Minggu, 14 Mei 2017

LAPRAK MACAM-MACAM PENGOLAHAN MAKANAN

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Acara
Macam Pengolahan
a.    Tahu
b.    Pengolahan mie
c.    Bakso ikan
d.    Ice cream
e.    Nugget ayam
B.    Hari/Tanggal
Rabu 16 November 2016
C.   Tujuan
a.    Tahu :
1.    Menyebutkan prinsip pembuatan tahu
2.    Menjelaskan prosedur pembuatan tahu yang baik
3.    Membuat larutan batu tahu 5% dan pengenceran cuka 6,25%
b.    Pengolahan  mie
1.    Mengetahui prinsip pembuatan mie
2.    Mengetahui karakteristik mie yang dibuat dengan tepung ubi jalar dalam menggantikan tepung terigu
c.    Bakso ikan
1.    Menerangkan prosedur pembuatan bakso ikan
2.    Memilih ikan yang baik dan segar
3.    Menyebutkan bahan-bahan untuk membuat bakso ikan
4.    Memisahkan daging dan kulit ikan
5.    Mencetak bakso ikan dengan cara menual/ menggunakan tangan
d.    Ice cream
1.    Mengetahui cara pembuatan es krim jagung (nabati) yang baik
2.    Mengetahui karakterisktik es krim yang dibuat dengan menggunakan bahan penstabil CMC dan gelatin
e.    Nugget ayam
1.    mengetahui prosedur pembuatan nugget
2.    mengetahui perbedaan nugget dengan substitusi tepung terigu dan tepung pis
BAB II
METODE PERCOBAAN
A.    Alat dan Bahan
a.    Tahu
Kacang kedelai                 600 g
Air panas                           4500 ml
Cuka
Baskom                             2 buah
Panci                                 1 buah
Blender kedelai                 1 buah
Saringan                            1 buah
Kain kasa                          1 buah
b.    Pengolahan mie
Tepung terigu
Tepung ubi jalar
Garam
Minyak goreng
Telur kecil
Talenan                                         1 buah
Alat penggiling mie                        1 buah
c.    Bakso ikan
Ikan
Tepung tapioca
Garam halus
Merica halus
Bawang putih
Bumbu masak
Gilingan daging                 1 buah
Pisau                                 1 buah
Baskom                             3 buah
Panci                                 1 buah
Kompor                             1 buah
d.    Ice cream
Mixer                                 1 buah
Baskom                             2 buah
Timbangan                        1 buah
Pengaduk kayu                 1 buah
Panci                                 1 buah
Kompor gas                      1buah
Thermometer                    1 buah
Cetakan es krim              
Ice cream maker              1 buah
e.    Nugget ayam
Alat:
Pisau                     1 buah
Plastic
Talenan                 1 buah
Timbangan            1 buah
Grinder                  1 buah
Baskom                 3 buah
Alat penggorengan1 buah
Bahan:
Daging Ayam
4 lembar roti tawar
1 butir telur
Tepung panir
1,5% bawang putih bubuk
1% merica bubuk
1,5% garam
0,25% pala bubuk
1 buah kaldu blok
5% tepung terigu
5% tepung kanji




B.    Cara Kerja
a.    Tahu
Membersihkan kedelai
Merendam kedelai selama 2-6 jam
Memasukkan kedelai sebanyak 600 g ke dalam blender dengan menambahkan air panas dengan perbandingan 1:8 berat kedelai
Menyaring bubur kedelai dengan kain sifon
Mendidihkan filtrat selama 30 menit, matikan dan pertahankan suhu filtrat 80-900c
Masukkan larutan asam cuka 8 ml (perbandingan sari kedelai 1 liter = 3 ml asam cuka)
Memisahkan gumpalan dan membungkus dengan kain kasa
Memanaskan kembali sari kedelai
Memberi asam cuka 20 ml
Mendiamkan beberapa saat, sampai sari kedelai menggumpal
Menyaring sari kedelai dan mengambil gumpalan yang terbentuk
Mengepres dan memeras gumpalan yang didapat
Mencetak tahu seperti kubus dan merebusnya






b.    Pengolahan mie
Menyiapkan adonan tepung
Mencampurkan campuran tepung dengan garam 1 sdt, telur 3 butir, dan minyak goreng 1 sdm
Menguleni adonan selama 20 menit
Mengistirahatkan adonan selama 20 menit
Menipiskan adonan
Pemotongan adonan dengan ukuran mie
Mengukus mie selama 15 menit


c.    Bakso ikan
Membersihkan Ikan tenggiri dari kotoran (darah, organ dalam) dengan air mengalir
Memberikan potongan daging ikan 1buah perasan jeruk nipis
Memisahkan bdd daging ikan tenggiri dari kulit dan tulang/durinya
Menimbang daging ikan sebanyak 500 gram dan merendam  daging ikan dengan air dingin selama 5 menit
Memisahkan daging dari air dengan memeras daging dengan kain sifon hingga kandungan air berkurang


 


Menghaluskan daging dengan food processing sedikit demi sedikit dan memasukkan bumbu (bawang putih, merah, lada, garam) yang telah dihaluskan.
Membagi dua adonan daging
a. 300 gram daging ikan + tepung terigu 150 gram + air 100 ml
b. 350 gram daging ikan + tepung tapioka 150 gram + air 100 ml
Menguleni adonan daging hingga tercampur antara daging, tepung dan air
Membentuk adonan daging menjadi bulat-bulat dengan menggunakan ujung ibu jari dan telunjuk dengan bantuan sendok dan masukkan kedalam air hangat selama 20 menit
Merebus bakso dalam air mendidih hingga matang dan menimbang kembali bakso yang telah direbus
d.    Es krim
Membersihkan jagung manis
Minimbanga jagung 400 g
Mengukus jagung dengan suhu 900c selama 30 menit
Mengancurkan jagung dengan perbandingan 3:1 air 1200ml:jagung 400 g
Merebus air jagung dengan suhu 900c
Menyaring susu jagung
 




Menambahkan adonan dengan cmc atau gelatin
Mencampurkan adonan (homogenisasi) menggunakan mixer
Memasukkan es krim ke dalam freezer selama 24 jam
Memasukkan es krim ke dalam ice cream maker selama 45 menit
Memasukkan kembali es krim ke dalam freezer

e.    Nugget ayam
Menyiapkan daging ayam
Mencucui bersih daging ayam
Menimbang BDD daging ayam
Menggiling daging dengan dicamputi garam
Mencapur daging dengan tepung, bumbu-bumbu dan roti tawar yang telah dilembutkan mengaduk hingga rata
Memasukkan adonan ke dalam plastic dan memipihkannya
Mengukus adonan selama 30 menit
Memotong adonan sesuai selera dan mencelupkannya ke dalam putih telur
Membalut adonan adonan dengan tepung panir
Menggoreng dalam minyal sampai berwarna kecoklatan
Melakukan uji organoleptic
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.    Hasil
a.    hasil pembuatan tahu

Hasil 1
Hasil 2
Berat tahu
7 g
270 g
Berat ampas
150 g
Volume filtrat ( air saringan rebusan kedelai)
4600 g
Aroma
Langu
Rasa
Hambar
Bentuk
bulat
Kotak
Tekstur
Lembut, semi padat
Warna
Putih susu

b.    hasil mie basah
SAMPEL

ATRIBUT


warna
aroma
rasa
tekstur
Mie terigu
++++
++++
+++
+++
Mie terigu dan mocaf
+++
+++
++
++

Keterangan :
++++ = sangat cerah, sangat disukai, kenyal
+++ = cerah, disukai, kenyal
++ = agak cerah, kurang disukai
+ = tidak cerah, tidak disukai

c.    Hasil Pembuatan Bakso Ikan
Sampel
Warna
Aroma
flavor
Tekstur
Bakso ikan tepung terigu
Putih cerah keabu-abuan
Asam cuka
Keseluruhan asam
Kenyal, lengket pada bagian permukaan, bulat tidak seragam
Bakso ikan tepung tapioka
Putih keabu-abuan
Amis Khas tenggiri
Hambar, gurih rasa ikan tenggiri, rasa tepung pada bagian dalam
Agak kenyal, padat, bagian dalam tidak terlalu matang, bulat tidak seragam

d. Hasil es krim
i. hasil pembuatan es krim dengan cmc
Sampel es krim
Warna
Aroma
Kecepatan meleleh di mulut
Kekerasan
Sandiness (Rasa berpasir)
Es Krim dengan CMC
Kuning Keputihan
Jagung
+++
+++
++

ii. hasil pembuatan es krim dengan gelatin

Kemasiran
Warna
Rasa
Aroma
Tekstur
Es krim jagung gelatin
Tidak terlalu masir
Kuning muda
Manis bernuansa jagung
Aroma jagung
Kasar

Kecepatan meleleh dimulut    : ++++ : sangat cepat
                                                    +++ : cepat
                                                       ++ : agak cepat
                                                         + : tidak cepat
Kekerasan       : ++++ : sangat cepat
                             +++ : cepat
                                ++ : agak cepat
                                  + : tidak cepat
Sandiness (rasa berpasir)       : ++++ : sangat cepat
                                                    +++ : cepat
                                                       ++ : agak cepat
                                                         + : tidak cepat




e.Hasil pembuatan nugget ayam dengan tepung trigu
Bahan
Berat (gram)
Nugget dengan tepung pisang
Nugget dengan tepung terigu
Adonan sebelum diblender
250
250
Adonan setelah diblender
250
250
Rata-rata nugget setelah prebusan
403
386
Rata-rata nugget setelah penggorengan
563
490


Atribut
Sampel nugget


Tepung pisang
Tepung terigu
Aroma
Khas merica
Khas rempah
Rasa
Sangat khas merica
Khas merica
Tekstur
Kenyal
Empuk, kenyal
Warna
Coklat
Coklat kekuningan



