat kekuningan. Sedangkan aroma dan rasa sama.
DAFTAR PUSTAKA
Afrianto, D. 2014. Pengaruh Penyuluhan Terhadap Pengetahuan,
Sikap dan Tindakan Petani Paprika di Desa Kumbo-Pasuruan Terkait Penggunaan
Alat Pelindung Diri (APD) Dari Bahaya Pestisida Tahun. Skripsi.Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. Jakarta:UIN Syarif Hidayatullah. Halaman 28-33.
Afrisanti, D.W. 2010. Kualitas Kimia
dan Organoleptik Nugget Daging Kelinci dengan Penambahan Tepung Tempe.
Skripsi. Program Studi Peternakan. Fakultas Pertanian. Surakarta : Universitas
Sebelas Maret.
Anonim . 2013. Pengaruh Berbagai Media Tanam Terhadap Kecepatan
Perkecambahan Biji Kacang Hijau.
Anonim, 2005. Obat Generik Berlogo. The Journal, Vol 76,
International Federation Of Anti Leprosy Associations. Volume 01. Jakarta:
Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia. Halaman 9.
Anonim. 2011. Tips Kesehatan Bahaya Fast Food
Arbuckle, W.S. 1986. Ice Cream. The AVI Publishing Company,
Inc., Westport,Connecticut.
Astawan, M. 1999. Membuat Mie dan Bihun. Jakarta. Penebar
Swadaya.
Astawan, M. 2008. Khasiat Warna Warni
Makanan. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama.
Astawan, M., 2006. Membuat Mie dan Bihun. Jakarta. Penebar
Swadaya.
Astuti, N. P. 2009. Sifat Organoleptik Tempe Kedelai Yang
Dibungkus Plastik, Daun Pisang Dan Daun Jati. Karya Tulis Ilmiah Fakultas
Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Bakar A, Usmiati S. 2007. Teknologi Pengolahan Daging. Bogor
: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian.
Basuki,dkk. 2013. Laporan Praktek Kerja Lapangan Bidang Industri
Kecil Obat Tradisional(IKOT) di IKOT Merapi Farma Herbal Yogyakarta Periode 4
Maret – 16 Maret 2013.Laporan Praktek Lapangan.Program Studi D3 Farmasi
Politeknik Kesehatan Bhakti Setya Indonesia.
Bintoro. 2008. Teknologi Pengolahan Daging dan Analisis Produk.
Universitas Diponegoro. Semarang.
BSN (Badan Standarisasi Nasional) (1995). SNI 01-0222-1995
Tentang Bahan Tambahan Makanan.Jakarta: Badan Standarisasi Nasional. Hal.
1-138.
BSN, 2002 Badan Standardisasi Nasional. 2002. Nugget Ayam. SNI
01-6683-2002. Jakarta : Badan Standardisasi Nasional
Campbell, J.R. dan R.T. Marshall. 1975. The Science of Providing
Milk for Men.McGraw Hill Book Co. Inc., New York.
Candrawati. 2009. Hubungan
Antara Pengetahuan Ibu Tentang Kesehatan Gigi Dengan Kejadian Karies Pada Anak
Kelas 1 – 3 SD Negeri 3 Sumber Kabupaten
Klaten Jawa Tengah.
Skripsi.
Departemen Perindustrian RI. (1995). Standar Nasional Indonesia.
Departemen Perindustrian republik Indonesia: Jakarta.
Desrosier, N.W. dan D.K. Tressler. 1977. Fundamentals of Food
Freezing. TheAVI Publishing Company Inc., Westport, Connecticut.
FAO. 1995. Code of Conduct for Responsible Fisheries. Rome,
FAO, 41 pp. (issued also in Arabic, Chinese, French and Spanish).
Fellow, A.P. 2000. Food Procession
Technology, Principles and Practise.2nd ed. Woodread.Pub.Lim. Cambridge.
England. Terjemahan Ristanto.W dan Agus Purnomo
Hamid. M, 2012. Kandungan &
Manfaat Tahu. Jakarta. Penebar Swadaya.
Harahap, 2007, Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan, edisi
Pertama, cetakan ketiga. Jakarta. Penerbit: Raja Grafindo Persada.
Harris, Asriyadi. 2011. Pengaruh Subtitusi Ubi Jalar (Ipomea
batatas) dengan Susu Skim terhadap Pembuatan Es Krim. Skripsi. Makassar: Fakultas
Pertanian, Universitas Hassanudin.
Herman, A.S., 1985. Prinsip dasar Pembuatan dan Pengawasan Mutu
Tahu. BPPIHP. Bogor
Koswara, S. 2009. Teknologi Pengolahan Telur (Teori dan Prakte.). eBookPangan.com. diakses pada 25 November 2016
Koswara, S. 2011. Nilai Gizi,
Pengawetan dan Pengolahan tahu. E.bookpangan.com (25 November 2016).
Marshall, R.T. dan Arbuckle, W.S. (1996). Ice Cream. Edisi
Kelima. New York: International Thompson Publishing. New York. Hal. 56-58.
Matz, S.A. 1992. Bakery Technology and
Engineering. 3rd Edition. Pan-tech International Inc., Texas.
Matz, S.A., 1972. Bakery Technology and Engineering. Second
edition, The AVI Publishing Co,
Inc, Westport, Connecticut.
Mudjajanto, Eddy Setyo dan Lilik Noor Yulianti. 2004. Membuat
Aneka Roti. Jakarta.Penebar
Swadaya.
Mustafa. 2006. Menata
Pulau-pulau Kecil Perbatasan, Belajar dari Kasus Sipadan, Ligitan, dan Sebatik.
Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Nurhasan dan B. Pramudyanto. 1987. Pengolahan
Air Buangan Industri Tahu
O'Brien, M.A., Schneider, L.E.,
Taghert, P.H. (1991). In situ hybridization analysis of the FMRFamide
neuropeptide gene in Drosophila. II. Constancy in the cellular pattern
of expression during metamorphosis.
Pearson, A.M. dan F.W. Tauber. 1984. Proced Meats. AVI
Publishing Company, Inc. Westport, Connecticut.
Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor
15/Permentan/OT.1403/2012, Tentang Perubahan atas perubahan Peraturan Menteri
Pertanian Nomor 89/Permentan/OT.140/12/2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan
Menteri Pertanian Nomor 37/Kpts/HK.060/1/2006 Tentang Persyaratan Teknis dan
Tindakan Karantina Tumbuhan untuk Pemasukan Buah-Buahan dan/atau Sayuran buah
segar ke Dalam Wilayah Negara RI
Permadi, Adi.2008. Ramuan Herbal
Penumpas Hipertensi. Jakarta : Pustaka Bunda. 2008.
Pomeranz Y. 1991. Functional Properties of Food Components.
San Diego : Academic Press Inc.
Prabani A, Roekmy. 2012. Hubungan Penggunaan Kuesioner Pra
Skrining Perkembangan (KPSP) Dengan Penyimpangan Perkembangan Balita Usia 13-59
Bulan Di Poskesdes Gudang. Vol. 1, no :1, Januari 2012.
Prabani A, Roekmy. 2012. Hubungan Penggunaan Kuesioner Pra
Skrining Perkembangan (KPSP) Dengan Penyimpangan Perkembangan Balita Usia 13-59
Bulan Di Poskesdes Gudang. Vol. 1, no :1, Januari 2012.
Prayitno dan Susanto T. 2001. Kupang
dan makanan tradisional Sidoarjo. Surabaya: Trubus Agriasasana.
Radley, J.A. 1976. Starch Production Technology. Applied
Science Publishers, London.
Rahardjo, et.al.2000. Penyakit Gagal Ginjal Kronik. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi III. Jakarta; BPFKUI.
Rahayu, T dan Faatih, M. 2007. Pemanfaatan
Limbah Tomat sebagai Pengganti Em-4 pada Proses Pengomposan Sampah Organik. Jurnal
Penelitian Sains & Teknologi. Vol. 8, No. 2, 2007: 119 – 143.