B.    Pembahasan
a.    Tahu
Jenis pengolahan yang pertama adalah pembuatan tahu. Pembuatan tahu dengan bahan dasar kedelai yang dibekukan dengan bantuan cuka. Tahu menurut standar industri Indonesia, adalah makanan padat yang dicetak dari susu kedelai dengan proses pengendapan protein pada titik isoelektriknya tanpa atau dengan penambahan bahan lain yang diijinkan (Shurtleff 1984). Tahu adalah makanan padat yang dicetak dari sari kedelai (Glycine spp) dengan proses pengendapan protein pada titik isoelektriknya, tanpa atau dengan penambahan zat lain yang diizinkan (widyaningrum, 2006). Tahu termasuk bahan makanan yang berkadar air tinggi. Besarnya kadar air dipengaruhi oleh bahan penggumpal yang dipakai pada saat pembuatan tahu. Bahan penggumpal asam menghasilkan tahu dengan kadar air lebih tinggi dibanding garam kalsium. Bila dibandingkan dengan kandungan airnya, jumlah protein tahu tidak terlalu tinggi, hal ini disebabkan oleh kadar airnya yang sangat tinggi. Makanan-makanan yang berkadar air tinggi umumnya kandungan protein agak rendah. Selain air, protein juga merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme pembusuk yang menyebabkan bahan mempunyai daya awet rendah (Hamid, 2012). Jenis-jenis tahu: Tahu putih Tahu jenis ini biasanya ada yang berbentuk padat. Bentuknya bervariasi mulai dari yang besar hingga yang kecil. Untuk tahu ini biasanya digunakan untuk digoreng, dibuat tahu bacem ataupun dibuat untuk campuran makanan berkuah. Tahu kuning biasanya tahu jenis ini padat atau disebut juga dengan tahu takwa. Karena kepadatannya yang lebih dari pada tahu putih ketika dipotong tahu jenis ini tidak mudah hancur. Tahu sutera Disebut tahu sutera karena sangat halus. Tahu jenis ini berwarna putih. Karena lembutnya tahu ini, biasanya ketika dijual direndam dalam wadah yang berisi air dan tahu yang di dalamnya terendam. Tahu kering/kulit tahu Biasanya jika kita akan menggunakannya kita perlu merenam terlebih dahulu agar lunak. Bisanya disajikan dalam makanan berkuah ataupun dibuat cemilan. (Sarwono dan Saragih 2003)
Prinsip utama dari proses pembuatan tahu adalah penggumpalan (pengendapan) protein susu kedelai.  Bahan yang digunakan adalah batu tahu (CaSO4), asam cuka (CH3COOH) dan MgSO4.  Proses pembuatan tahu terdiri atas beberapa tahapan yaitu perendaman, penggilingan, pemasakan, penyaringan, penggumpalan, pencetakan/pengerasan dan pemotongan. Pembuatan tahu dilakukan dengan cara mengekstraksi protein, kemudian menggumpalkannya sehingga terbentuk padatan protein. Cara penggumpalan susu kedelai yang umum dilakukan adalah dengan penambahan bahan penggumpal berupa asam sehingga keasaman susu kedelai mencapai titik isoelektriknya sekitar 4-5. Bahan penggumpal yang biasa digunakan adalah asam cuka (CH3COOH)3 batu tahu (CaSO4nH2O) dan larutan bibit tahu (Hermana, 1985). Proses awal yang dilakukan untuk membuat tahu adalah dengan membersihkan kedelai dengan proses pencucia, selanjutnya kedelai direndam selama 2-6 jam guna memudahkan proses pengahncuran kedelai. Selanjutnya memasukkan kedelai ke dalam blender sebanyak 600 g dengan ditambahkan air panas untuk dihaluskan. Setelah diblender dilakukan proses penyaringan agar didapatkan sari kedelai. Selanjutnya sari kedelai dididihkan selama 30 menit, lalu mematikan api dan menjaga suhu agar selalu dalam kondisi panas 80-900c proses tersebut untuk membantu proses pembekuan tahu. Selanjutnya pada kondisi panas diberikan tambhana cuka yang akan membatu proses pembekuan tahu. Pemberian cuka ketika dalam keadaan panas agar cuka dapat membekukan susu kedelai dengan baik. Setelah gumpalan tahu mulai terbentuk memisahkan gumpalan dari air dan membungkus tahu dengan kain kasa. Selanjutnya sari atau susu kedelai dipanaskan lagi dengan tujuan pasteurisasi, dan menambahkan kembali asam cuka sebanyak 20 ml, lalu tahu didiamkan beberapa saat, hingga seluruh sari kedelai menggumpal dengan baik, selanjutnya memisahkan gumpalan yang terbentuk dan memotongnya membentuk kubus tahu dan dilakukan perebusan.
Dari beberapa proses dan perlakuan dalam pembuatan tahu memiliki tujuan dan fungsi tertentu, diantaranya seperti proses penggilingan kedelai, penambahan cuka dan lain sebagainya. Adapun tahapan proses pembuatan tahu secara umum adalah (1) kedelai yang telah dipilih dibersihkan dan disortasi dengan ditampi atau menggunakan alat pembersih; (2) perendaman dalam air bersih agar kedelai dapat mengembang dan cukup lunak untuk digiling dengan lama perendaman berkisar 4-10 jam; (3) pencucian dengan air bersih dimana jumlahnya tergantung pada besarnya atau jumlah kedelai yang digunakan; (4) penggilingan kedelai menjadi bubur dengan mesin giling dan untuk memperlancar penggilingan perlu ditambahkan air dengan jumlah yang sebanding dengan jumlah kedelai; (5) pemasakan kedelai dilakukan diatas tunggu dan dididihkan selama 5 menit agar tidak berbuih selama pemasakan ini ditambahkan dengan air dan daduk; (6) penyaringan bubur kedelai dengan kain penyaring, dimana pada tahap ini diperoleh ampas basah lebih kurang 70%-90% dari bobot kering kedelai dan dibilas dengan air hangat; (7) setelah itu dilakukan penggumpalan dengan menggunakan air asam, pada suhu 500c, kemudian didiamkan sampai terbentuk gumpalan besar dan selanjutnya air diatas endapan di buang dan sebagian digunakan untuk proses penggumpalan kembali; dan (8) langkah terakhir adalah pengepresan dan pencetakan yang dilapisi dengan kain penyaring sampai padat dan setelah ari tinggal sedikit, maka cetakan dibuka dan diangin-anginkan (Nurhasan dan Pramudyanto, 1987). Tujuan dari proses penyaringan adalah memisahkan air kedelai dengan ampas yang tidak diperlukan. Pengetahuan tentang penggunaan nigarin yang bisa berfungsi untuk menebalkan bubur kedelai sebagai pengganti cuka. Tahu diproduksi dengan memanfaatkan sifat protein, yaitu akan menggumpal bila bereaksi dengan asam (cuka). Pengeluaran air yang terperangkap tersebut dapat dilakukan dengan memberikan tekanan. Semakin besar tekanan yang diberikan, semakin banyak air dapat dikeluarkan dari gumpalan protein.Gumpalan protein itulah yang kemudian disebut sebagai tahu (Yunarni, 2012). Penamban cuka dilakukan ketika bahan dalam keadaan panas karena cuka dapat beraksi lebih maksimal ketika dicapurkan dengan suhu panas. Begitu pula pada proses penggilingan kedelai. Kedelai akan mudah digiling ketika dalam keadaan panas. Karena kedelai lebih lunak ketika panas dibandingkan dengan kedelai ketika dingi.
Dari hasil pembuatan tahu didapatkan hasil tahu yang cukup baik namun lebih lembek. Terdapat beberapa hal yang dapat mempengaruhi mutu tahu. Baik faktor perlakuan ketika pembuatan atau pun bahan tambahan yang digunakan untuk pembuatan tahu. Beberapa hal tersebut adalah kadar protein pada fitat. Pembentukkan garam yang tak terionisasi dari protein-fitat merupakan faktor yang menyebabkan peningkatan kekerasan tahu hingga penambahan konsentrasi fitat dalam susu kedelai sebesar 0,05% (b/v) (Sarjono, 2006). Mutu tahu. ditentukan oleh penampilan tahu yaitu bertekstur lembut, empuk, bentuk seragam, saat dimakan terasa halus, dan berasa netral. Sementara orang mempersepsikan tahu dengan wama putih, bentuk kotak, permukaan halus, padat tidak mudah pecah, dan tidak mengandung bahan pengawet (Rahmawati, 2013).
Hasil pembuatan tahu adalah hasil yang pertama memiliki berat 7 g sedangkan hasil ke dua memiliki berat 270 gram perbedaan berat yang nyata ini dipengaruhi oleh kurangnya jumlah cuka yang dicampurkan sehingga jumlah sari tahu yang diendapkan sedikit dari jumlah vitat 4600 ml. Hasil tahu memiliki aroma yang langu kedelai, rasa hambar, bentuk bulat dan kotak kubus, tekstur lembut semi padat dan berwarna putih susu. Dibandingkan dengan tahu pada umumnya kurang lebih sama. Hasil pembuatan tahu sudah menyerupai tahu yang ada dipasaran. Hanya salah satu bentuk tahu berbeda dengan bentuk bulat dikarenakan jumlah nya yang sedikit sehingga tidak dapat dibentuk kubus. Tahu bersifat mudah rusak. Pada kondisi normal (suhu kamar) daya tahannya rata-rata sekitar 1 – 2 hari saja. Setelah lebih dari batas tersebut rasanya menjadi asam dan terjadi penyimpanganwarna, aroma, dan tekstur sehingga tidak layak untuk dikonsumsi. Hal ini disebabkan oleh kadar air dan protein tahu relatif tinggi, masing-masing 86 persen dan 8 – 12 persen. Tahu mengandung lemak 4,8 persen dan karbohidrat 1,6 persen. Dengan komposisi nutrisi tersebut, tahu merupakan media yang cocok untuk pertumbuhan mikroorganisme pembusuk, terutama bakteri (Koswara 2011). Adapun beberapa faktor yang menyebabkan kerusakan mikrobiologis pada tahu dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : 1. Adanya bakteri yang tahan panas seperti golongan pembentuk spora dan bersifat termodurik 2. Adanya bakteri kontaminan yang mencemari tahu pada saat proses pembuatan tahu sampai selesai 3. Suhu penyimpanan 4. Adanya enzim tahan panas yang dihasilkan oleh jenis mikroba tertentu yang dapat menghidrolisis lemak tahu (Mustafa, 2006).
b.    Pembuatan mie
Oalah pangan selanjutnya adalah pembuatan mie basah. Dimana mie merupakan sumber karbohidrat yang terbuat dari tepung. Definisi mie menurut SII adalah produk makanan yang dibuat dari tepung gandum atau tepung terigu dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diijinkan, bentuk khas mie dan siap dihidangkan setelah dimasak (Anonim, 2005). Terdapat dua jenis mie yaitu mie basah dan mie kering (Chandrawati, 2009).mie basah adalah jenis mie yang mengalami proses perebusan setelah tahap pemotongan dan sebelum dipasarkan. Kadar air mencapai 52 % sehingga daya tahan simpannya relatif singkat yaitu 40 jam dalam suhu kamar (Astawan, 1999). kualitas mie basah sangat bervariasi karena perbedaan bahan pengawet dan proses pembuatannya. Mie basah adalah mie mentah yang sebelumnya dipasarkan mengalami perebusan dalam air mendidih lebih dahulu. Pembuatan mie basah secara tradisional dapat dilakukan dengan bahan utama tepung terigu dan bahan pembantu seperti air, telur pewarna dan bahan tambahan pangan (Anonim, 2005). Kualitas mie basah sangat bervariasi karena perbedaan bahan pengawet dan proses pembuatannya. Mie basah adalah mie mentah yang sebelum dipasarkan mengalami perebusan dalam air mendidih lebih dahulu. Pembuatan mie basah secara tradisional dapat dilakukan dengan bahan utama tepung terigu    dan bahan pembantu seperti air, telur, pewarna dan bahan tambahan pangan (Harahap, 2007).  Mie merupakan produk makanan dengan bahan baku tepung terigu sangat populer di kalangan masyarakat Indonesia.  Produk mie umumnya digunakan sebagai sumber energi karena memiliki karbohidrat cukup tinggi (Rustandi, 2011).
Proses pembuatan mie dilakukan dengan pencampuran beberapa tepung dengan perbandingan 1:8. Selanjutnya campuran tepung tersebut ditambahkan dengan garam, telur, dan goreng. Dalam pembuatan mie, penambahan garam dapur berfungsi member rasa, memperkuat tekstur mie, meningkatkan fleksibilitas, dan elastisitas mie serta untuk mengikat air. Selain itu garam dapur dapat menghambat aktifitas enzim protease dan amylase sehingga pastatidak bersifat lengket dan tidak mengembang secara berlebihan (Astawan, 2006). Setelah semua tercampur adonan diuleni selama 20 menit hingga adonan tercampur dengan rata dan memiliki tekstur yang sesuai dengan keinginan. Selanjutnya adonan diistirahatkan agar adonan dapat berkembang. Biasanya ketika proses ini ditambahkan dengan soda abu. Soda abu merupakan campuran dari natrium karbonat dan kalium karbonat (perbandingan 1:1). Berfungsi untuk mempercepat pengikatan gluten, meningkatkan fleksibilitas dan elastisitas mie, meningkatkan kehalusan tekstur, serta meningkatkan sifat kenyal (Astawan 2006). Pembuatan adonan juga ditambahkan air secukupnya sebagai perantara pencampur. Air berfungsi sebagai media reaksi antara gluten dengan karbohidrat (akan mengembang), melarutkan garam, dan membentuk sifat kenyal gluten. Air yang digunakan harus air yang memenuhi persyaratan air minum, yaitu tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa (Astawan, 2006). Pencampuran adonan mie berfungsi untuk mencampurkan semua adonan dengan cara diuleni. Mixing berfungsi untuk mencampur secara homogen semua bahan, mendapatkan hidrasi yang sempurna pada karbohidrat dan protein, membentuk dan melunakkan glutein hingga tercapai adonan  yang kalis. Adapun yang dimaksud kalis adalah pencapaian pengadukan maksimum sehingga terbentuk permukaan film pada adonan.  Tanda-tanda adonan telah kalis adalah jika adonan tidak lagi menempel di wadah atau di tangan atau saat adonan dilebarkan (Mudjajanto dan Yulianti, 2004).  Setelah pengistirahatan adonan mie dipipihkan dengan ketebalan tertentu dan dipotong menggunakan pemotong mie sesuai ukuran mie pada umunya.
Pada pembuatan mie bahan dasar mie berupa tepung. Mencampurkan beberapa jenis tepung sebagai bahan baku yaitu tepung terigu dan tepung mocaf. Pencampuran tersebut memiliki tujuan tertentu. Seperti tepung terigu yang dinilai baik dalam membentuk elastisitas sehingga mie yang dihasilakn tidak mudah putus. Tepung terigu merupakan bahan dasar dalam pembuatan mie. Tepung terigu diperoleh dari tepung gandum (Triticum vulgare) yang digiling. Keistimewaan terigu dari serelia lain ialah kemampuannya membentuk gluten pada saat dibasahi air. Sifat elastis gluten pada adonan ini menyebabkan mie yang dihasilkan tidak mudah putus pada proses pencetakan dan pemasakan (Astawan,1999). Keistimewaan tepung terigu terletak pada protein yang dikandungnya. Kandungan protein total pada tepung terigu bervariasi antara 7% – 18%, tetapi pada umumnya 8% – 14%. Sekitar 80% dari protein tersebut merupakan gluten (Matz, 1972). Tepung terigu yang digunakan sebaiknya mengandung gluten 8-12%. Terigu ini tergolong medium hard flour di pasaran dikenal sebagai segitiga biru atau gunung bromo. Glutein adalah protein yang terdapat pada terigu. Glutein bersifat elastis sehingga akan mempengaruhi sifat elastisitas dan tekstur mie yang dihasilkan (Wibowo, 2006).
Mocaf adalah produk turunan dari tepung singkong yang diperoleh dengan cara memodifikasi singkong secara fermentasi (O’Brien et al., 1991). Penambahan MOCAF pada mie akan menurunkan kualitasnya. Kualitas dari mie berbahan baku tepung terigu dan MOCAF dapat diperbaiki dengan penambahan tepung porang dengan konsentrasi tertentu dan penambahan air yang tepat. Tepung tapioka yang dibuat dari ubi kayu mempunyai banyak kegunaan, antara lain sebagai bahan pembantu dalam berbagai industri. Tepung tapioka yang digunakan dalam pembuatan mie kering hanya sebagai alternatif substitusi terigu dengan jumlah komposisi yang kecil. Bila dibandingkan dengan tepung pensubstitusi lain, tepung tapioka memiliki komposisi gizi yang lebih baik sehingga dapat mengurangi kerusakan tepung dan baik sebagai bahan bantu pewarna putih.
Pada pembuatan telur kali ini ditambahkan telur sebanyak 3 butir. Penambahan tersebut bertujuan untuk meningkatkan mutu produk seperti penambahan niali gizi pada mie. Penambahan telur dimaksudkan untuk meningkatkan mutu protein mie dan menciptakan adonan yang lebih liat sehingga tidak mudah putus. Putih telur berfungsi untuk mencegah kekeruhan mie pada proses pemasakan. Kuning telur digunakan sebagai pengemulsi, lechitin juga dapat mempercepat hidrasi air pada tepung dan mengembangkan adonan (Astawan, 1999). Putih telur berfungsi untuk mencegah kekeruhan saos mie waktu pemasakan. Penggunaan putih telur harus secukupnya saja karena pemakaian yang berlebihan akan menurunkan kemampuan mie menyerap air (daya rehidrasi) waktu direbus (Astawan, 2006).  Kuning telur dipakai sebagai pengemulsi karena dalam kuning telur terdapat lachtin. Selain sebagai pengemulsi, lechtin juga dapat mempercepat hidrasi air pada tepung dan untuk mengembangkan adonan. Penambahan kuning telur juga akan memberikan warna yang seragam (Astawan, 2006).
Dalam pembuatan mie juga terdapat proses pengisitirahatan. Dimana proses tersebut dilakukan dengan cara mendiamkan mie selama 20 menit. Dengan tujuan untuk memperbaiki mutu mie dengan meratakan penyebaran air. Tutup selalu adonan mie dengan plastic atau lap lembab supaya mie tidak kering dan putus saat digiling (Harahap, 2007). Setelah adonan yang terbentuk sudah homogen (gel porang sudah tercampur merata) maka adonan perlu didiamkan sebentar selama 5 menit yang berfungsi untuk membantu air untuk bereaksi membentuk gluten. belum adonan dibentuk menjadi lembaran, diperlukan waktu untuk memberi kesempatan adonan untuk beristirahat sejenak. Tujuannya adalah untuk menyeragamkan penyebaran air dan mengembangkan gluten, terutama bila pHnya kurang dari 7.0.  Pengistirahatan adonan mie yang lama dari gandum keras akan menurunkan kekerasan mie setelah direbus (Koswara, 2009).
Kualitas mie yang baik ditunjukkan dari mudah tau tidak mudahnya mie terputus. Semakin sulit mie terputus maka, kualitas mie dinyatakan semakin baik. Ketika prose pembuatan mie ditambahkan bahan yang dapat membantu agar mie tidak mudah terputus, bahan tersebut dapat erupa minyak. Minyak akan berperan sebagai pelusa dan juga penguat pada mie. Pada awal pencampuran terjadi pemecahan lapisan tipis air dan tepung. Makin lama, semua bagian tepung teraliri air dan menjadi gumpalan-gumpalan adonan. Air akan menyebabkan seratserat gluten mengembang karena gluten menyerap air. Dengan pemanasan, serat-serat gluten akan ditarik, disusun bersilang dan membungkus pati sehingga adonan menjadi lunak, kaku dan elastis (Sunaryo, 1985). Mie hasil perebusan kemudia ditiriskan, selanjutnya didinginkan secara cepat dengan disiram air serta dilakukan penambahan minyak agar tekstur mie lebih kelihatan halus dan antar pilinan mie tidak lengket (Wdidyaningrum dan Murtini, 2006). Suhu minyak yang tinggi menyebabkan air menguap dengan cepat dan menghasilkan pori-pori halus pada permukaan mie, sehingga waktu rehidrasi dipersingkat (Koswara, 2009).        
Sebelum pembentukan mie dengan potongan kecil panjang. Mie telah dipipihkan dengan ukuran tertentu. Proses pemipihan dilakukan dengan penekanan secara terus menerus hingga didapatkan ketebalan yang didinginkan. Prose ini dengan tujuan untuk mendapatkan tekstur permukaan mie yang halus. Dalam proses pembentukan lembaran, adonan dimasukkan ke dalam rollpress, dengan tujuan untuk menghaluskan serat-serat gluten. Dalam roll-press seratserat gluten yang tidak beraturan segera ditarik memanjang dan searah oleh tekanan antara dua roller. Tekanan roller diatur sedemikian rupa sehingga mula-mula ringan (clearance 4.0 mm) sampai kuat (clearance 1.3 mm), dengan reduksi clearance ratarata sebanyak 15 persen (Koswara, 2009). Tujuan proses penekanan dan rolling adalah menghaluskan serat - serat gluten dan membuat adonan menjadi lembaran. Serat yang halus dan searah akan menghasilkan mie yang elastis, kenyal dan halus. Tujuan tersebut dicapai dengan jalan melewatkan adonan    berulang - ulang di antara dua rol logam, jarak antar rol dapat diatur untuk mendapatkan ketebalan lembaran yang diinginkan (Sarjono, 2006sari).
Mesin penggiling mie yang digunakan diatur skala ketebalannya. Skala yang digunakan dengan ukuran 4 dan 5. Skala tersebut merupakan skala standar pembuatan mie. Apa bila melebih skala 6- 3 maka ketebalan dan bentuk mie akan berbeda dengan mie pada umumnya dan mempengaruhi proses pemasakan. Adonan dibagi menjadi dua bagian dengan menggunakan pisau. Bagian yang pertama dimasukkan ke dalam mesin pembentuk lembaran yang diatur ketebalannya secara berulang kali (4-5 kali) sampai ketebalan mie mencapai 1,5-2 mm. lembar yang keluar dari mesin ditaburi dengan tepung tapioca agar tidak menyatu kembali. Bagian yang kedua pun diperlakukan seperti potongan yang pertama. Proses pembentukan lembaran ini berlangsung sekitar 20 menit (Astawan, 2006).  Proses roll press (pembentukan lembaran) bertujuan untuk menghaluskan serat-serat gluten dan membuat lembaran adonan. Pasta yang dipress sebaiknya tidak bersuhu rendah yaitu kurang dari 25 oC, karena pada suhu tersebut menyebabkan lembaran pasta pecah-pecah dan kasar. Mutu lembaran pasta yang demikian akan menghasilkan mie yang mudah patah. Tebal akhir pasta sekitar 1,2 – 2 mm (Koswara, 2009). 
Dari percobaan pembuatan mie didapatkan hasil bahwa mie dengan menggunakan terigu memiliki nilai organoleptic yang lebih disukai dibandingkan mie dari tepung mocaf baik dari segi warna, aroma, rasa dan tekstur. Karena hasil pembuatan mie dengan tepung mocaf memiliki warna dan aroma yang cerah, namun memiliki rasa dan tekstur yang kurang disukai. Mie Basah adalah jenis mie yang mengalami proses perebusan setelah tahap pemotongan. Kadar air mie basah dapat mencapai 52% dan karenanya daya simpannya relatif singkat (40 jam pada suhu kamar). Di Cina, mie basah biasa dibuat dari terigu jenis lunak dan ditambahkan Kan-sui (larutan alkali yang tersusun oleh garam natrium dan kalium karbonat). Garam karbonat ini membuat adonan bersifat alkali yang menghasilkan mie yang kuat dengan warna kuning yang cerah. Warna tersebut muncul akibat adanya pigmen flavonoid yang berwarna kuning pada keadaan alkali (sarwono, 2003).
c.    Bakso ikan
Salah satu olahan makanan yang dibuat kali ini adalah pembuatan bakso ikan dengan sampel ikan tenggiri. Dimana bakso pada umumnya bakso ikan juga merupakan olahan makanan dengan tepung dan berbentuk bulat. Bakso merupakan jenis makanan yang banyak disukai masyarakat yang dibuat dari bahan baku ikan atau daging ayam, sapi, dan kambing yang di tambah dengan bahan tambahan seperti tepung kanji, tepung tapioka, bawang merah, bawang putih, dan ditambahkan bahan perasa lainnya kemudian di bentuk bulat-bulat yang selanjutnya dilakukan perebusan sampai mengapung sebagai tanda bakso tersebut sudah masak (Bakar dan Usmiati, 2007). Bakso ikan merupakan salah satu bentuk pengolahan yang menggunakan daging ikan sebagai bahan dasarnya dengan tambahan tepung tapioka dan bumbu dengan bentuk bulat halus dengan tekstur kompak, elastis, dan kenyal. Bakso umumnya dibuat dari daging sapi seiring dengan kemaj            uan ilmu pengetahuan dan teknologi selera konsumen berkembang. Bakso yang dibuat dari bahan baku ikan diantaranya bakso ikan tenggiri (Rahmawati, 2013). Dalam Standar Nasional Indonesia (1995) bakso ikan dapat didefinisikan sebagai produk makanan berbentuk bulatan atau lain, yang diperoleh dari campuran daging ikan (kadar daging atau ikan tidak kurang dari 50%) dan pati atau serealia dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan makanan yang diijinkan (SNI, 1995).
Dalam pembuatan bakso ikan dilakukan beberapa proses seperti penggilingan daging, pembentukan daging dan pemasakan daging ikan. Pada prinsipnya pembuatan bakso terdiri atas empat tahap yaitu penghancuran daging, pembuatan adonan, pencetakan bakso dan, pemasakan. Pada proses penggilingan daging harus diperhatikan kenaikan suhu akibat panas saat proses penggilingan karena suhu yang diperlukan untuk mempertahankan stabilitas emulsi adalah di bawah 200C. Pemasakan bakso setelah dicetak dilakukan dengan cara perebusan dalam air mendidih atau dapat juga dikukus (Bakar dan Usmiati 2007). Proses awal yang dilakukan adalah membersihkan ikan tenggiri, dan memberikan perasan air jeruk untuk menghilangkan aroma amis. Selanjutnya memisahkan bdd ikan aga diperoleh hasil bakso ikan yang baik terbebas dari duri. Setelah itu daging ditimbang sebanyak 500 g untuk digunakan sebagai bahan baku pembuatan bakso ikan. Lalu daging ikan direndam dalam air dingin selama 5 menit. Lalu daging ikan diperas untuk memisahkan daging dengan air yang mungkin terkandung. Selanjutnya daging dihaluskan dengan penambahan bumbu sedikit demi sedikit. Tahap ini bertujuan untuk memperluas permukaan daging sehingga protein yang larut dalam garam mudah terekstrak keluar kemudian jaringan lunak akan berubah menjadi mikro partikel. Proses pencincangan perlu ditambahkan es atau air dingin sebanyak 20% dari berat adonan agar menghasilkan emulsi yang baik dan mencegah kenaikan suhu akibat gesekan (Winarno dan Rahayu 1994). Selanjutnya adonan tersebut dibagi menjadi dua untuk diberikan campuran bahan yang berbeda. 300 gram ditambahkan dengan 150 gram terigu dan air 100 ml, dan 350 g daging ikan ditambahkan dengan 150 tepung tapioca dan air 100 ml. selanjutnya adonan diuleni hingga tercampur dengan baik. Selanjutnya adonan dibentuk bulat dan dilakukan proses perebusan. Rebus dalam air mendidih sampai bakso mengapung sebagai tanda telah matang (Rahmawati, 2012). Untuk memperbaiki elastisitas dapat diberi putih telur satu butir untuk setiap 1 kg adonan (Rahmawati, 2012).
Jenis ikan yang sering digunakan untuk pembuatan bakso ikan adalah jenis ikan yang memiliki daging tebal. Juga ikan harus memiliki kualitas daging yang masih baik sehingga mampu menghasilkan bakso ikan yang baik pula. Pada praktikum kali ini menggunakan ikan tenggiri yang memiliki daging tebal dan ukuran yang cukup besar sehingga dapat mneghasilkan daging yang banyak. Jenis ikan yang sering dipergunakan untuk bahan pembuatan bakso adalah ikan tengiri. Pada dasarnya, hampir semua jenis ikan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan bakso. Ikan hiu dan ikan pari yang berbau tidak sedap, juga dapat digunakan untuk membuat bakso, dengan cara menghilangkan bau tidak sedap melalui proses pencucian urea yang ada pada daging ikan tersebut (Rahmawati, 2012). Persyaratan bahan baku (ikan) yang terpenting adalah kesegarannya. Semakin segar ikan yang digunakan, semakin baik pula mutu bakso yang dihasilkan. Berbagai jenis ikan yang digunakan untuk membuat bakso, terutama ikan yang berdaging tebal dan mempunyai daya elastisitas seperti tenggiri, kakap, cucut, bloso, ekor kuning dan lain-lain. Selain bahan baku dari ikan segar, bakso juga dapat dibuat dari produk yang sudah setengah jadi yang dikenal dengan nama Suzimi (daging ikan lumat) (Rahmawati, 2012). Bahan yang diperlukan untuk membuat bakso ikan yaitu: daging ikan, tepung tapioka, dan bumbu-bumbu. Bahan utamanya adalah daging ikan yang berwarna putih misalnya, ikan kakap, kerapu, tengiri dan ikan remang. Untuk mendapatkan produk bakso yang lezat dan teksturnya baik perlu ditambahkan tepung tapioka sekitar 10%-15% dari berat daging yang digunakan (Waridi,2004). Pembuatan bakso ikan harus memperhatikan kualitas ikan yang digunakan. Ikan yang digunakan harus dalam keadaan segar, tidak ada kersakan pada tubuh ikan, mata ikan masih cembung, sirip ikan masih lengkap, daging ikan masih kenyal dan insang ikan masih segar. Secara keseluruhan daing ikan yang baik harus menyerupai ikan yang masih hidup. Ikan dikatakan baik jika masih dalam kondisi segar. Ikan segar adalah ikan yang baru ditangkap atau ikan yang masih memiliki sifat-sifat seperti ikan yang baru ditangkap dan belum mengalami kerusakan. Tingkat kesegaran ikan adalah tolok ukur untuk membedakan ikan yang mempunyai nilai mutu yang baik dan nilai mutu yang jelek (FAO 1995).
Pada proses pembuatan bakso dilakukan proses blanching. Yaitu pemasakan dengan suhu tinggi dalam waktu yang singkat. Perlakuan tersebut bertujuan untuk memperbaiki tekstur bakso selain untuk membunuh bakteri. Pemanasan menyebabkan molekul protein terdenaturasi dan mengumpul membentuk suatu jaring-jaring. Kondisi optimum untuk pembentukan gel adalah pada kadar garam 0,6 M, pH 6, dan suhu 65 0C. Untuk mendapatkan kekuatan gel yang maksimum, bakso harus dijendalkan dengan cara  direndam dengan air dengan suhu 28-30 0 C selama 1-2  jam atau pada suhu air 45 0C selama   20-30 menit.  Pemasakan bakso umunya dilakukan  dengan air mendidih dapat juga  dilakukan dengan cara blanching dengan uap air panas atau air panas pada suhu 85-90 0C (Yunarni, 2012). Tujuan dari pengemasan daging ikan setelah blanching (Afriyanto, 2014).  Tujuan utama blansing ialah menginaktifan enzim diantaranya enzim peroksidase dan katalase, walaupun sebagian dari mikroba yang ada dalam bahan juga turut mati. Kedua jenis enzim ini paling tahan terhadap panas (Anonim, 2013).
Dalam pembuatan bakso ikan diberikan 2 jenis tepung yaitu tepung terigu dan tepung tapioca. Dari satu adonan daging diberikan campyran tepung berbeda. Satu sampel daging dicampurkan dengan tepung terigu dan satu sampel lagi dengan tepung tapioca. Pemberian tepung bertujuan sebagai bahan pengisi bakso. Bahan pengisi yang umumnya digunakan pada pembuatan bakso adalah tepung pati singkong (tapioka) dan tepung sagu. Bahan tersebut memiliki kadar karbohidrat yang tinggi, namun kadar proteinnya rendah (Tarwotjo et al. 1971). Agar rasa bakso lezat, tekstur bagus dan bermutu tinggi, jumlah tepung yang digunakan sebaiknya sekitar 10-15% dari berat daging (Wibowo 2006). Tepung tapioka banyak digunakan di berbagai industri karena kandungan patinya yang tinggi dan sifat patinya yang mudah membengkak dalam air panas dan membentuk kekentalan yang dikehendaki (Sumaatmaja 1984). Selain itu, tapioka memiliki banyak kelebihan sebagai bahan baku karena harganya relatif murah, memiliki larutan yang jernih, daya gel yang baik, rasa yang netral, warna yang terang, dan daya lekatnya yang baik (Radley 1976). Bakso merupakan salah satu produk emulsi. Adonan bakso adalah emulsi minyak dalam air yang terbuat dari campuran lemak dan air dalam fase koloid, dengan protein sebagai emulsifier. Pada pembuatan bakso dilakukan penambahan tepung tapioca (sebagai binder) dan kuning telur untuk memperbaiki kualitas bakso (Basuki, 2013). Penambahan tepung tapioka pada pembuatan bakso berfungsi untuk menambah volume (substitusi daging), sehingga meningkatkan daya ikat air dan memperkecil penyusutan. Terjadinya pembengkakan pada pembuatan bakso disebabkan oleh proses gelatinisasi dari tepung tapioka yang mempunyai sifat mudah menyerap air dan air diserap pada saat temperatur meningkat. Jika pati dipanaskan, air akan menembus lapisan luar granula dan granula ini mulai menggelembung saat temperatur meningkat dari 60° C sampai 85° C (Basuki, 2013).
Tepung terigu diperoleh dari biji gandum (Triticus vulgare) yang digiling di dalam tepung terigu terdapat sejenis protein yang tidak larut di dalam air yaitu gluten, yang bersifat kenyal dan elastis. Kadar gluten membedakan satu jenis tepung terigu dengan tepung lainya. Tepung adalah bahan yang paling sesuai 20 untuk digunakan dalam pembuatan mie, karena mengandung protein gluten (yang dibentuk oleh protein gliadin dan glutenin dalam terigu). Glutenin memberikan sifat-sifat yang tegar dan gliadin memberikan sifat yang lengket sehingga mampu memerangkap gas yang terbentuk selama proses pengembangan adonan dan membentuk struktur remah pada prodak. Pada adonan mie, gluten menentukan tingkat kekenyalan dan elastisitas pada mie. Protein gluten berperan dalam pembentukan kekenyalan yang salah satu karakteristik mutu mie. Dalam adonan dorayaki, gluten berfungsi untuk menahan adonan pada saat dikembangkan sehingga bentuknya kokoh dan tidak mengecil kembali (Basuki, 2013).
Setelah bahan bakso jadi, dilakukan proses perebusan. Dimana ketika proses perebusan bola bakso mengalami pengembangan ukuran dan uga bakso menjadi matang. Bola-bola bakso direbus dengan air mendidih hingga matang. Bila bakso sudah mengapung dipermukaan air, berarti bakso sudah matang dan siap diangkat. Umumnya perebusan bakso ikan memerlukan waktu sekitar 15 menit. Pengaruh pemasakan ini terhadap adonan bakso adalah terbentuknya struktur produk yang kompak. jika bakso yang direbus sudah mengapung di permukaan air berarti bakso sudah matang dan dapat diangkat. Kematangan bakso juga dapat dilihat dengan melihat bagian dalam bakso. Biasanya perebusan bakso ini memerlukan waktu sekitar 15 menit. Jika diiris, bekas irisan bakso yang sudah matang tampak mengilap agak transparan, tidak keruh seperti adonan lagi. Setelah cukup matang, bakso diangkat dan ditiriskan sambil didinginkan pada suhu ruang. Agar lebih cepat dingin, dapat dibantu dengan kipas  angin asal dijaga dengan benar agar tidak terjadi kontaminasi kotoran setelah dingin, bakso dikemas dalam kantong plastik dan ditutup rapat. Sebaiknya bakso yang telah dikemas  disimpan dalam lemari  pendingin pada suhu yang terjaga sekitar 5 0C (Wibowo, 2006).
Dari hasil pembuatan bakso didapatkan hasil bahwa sampel bakso dengan tepung terigu memiliki warna yang lebih cerah dibandingkan dengan bakso dengan tepung tapioca, dengan hasil warna putih cerah keabu-abuan. Dari segi aroma bakso dengan terigu memiliki aroma asam cuka dikarenakan terkontaminasi cuka akibat penggunaan baksom sisa pembuatan tahu. Sehingga asam cuka tidak hanya berpengaruh pada aroma juga berpengaruh pada rasa bakso tepung terigu. Sedangkan dari segi tekstur bakso dengan tepung terigu memiliki tekstur yang lebih baik, dengan tekstur yang kenyal, dan agak lengket pada bagian permukaan. Sedangkan hasil bakso ikan dengan tepung tapioca didapatkan hasil warna yang putih keabu abuan kurang cerah dibandingkan dengan bakso dengan tepung terigu. Aroma bakso khas ikan tenggiri, rasanya hambar, dan masih terasa tepung pada bagian dalam dikarenakan pemasakan yang belum terlalu matang. Sedangkan dari tekstur didapatkan hasil bahwa bakso dengan tepung tapioca mendapat tekstur yang agak kenyal, bagian dalam bakso belum terlalu matang, dan bentuk bulat bakso tidak seragam dikarenakan pembentukan bakso yang masih manual dan belum terampi. Semakin meningkat penambahan kuning telur dan tapioka yang digunakan, maka nilai tekstur bakso semakin menurun (tekstur kenyal) (Basuki, 2013). Semakin tinggi penambahan tepung tapioca, produk yang dihasilkan memiliki tekstur yang semakin kenyal dan semakin tinggi penambahan kuning telur, produk yang dihasilkan memiliki tekstur yang lunak (tidak kenyal) (Basuki, 2013).
Ikan yang akan digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan bakso ikan haruslah dipilih dari jenis yang memiliki kadar gizi dan kelezatan yang tinggi, tidak terlalu amis, dan benar-benar masih segar. Beberapa jenis ikan, baik ikan air tawar, air payau, ataupun air asin (laut), dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan bakso ikan (Suprapti, 2003). Daging yang baik untuk membuat bakso adalah daging yang segar yang belum mengalami rigormortis karena daya ikat air pada daging ikan segar lebih tinggi dibandingkan daging rigormortis maupun pascarigor (Pearson dan Tauber 1984).
Pemanasan menyebabkan molekul protein terdenaturasi dan mengumpul membentuk suatu jaring-jaring. Kondisi optimum untuk pembentukan gel adalah pada kadar garam 0,6 M, pH 6, dan suhu 65 0 c (Pomeranz, 1991). Untuk mendapatkan kekuatan gel yang maksimum, bakso harus dijendalkan dengan cara direndam dengan air dengan suhu 28-30 oC selama 1-2 jam atau pada suhu air 45 oC selama 20-30 menit (Astuti, 2009).
Pemasakan bakso dalam air mendidih dilakukan selama 30 menit. Hal tersebut karena besar bakso tidak rata sehingga memerlukan waktu yang cukup lama untuk matang dengan mengapung di permukaan. Lama pemasakan juga dipengaruhi oleh berat bakso dan karakteristik adonan bakso. Pada prinsipnya pembuatan bakso terdiri atas empat tahap yaitu : (1) penghancuran daging; (2) pembuatan adonan; (3) pencetakan bakso; dan (4) pemasakan. Pada proses penggilingan daging harus diperhatikan kenaikan suhu akibat panas saat proses penggilingan karena suhu yang diperlukan untuk mempertahankan stabilitas emulsi adalah di bawah 20 oC. Pemasakan bakso setelah dicetak dilakukan dengan cara perebusan dalam air mendidih atau dapat juga dikukus (Bakar dan Usmiati 2007). Pemasakan bakso umunya dilakukan dengan air mendidih (Tarwotjo et al. 1971) dapat juga dilakukan dengan cara blanching dengan uap air panas atau air panas pada suhu 85-90 oC. Pengaruh pemasakan ini terhadap adonan bakso adalah terbentuknya struktur produk yang kompak (Astuti, 2009).
d.    Ice cream
Olahan pangan lain yang dibuat adalah es krim. Es krim pada umunya berbahan dasar susu namun, kali ini es krim dibuat dari bahan dasar jagung. Yang menjadi alternative bagi yang alergi terhadap lactose susu. Es krim merupakan salah satu jenis makanan berbentuk beku yang dibuat dengan cara membekukan campuran produk susu, gula, penstabil, pengemulsi dan bahan-bahan lainnya yang telah dipasteurisasi dan dihomogenisasi untuk memperoleh hasil yang seragam. Es krim merupakan salah satu jenis makanan berbentuk beku dengan tekstur yang lembut dan memiliki nilai gizi tinggi serta merupakan makanan yang digemari oleh berbagai golongan masyarakat (Waridi, 2004). Prose pembuatan es krim meliputi persiapan bahan, pencampuran, pasteurisasi, homogenisasi, penuaan, pembekuan, pengemasan, dan pengerasa (Arbubkle, 1986). Es krim adalah buih setengah beku yang mengandung lemak teremulsi dan udara. Sel-sel udara yang ada berperan untuk memberikan tekstur lembut pada es krim tersebut. Tanpa adanya udara, emulsi beku tersebut akan menjadi terlalu dingin dan terlalu berlemak. Sebaliknya, jika kandungan udara dalam es krim terlalu banyak akan terasa lebih cair dan lebih hangat sehingga tidak enak dimakan. Sedangkan, bila kandungan lemak susu terlalu rendah, akan membuat es lebih besar dan teksturnya lebih kasar serta terasa lebih dingin. Emulsifier dan stabilisator dapat menutupi sifat-sifat buruk yang diakibatkan kurangnya lemak susu dan memberi rasa lengket (Marshall dan Arbuckle, 1996).
Pembuatan es krim mneggunakan jagung manis beku. Jagung ditimbang 400 g sesuai dengan resep. Lalu jagung dikukus selama 30 menit guna untuk mencairkan jagung beku juga untuk mematangkan jagung. Setelah itu jagung diblender dengan perbandinga air 3:1 menggunakan blender untuk mendapatkan susu jagung. Setelah jagung menjadi susu jagung direbus kembali dengan tujuan pasteurisasi. Lalu susu jagung disaring agar terbebas dari endapan yang mungkin ada. Setelah itu dilakukan penambahan cmc atau gelatin dengan jumlah tertentu ke dalam cairan susu jagung. Penmabahannya berguna untuk membantu pembentukan es krim dari susu jagung. Proses penambahannya dilakukan dengan mixer agar tercampur dengan baik. Setelah itu adonan es krim dibekukan selama 24 jam. Setelah 24 jam, hasil susu jagung yang beku dimasukkan ke dalam ice maker selama 45 menit untuk mendapatkan hasil berupa es krim. Setelah 45 menit es krim di masukkan kembali ke dalam lemari es untuk dibekukan.
Prose pencampuran bahan es krim disebut dengan homogenisasi yang dilakukan menggunakan mixer. Proses tersebut dapat berpengaruh terhadap hasil es krim apa bila es krim tidak tercampur dengan baik. Setelah proses homogenisasi, emulsi didinginkan pada suhu 4°C. Efek utama dari pendinginan adalah mendinginkan lemak dalam proses emulsi dan kristalisasi, mengakibatkan mikroba mengalami heat shock yang menghambat pertumbuhan mikroba sehingga jumlah mikroba akan turun drastis. Pendinginan dilakukan dengan cara melewatkan ICM ke elemen pendingin. Proses pasteurisasi, homogenisasi, dan pendinginan dilakukan selama kurang lebih satu jam sepuluh menit. ICM yang sudah mengalami perlakuan tersebut dimasukkan kedalam aging tank untuk mengalami proses aging (Winarno, 2002).
Pada tahapan pembuatan es krim dilakukan proses pateurisasi. Pasteurisasi tersebut dilakukan ketika bahan es krim masih berupa susu jagung. Pasteurisasi susu jagung berguna untuk membunuh mikroba yang mungkiin terdapat pada susu jagung, sehingga es krim jagung dapat terbebas dari mikroba yang dapat menjadi kontaminan dan menyebabkan es krim jagung tidak terbentuk dengan baik. Susu jagung berperan sebagai faktor penyumbang kadar karbohidrat terbesar dalam es krim, selain sukun (Wati, 2013). Tujuan utama pasteurisasi adalah membunuh mikroba pathogen, melarutkan bahan-bahan kering, meningkatkan cita rasa, memperbaiki mutu es krim, memperpanjang umur produk dan mnehasilkan produk yang seragam (Desroiser, 1977). Pasteurisasi adalah sebuah proses pemanasan makanan dengan tujuan membunuh organisme merugikan seperti bakteri, virus, protozoa, kapang, dan khamir. Jadi dalam makanan dan minuman yang dipasteurisasi, beberapa mikroba yang menguntungkan untuk makhluk hidup sebenarnya dibiarkan tetap hidup (Harris, 2011).
Tujuan lain dari dilakukannya proses homogenisasi pada es krim adalah untuk memperkecil ukuran globula es krim sehingga tekstur es krim dapat lembut. Homogenisasi bertujuan untuk memperkecil ukuran dan menyebarkan globula lemak secara merata. Hal ini penting untuk mencegah bersatunya globula lemak sehingga dapat meningkatkan kekentalan dan menurunkan daya buihnya (Campbell, 1975). Proses homogenisasi dalam pembuatan es krim jagung bertujuan untuk mengaduk semua bahan secara merata, memecah dan menyebar globula lemak, membuat tekstur lebih mengembang dan dapat menghasilkan produk yang lebih homogeny (Prabani, 2012). Manfaat homogenisasi yaitu bahan campuran menjadi sempurna, mencegah penumpukan disperse globula lemak selama pembekuan, memperbaiki tekstur dan kelezatan, mempercepat aging dan produk yang dihasilkan lebih seragam (Anonim, 2011).
Pembuatan es krim jagung menggunakan bahan tambahan berupa cmc atau gelatin. Bahan tersebut berpengaruh pada tekstur es krim yang dihasilkan. Banyak sedikitnya cmc atu gelatin yang digunakan juga mempengaruhi keberhasilan es krim dengan tekstur yang sesuai. CMC ini berperan untuk meningkatkan kekentalan ICM dan memperpanjang masa simpan es krim, sehingga CMC ini sangat berpengaruh terhadap tekstur dari es krim (Wati, 2013). Zat penstabil memiliki peranan sebagai penstabil dalam proses pencampuran bahan baku es krim, menstabilkan molekul udara dalam adonan es krim,  dengan demikian  air tidak akan mengkristal, dan lemak tida        k akan mengeras. Zat penstabil juga bersifat mengentalkan adonan, di samping itu zat penstabil dapat membentuk selaput yang berukuran mikro untuk mengikat molekul lemak, air,  dan udara. Zat penstabil yang umum digunakan dalam pembuatan es krim dan frozen dessert lainnya adalah CMC (carboxymethil cellulose), gelatin, Naalginat, karagenan, gum arab dan pektin. Berbagai jenis zat penstabil ini diduga akan memberi pengaruh yang berbeda kepada mutu es krim. Selain itu bahan pembantu lainnya yang tidak kalah penting adalah non dairy cream. Zat penstabil berfungsi untuk emulsi, yaitu membentuk selaput yang berukuran mikro untuk mengikat molekul lemak, air, dan udara. Dengan demikian air tidak akan mengkristal, dan lemak tidak akan mengeras. Zat penstabil juga bersifat mengentalkan adonan, sehingga selaput-selaput tadi bisa stabil (Syah putra, 2009). Gelatin dapat diperoleh  dari kolagen yang dapat dijumpai pada kulit dan tulang belulang dan kasein tulang. Perubahan kolagen menjadi gelatin dihasilkan dengan ekstraksi kolagen dengan air panas setelah perlakuan dengan asam atau basa (Cahyadi, 2005). Kekentalan pada adonan es krim akan berpengaruh pada tingkat kehalusan tekstur, serta ketahanan es krim sebelum mencair. Proses pembuatannya sendiri melalui pencampuran atau mixer bahan-bahan menggunakan alat pencampur yang berputar (Harris, 2011).
Karakteristik es krim yang baik dapat dilihat dari beberapa hal. Beberapa ciri nya adalah kemampuan untuk meleleh es krim. Es krim yang memiliki daya ikat air yang baik akan tahan terhadap suhu tinggi yang tidak dikehendaki. Kecepatan meleleh es krim sangat dipengaruhi oleh bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan ICM, Es krim yang baik adalah es krim yang tahan terhadap pelelehan pada saat dihidangkan pada suhu ruang (Wati, 2013). Es krim yang baik adalah es krim yang memiliki daya simpan yang relatif lama atau tidak mudah meleleh pada suhu kamar. Konsumen menginginkan es krim yang memiliki permukaan yang lembut namun tidak mudah lumer (Widiantoko, 2011). Es krim yang baik memiliki nilai overrun yang rendah dan waktu pelelehannya lama sehingga es krim tidak cepat mencair (Prabani, 2012).
Pada umumnya es krim yang beredar di pasaran memiliki tekstur yang lebih halus dari pada es krim yang dihasilkan, juga memiliki rasa yang lebih manis. Juga aroma es krim pada umumnya lebih harum dari pada ek krim hasil praktikum. Hal tersebut disebabkan karena perbedaan proses pembuatan dan pencampuran adonan yang berbeda. Mutu es krim biasanya ditentukan oleh bahan bakunya yang bermutu tinggi serta proses pembuatannya yang higenis (Waridi, 2004).
Meskipun bahan baku es krim dari jagung namun, es krim memiliki nilai gizi yang cukup baik. Komposisi gizi per 100 gram es krim yang menonjol adalah energy (207 kkal), protein (4,0 g), dan lemak (12,5 g ). Berdasarkan komposisinya, es krim digolongkan menjadi tiga kategori, yaitu economy, good average, dan dehixe (super premium). Es krim komersial pada umumnya berjenis economy. Lemak bisa dikatakan sebagai bahan baku es krim. Fungsinya untuk memeberi tekstur halus, berkontribusi dengan rasa serta memberi efek sinergis pada tambahan flavor yang digunakan. Disamping itu, penggunakan lemak akan memperindah penampakan (Syah putra, 2009).
Dari hasil pembuatan es krim dengan cmc dan gelatin didapatkan hasil bahwa eskrim jagung dengan cmc ataupun es krim dengan gelatin memiliki tingkat kemasaran yang agak berpasir. Dari segi warna es krim jagung dengan cmc memiliki warna kuning keputihan dan es krim dengan gelatin memiliki warna kuning muda, dari segi aroma keduanya memiliki aroma jagung yang harum yang tidak terpengaruh oleh gelatin ataupun cmc. Dari segi rasa keduanya memiliki rasa manis yang sama, dan dari hasil uji kecepatan meleleh didapatkan hasil bahwa es krim dengan cmc memiliki nilai cepat dibandingkan dengan es krim jagung dengan gelatin. Susu jagung menghasilkan aroma yang disukai (Wati, 2013).  Rasa dalam es krim merupakan kombinasi cita rasa dan aroma, yang dibuat untuk memenuhi selera konsumen. Pada umumnya, rasa dan aroma es krim merupakan satu kesatuan yang saling menunjang karena hal pertama yang akan diperhatikan oleh konsumen.  Rasa manis juga berasal dari dari kandungan karbohidrat pada susu jagung (Wati, 2013).  Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis zat penstabil memberikan pengaruh sangat nyata terhadap TSS, titik leleh, viskositas; nyata terhadap organoleptic tekstur; dan tidak nyata terhadap kadar lemak dan overrun (Waridi, 2004). Tekstur yang lembut pada es krim juga sangat dipengaruhi oleh komposisi campuran, pengolahan dan penyimpanan Kelembutan es krim disebabkan oleh bahan lemak dan bahan penstabil (Wati, 2013). Warna yang dihasilkan lebih menarik daripada dengan perbandingan yang lainnya yaitu kuning muda, aroma dan rasanya terasa jagung dan krim, serta teksturnya yang lembut (Prabani, 2012). Bahan pemanis yang umum digunakan dalam pembuatan es krim adalah gula pasir (sukrosa) dan gula bit. Bahan pemanis selain berfungsi memberikan rasa manis, juga dapat meningkatkan cita rasa, menurunkan titik beku yang dapat membentuk kristal-kristal es krim yang halus sehingga meningkatkan penerimaan dan kesukaan konsumen. Penambahan bahan pemanis sekitar 12% sampai 16% (Harris, 2011).

e.    Nugget ayam
Nugget adalah produk olahan yang menggunakan teknologi restrukturisasi dengan memanfaatkan potongan daging yang relative kecil dan tidak beraturan kemudian melekatkannya kembali menjadi ukuran yang lebih besar dibantu bahan pengikat. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan produk ini dititikberatkan pada kemampuan mengikat antara partikel daging dan bahan-bahan lain yang ditambahkan (Rahardjo et al., 1995). Nugget adalah jenis makanan lauk pauk berkadar protein tinggi yang terbuat dari bahan dasar hewani dan dicampur dari bahan lain melalui proses pemaniran dan penggorengan (Departemen perindustrian RI, 1995). Nugget merupakan suatu produk olahan yang dibuat dari daging tanpa kulit dan tulang yang digiling, diberi bumbu, dicampur bahan pengikat kemudian dicetak menjadi bentuk tertentu, dan dilumuri tepung panir kemudian digoreng (Bintoro, 2008). Bahan dasar hewani yang biasa digunakan dalam pembuatan nugget dipasaran yaitu daging ayam, daging sapi, udang, dan ikan, tetapi yang paling populer dimasyarakat yakni nugget ayam (Yuliani, 2013).  Proses pembuatan nugget mencakup delapan tahap, yaitu penimbangan bahan, penggilingan, pencampuran bahan, pencetakan, pengukusan, pelapisan perekat dan pelumuran tepung roti (pemaniran), penggorengan awal (pre-frying) dan pembekuan (Yuliani, 2013).
Menyatakan bahwa penambahan tepung tapioka akan meningkatkan rendemen yang diperoleh dan menurunkan biaya produksi dalam pengolahan produk olahan daging ikan (William, 1997). Pemberian bumbu bertujuan untuk membangkitkan rasa, garam bersama senyawa fosfat akan membantu pembentukan gel protein ayam dengan baik, sehingga nugget yang dihasilkan teksturnya padat. Selain itu dengan penambahan telur dan tepung tapioka dapat sebagai bahan pengikat. (Wibowo, 2000). Semakin segar daging semakin bagus mutu nugget yang dihasilkan (Yuliani, 2013). Telur merupakan bahan pangan yang mempunyai banyak kandungan zat gizi terutama kandungan proteinnya, biasanya digunakan dalam pembuatan berbagai macam lauk dan adonan kue. Penambahan telur dalam pembuatan nugget berfungsi agar adonan menjadi kompak dan padat, pemberi rasa lezat, menambah nilai gizi dan memberi tekstur adonan yang kenyal (Prayitno dan Susanto, 2001 : 46).   Dalam pembuatan nugget, tepung tapioka berfungsi sebagai bahan tambahan atau bahan pengisi dan bahan perekat adonan. Bahan pengisi nugget merupakan sumber pati yang ditambahkan dalam produk untuk menambah bobot produk dengan mensubstitusi sebagian daging sehingga biaya dapat ditekan (Rahayu, 2007). Fungsi lain dari bahan pengisi adalah membantu meningkatkan volume produk. Bahan pengisi yang umum digunakan pada pembuatan nugget adalah tepung (Afrisanti, 2010). Pendinginan ini bertujuan untuk mencegah denaturasi protein aktomiosin oleh panas. Penggilingan jenis pangan sumber protein dilakukan berfungsi untuk menghaluskan jenis pangan sumber protein agar mudah tercampur dalam adonan (Yuliani, 2013). Pengukusan menyebabkan terjadinya pengembangan granula– granula pati yang disebut gelatinisasi. Gelatinisasi merupakan peristiwa pengembangan granula pati sehingga granula tersebut tidak dapat kembali seperti keadaan semula (Winarno, 1997). Tujuan penggorengan awal adalah untuk menempelkan perekat tepung pada produk sehingga dapat diproses lebih lanjut dengan pembekuan selanjutnya didistribusikan kepada konsumen. Penggorengan awal akan memberikan warna pada produk, membentuk kerak pada produk setelah digoreng, memberikan penampakan goreng pada produk serta berkontribusi terhadap rasa produk (Fellow, 2000).
            Kemampuan mengikat air berpengaruh pada tekstur dan kesukaan nugget. Tekstur sangat berpengaruh terhadap rendemen, tekstur yang kompak pada nugget akan mempertinggi persentase rendemen. Rendemen merupakan persentase berat nugget     yang dihasilkan (Permadi, 2008).
Dalam proses pembuatan nugget diperlukan filler (bahan pengisi) yang berfungsi untuk meningkatkan tekstur, mengikat air dan membentuk gel. Biasanya nugget menggunakan filler tepung tapioka. Jenis bahan untuk filler nugget ampas tahu adalah bahan yang mengandung banyak karbohidrat, diantaranya tepung tapioka dan tepung maizena. Kedua jenis tepung ini memiliki karakteristik yang berbeda, terutama dalam pembentukan gel (Yuliani, 2013).
Tepung roti disebut juga remah roti atau tepung panir yang sebagian besar penggunaannya untuk melapisi produk daging atau sejenisnya yang kemudian mengalami tahap pembekuan (Matz, 1992). Fungsi dari tepung roti yaitu untuk memberikan warna kuning keemasan dan tekstur renyah diluar setelah dilakukannya penggorengan serta bentuk nugget menjadi lebih         rapi (Yuliani, 2013). Pemaniran merupakan proses yang harus dilakukan dalam pembuatan nugget yang mempunyai dua tahapan yaitu pencelupan adonan nugget yang sudah dipotong pada putih telur dan pelumuran tepung roti. Tahapan yang pertama merupakan pencelupan nugget yang sudah dipotong pada putih telur dengan tujuan agar tepung roti dapat menempel pada nugget. Pelumuran tepung roti menjadi tahapan yang kedua dan merupakan bagian yang paling penting dalam proses pembuatan produk pangan beku dan industri pangan yang lain. Pelumuran tepung roti dapat membuat produk menjadi renyah, enak dan lezat. Nugget termasuk salah satu produk yang pembuatannya menggunakan proses pemaniran. Tepung roti yang digunakan sebaiknya tidak tengik, wadahnya masih dalam keadaan baik, memiliki bau khas tepung, dan waktu kadaluarsanya masih lama (Yuyun, 2007: 7). Nugget termasuk salah satu produk yang pembuatannya menggunakan batter dan breading. Batter yang digunakan dalam pembuatan nugget berupa tepung halus dan berwarna putih, bersih dan tidak mengandung benda–benda asing. Tepung roti harus segar, berbau khas roti, tidak berbau tengik atau asam, warnanya cemerlang, serpihan rata, tidak berjamur dan tidak mengandung benda-benda asing (BSN, 2002).
Karena nugget terbuat dari bahan baku ayam yang diacmpur dengan tepung maka, nungget memiliki kandungan kalori yang cukup tinggi dan juga protein. Komposisi gizi yang terkandung pada nugget ayam yang ada dipasaran sangat bervariasi antara satu merek dengan merek lainnya.Walaupun komposisi gizi nugget yang ada dipasaran sangat beragam, tetapi sebagai gambaran umum uraian berikut dapat digunakan sebagai pedoman. Total energi yang diperoleh dari suatu ukuran saji nugget ayam dengan berat 140 gram adalah 307 kkal. Kadar proteinnya mencapai 43 gram/140 gram bahan, yaitu dapat memenuhi 86% dari kebutuhan protein tubuh sehari-hari (Astawan, 2008).
Hasil pengamatan selama pembuatan nugget adalah terdapat perubahan berat, dimana berat sebelum diblender 250 g baik adonan nugget denga tepung pisang dan tepung terigu. Setelah di blender adoanan tidak mengalami perubahan berat. Sedangkan perubahan terjadi ketika proses perebusan dimana berat nugget pisang menjadi 403 g dan nugget dengan tepung terigu 386 g. sedangkan rata-rata nugget setelah penggorengan menjadi 563 g pada nungget dengan tepung pisang, dan 490 g pada nugget dengan tepung terigu. Sedangkan dari hasil organoleptic nugget dengan tepung pisang didapatkan aroma yang khas merica dikarenakan penambahan merica pada adonan yang cukup banyak juga berpengaruh pada rasa. Sedangkan dari tekstur nugget dengan tepung pisang memiliki tekstur yang kenyal, dan warna coklat. Dibandingkan dengan hasil nugget dengan tepung terigu memiliki aroma yang harum dikarenakan penambahan rempah, rasa dominan merica, tekstur yang empuk , dan warna yang coklat kekuningan. Keunggulan dari nugget ayam adalah kadar sodiumnya yang rendah, yaitu pertakaran saji hanya 5% dari kebutuhan sehari-hari. Oleh karena itu tidak perlu khawatir terhadap terjadinya hipertensi. Oleh karena itu kadar sodium sangat bervariasi tergantung merek nugget, ada baiknya konsumen berhati-hati dalam memilih produk yang akan dikonsumsi. Membaca label kemasan terlebih dahulu dan membandingkannya dengan berbagai merek lainnya sangat dianjurkan (Astawan, 2008) Kelemahan nugget ayam adalah kadar lemak dan kolesterol yang cukup tinggi. Kadar lemak total per takaran saji nugget ayam adalah 13 gram, setara dengan 20% dari kebutuhan tubuh.Sebagian dari lemak tersebut berupa lemak jenuh dengan kadar 3 gram per takaran saji, yang setara dengan 17% dari kebutuhan tubuh sehari. Kadar kolesterol mencapai 132 mg per takaran saji, yang setara dengan 46% dari kebutuhan tubuh sehari (Astawan, 2008).
Pembuatan nugget harus dengan daging ayam yang baik kualitasnya. Pemilihan daging juga mempengaruhi hasil nugget yang dihasilkan. Daging ayam yang baik digunakan untuk nugget adalah bagian ayam yang memiliki kandungan daging yang banyak. Daging yang digunakan juga sebaiknya daging ayam yang masih segar. Ciri-ciri daging ayam yang baik, antara lain: a. warna daging putih-kekuningan cerah (tidak gelap, tidak pucat, tidak kebiruan, tidak terlalu merah), b. warna kulit ayam putih-kekuningan, cerah, mengkilat dan bersih, c. bila disentuh, daging terasa lembab dan tidak lengket (tidak kering), d. bau spesifik daging (tidak ada bau menyengat, tidak berbau amis, tidak berbau busuk), e. konsistensi otot dada dan paha kenyal atau elastis (tidak lembek), f. bagian dalam karkas dan serabut otot berwarna putih agak pucat, dan g. pembuluh darah di leher dan sayap kosong (tidak ada sisa-sisa darah) (Yuyun, 2007). Ciri-ciri daging ayam yang baik, antara lain adalah : · Warna putih-kekuningan cerah (tidak gelap, tidak pucat, tidak kebiruan, tidak terlalu merah). · Warna kulit ayam putih-kekuningan, cerah, mengkilat dan bersih. · Bila disentuh, daging terasa lembab dan tidak lengket (tidak kering). · Bau spesifik daging (tidak ada bau menyengat, tidak berbau amis, tidak berbau busuk). · Konsistensi otot dada dan paha kenyal, elastis (tidak lembek). · Bagian dalam karkas dan serabut otot berwarna putih agak pucat. · Pembuluh darah di leher dan sayap kosong (tidak ada sisa-sisa darah) (Kementrian, Pertanian, 2012).  








KESIMPULAN
a.    Tahu
1.    Prinsip pembuatan tahu dengan penggumpalan protein susu dari susu kedelai yang dibantu dengan asam cuka.
2.    Pembuatan tahu dilakukan dengan pembersihan kedelai, lalu perendaman, yang dilanjutkan dengan pengahancuran kedelai, lalu penyaringan, lalu pasteurisasi pada filtrate, penambahan cuka pada filtrate, pemisahan gumpalan tahu, pembentukan tahu dan pemotongan, juga pengukusan tahu.
3.    Pembuatan larutan cuka dilakukan dengan menambahkan air kepada cukakaren cuka bersifat lembab cair dan secara spontan menyerap karbon dioksida dari udara bebas. Ia sangat larut dalam air dan akan melepaskan panas ketika dilarutkan. Ia juga larut dalam etanol dan metanol, walaupun kelarutan NaOH dalam kedua cairan ini lebih kecil daripada kelarutan KOH. Ia tidak larut dalam dietil eter dan pelarut non-polar lainnya.
b.    Mie basah
1.    Prinsip pembuatan mie adalah dengan mencampurkan bahan baku berupa tepung dengan ditambahkan bahan tambahan pangan yang kemudian dilakukan pencampuran dengan diuleni selanjutnya proses pemipihan adonan dan pembentukan adonan menjadi potongan mie
2.    Karakteristik mie yang dibuat dengan tepung ubi jalar memiliki warna yang dan tekstur yang kurang baik, juga aroma dan rasa yang kurang disukai. Dibandingkan dengan hasil mie dengan tepung terigu memiliki hasil yang lebih baik. Baik dari segi aroma, rasa, warna, dan tekstur.
c.    Bakso ikan
1.    Pembuatan bakso ikan dengan menyiangi ikan, menghilangkan aroma amis daging ikan dengan memberikan air jeruk, memisahkan BDD daging ikan, penimbanga daging, pemerasan daging ikan untuk memisahkan dari air, penghalusan daging, penambahan bumbu, pencampuran seluruh bahan dengan cara diuleni, penambahan adoann dengan tepung, pembentukan adonan menjadi bulat bakso, lalu proses perebusan.
2.    Pemilihan daging ikan yang baik dan segar dengan cara melihat mata ikan yang masih cembung, insang yang masih elastis, sirip dan ekor masih sempurna, daging masih kenyal tidak lunak, kulit ikan tidak rusak, aroma ikan masih khas amis ikan, dan ikan tenggelam dalam air.
3.    Bahan yang digunakan dalam membuat bakso adalah daging ikan, beberapa bumbu, dan tepung tapioca.
4.    Pemisahan daging dan kulit ikan dengan cara memfillet daging ikan, juga memisahkan daging dari duri ikan untuk didaptkan BDD ikan dan mendapat tekstur bakso ikan yang sesuai.
5.    Proses pembentukan bakso ikan dilakukan dengan cara menggengam adonan bakso dalam tangan dan menekannya perlahan hingga adonan keluar dari genggaman bagian atas, lalu adonan dibentuk bulat oleh jari telunjuk dan jempol dan dirapihkan serta dipisahkan dari genggaman dengan bantuan sendok.
d.    Ice cream
1.    Cara pembuatan es krim jagung dengan cara penyiangan jagung yang akan digunakan,  lalu penimbanga, selanjutnya jagung dikukus, lalu dihancurkan dengan ditambhankan air, lalu perebusan, penyaringan, penambahan adonan dengan cmc atau gelatin, pencampuran adonan dengan bantuan mixer, pembekuan eskrim 24 jam, lalu pembuatan es krim dengan ice cream maker, dan pemasukan kembali es krim dalam freezer.
2.    Karakteristik es krim yang dibuat dengan cmc dan dengan gelatin memiliki rasa, aroma, warna dan kemasiran yang hampir sama yaitu beraroma harum khas jagung, rasa manis, warna kuning muda, tidak terlalu masir dan perbedaan tekstur dimana es krim dengan cmc memiliki tekstur yang lebih baik dibandingankan dengan es krim dengan gelatin.
e.    Nugget ayam
1.    Proses pembuatan nugget diawali dengan penyiangan daging ayam, penggilingan daging dengan penambahan garam, pencampuran daging dengan tepung, bumbu dan roti tawar, diaduk hingga tercampur rata, memipihkan adonan , lalu pemotongan adonan, pengukusan, membalut dengan putih telur, melapisi dengan tepung panir, dan proses penggorengan.

2.    Perbedaan nugget dengan tepung terigu dan pisang adalah terdapat perbedaan pada tekstur dan warna nugget, tekstur nugget dengan tepung terigu kenyal dan berwarna coklat sedangkan nugget dengan tepung pisang empuk dan berwarna coklat kekuningan. Sedangkan aroma dan rasa sama.


DAFTAR PUSTAKA
Afrianto, D. 2014. Pengaruh Penyuluhan Terhadap Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Petani Paprika di Desa Kumbo-Pasuruan Terkait Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Dari Bahaya Pestisida Tahun. Skripsi.Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. Jakarta:UIN Syarif Hidayatullah. Halaman 28-33.
Afrisanti, D.W. 2010. Kualitas Kimia dan Organoleptik Nugget Daging Kelinci dengan Penambahan Tepung Tempe. Skripsi. Program Studi Peternakan. Fakultas Pertanian. Surakarta : Universitas Sebelas Maret.
Anonim . 2013. Pengaruh Berbagai Media Tanam Terhadap Kecepatan Perkecambahan Biji Kacang Hijau.
Anonim, 2005. Obat Generik Berlogo. The Journal, Vol 76, International Federation Of Anti Leprosy Associations. Volume 01. Jakarta: Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia. Halaman 9.
Anonim. 2011. Tips Kesehatan Bahaya Fast Food
Arbuckle, W.S. 1986. Ice Cream. The AVI Publishing Company, Inc., Westport,Connecticut.
Astawan, M. 1999. Membuat Mie dan Bihun. Jakarta. Penebar Swadaya.
Astawan, M. 2008. Khasiat Warna Warni Makanan. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama.
Astawan, M., 2006. Membuat Mie dan Bihun. Jakarta. Penebar Swadaya.
Astuti, N. P. 2009. Sifat Organoleptik Tempe Kedelai Yang Dibungkus Plastik, Daun Pisang Dan Daun Jati. Karya Tulis Ilmiah Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Bakar A, Usmiati S. 2007. Teknologi Pengolahan Daging. Bogor : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian.
Basuki,dkk. 2013. Laporan Praktek Kerja Lapangan Bidang Industri Kecil Obat Tradisional(IKOT) di IKOT Merapi Farma Herbal Yogyakarta Periode 4 Maret – 16 Maret 2013.Laporan Praktek Lapangan.Program Studi D3 Farmasi Politeknik Kesehatan Bhakti Setya Indonesia.
Bintoro. 2008. Teknologi Pengolahan Daging dan Analisis Produk. Universitas Diponegoro. Semarang.
BSN (Badan Standarisasi Nasional) (1995). SNI 01-0222-1995 Tentang Bahan Tambahan Makanan.Jakarta: Badan Standarisasi Nasional. Hal. 1-138.
BSN, 2002 Badan Standardisasi Nasional. 2002. Nugget Ayam. SNI 01-6683-2002. Jakarta : Badan Standardisasi Nasional
Campbell, J.R. dan R.T. Marshall. 1975. The Science of Providing Milk for Men.McGraw Hill Book Co. Inc., New York.
 Candrawati. 2009. Hubungan Antara Pengetahuan Ibu Tentang Kesehatan Gigi Dengan Kejadian Karies Pada Anak Kelas 1 – 3 SD Negeri 3 Sumber Kabupaten  Klaten  Jawa  Tengah.  Skripsi.      
Departemen Perindustrian RI. (1995). Standar Nasional Indonesia. Departemen Perindustrian republik Indonesia: Jakarta.
Desrosier, N.W. dan D.K. Tressler. 1977. Fundamentals of Food Freezing. TheAVI Publishing Company Inc., Westport, Connecticut.
FAO. 1995. Code of Conduct for Responsible Fisheries. Rome, FAO, 41 pp. (issued also in Arabic, Chinese, French and Spanish).
Fellow, A.P. 2000. Food Procession Technology, Principles and Practise.2nd ed. Woodread.Pub.Lim. Cambridge. England. Terjemahan Ristanto.W dan Agus Purnomo
Hamid. M, 2012. Kandungan & Manfaat Tahu. Jakarta. Penebar Swadaya.
Harahap, 2007, Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan, edisi Pertama, cetakan ketiga. Jakarta. Penerbit: Raja Grafindo Persada.
Harris, Asriyadi. 2011. Pengaruh Subtitusi Ubi Jalar (Ipomea batatas) dengan Susu Skim terhadap Pembuatan Es Krim. Skripsi. Makassar: Fakultas Pertanian, Universitas Hassanudin.
Herman, A.S., 1985. Prinsip dasar Pembuatan dan Pengawasan Mutu Tahu. BPPIHP. Bogor
Koswara, S. 2009. Teknologi Pengolahan Telur (Teori dan Prakte.). eBookPangan.com. diakses pada 25 November 2016
 Koswara, S. 2011. Nilai Gizi, Pengawetan dan Pengolahan tahu. E.bookpangan.com (25 November 2016).
Marshall, R.T. dan Arbuckle, W.S. (1996). Ice Cream. Edisi Kelima. New York: International Thompson