Rahmawati, J.D.W. 2013. Pengaruh
Kompetensi dan Independensi Terhadap Kualitas Audit.
Rustandi, D. 2011. Produksi Mie. Solo. Tiga Serangkai Pustaka Mandir. Hlm 124.
Sari. Fitria. 2010. Analisis
Pengaruh Kepemilikaan Manajerial,Kebijakan
Utang, Profitabilitas, Ukuran Perusahaan Dan KesempatanInvestasi Terhadap
Kebijakan Dividen. Skripsi. Surakarta.
Sarjono, Agus, 2006. Hak
Kekayaan Intelektual dan Pengetahuan Tradisional, PT Alumni : Bandung
Sarwono,S dan Saragih Y.P.2003. Membuat Aneka Tahu. Jakarta
: Penebar Swadaya.
Shurtleff, W. dan Aoyagi, A. 2007. History of Fermented Soymilk
and Its Products. California. Soy
Info
Sumaatmaja, N. 1983. Geografi Sebagai Nilai Ekstensi untuk
Menunjang Perwujudan Kesatuan Bangsa dan Negara (studi krikulum pengajaran
Geografi di SMA di Jawa Barat). Disertasi. Doctor pada IKIP Jogyakarta.
Sunaryo, E., 1985. Pengolahan Produk Serealia dan Biji-bijian.
Fateta IPB, Bogor.
Suprapti. 2003. Tepung Ubi Jalar pembuatan dan pemanfaatannya.
Yogayakarta. Kanisius.
Tarwotjo, I. S., Hartini, S., Soekirman dan Sumartono. 1971. Komposisi
Tiga Jenis Bakso di Jakarta. Akademi Gizi, Jakarta.
Waridi. 2004. Pengolahan Sosis Ikan. Departemen Pendidikan
Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat
Pendidikan Menengah Kejuruan, Jakarta.
Wati, Eniza. 2013. Pengaruh Budaya Organisasi, Dan Komitmen
Organisasi Terhadap Hubungan Partisipasi Penyusunan Anggaran Dengan Kinerja
Pemerintah Daerah. Jurnal Fakultas Ekonomi Universitas Negeri: Padang.
Wibowo, 2012. Manajemen Kinerja (Edisi ke 3 ). Jakarta:
Rajawali Pers.
Wibowo, S. 2000. Industri Pemindangan
Ikan. Jakarta : Penebar Swadaya.
Widiantoko, R.K. (2011). Es Krim. diakses tanggal 24
November 2016.
Widyaningsih, T.W, dan E.S. Murtini, 2006. Alternatif Pengganti
Formalin Pada Produk Pangan. Surabaya. Trubus Agirasana.
William D., 1997. Makro Ekonomi. Jakarta.
Erlangga.
Winarno, F.G. dan T.S. Rahayu, 1994. Bahan Makanan Tambahan
untuk Makanan dan Kontaminan. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.
Winarno, F.G., 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
Yuliani. 2013. Implementasi Kegiatan
Ekstrakurikuler Keseneian Tari Topeng dalam Meningkatkan Rasa Cinta Tanah Air
Siswa Sekolah Dasar (Studi Deskriptif pada Ekstrakurikuler Kesenian Tari Topeng
Cirebon di SD Negeri Arjawinangun Kabupaten Cirebon). Skripsi S-1. Bandung:
Universitas Pendidikan Indonesia.
Yunarni. 2012. Studi Pembuatan Bakso Ikan Dengan Tepung Biji
Nangka (Artocarpus heterophyllus Lam). Makasar: Fakultas Pertanian
Univeerstas Hasanudin Makasar.
yuyun. 2007. Aneka Nugget Sehat nan
Lezat. Agromedia Pustaka. Depok
LAMPIRAN
a.
Hasil pembuatan mie
b.
Hasil pembuatan es krim
c.
Hasil pembuatan nugget ayam
SEMOGA BERMANFAAT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar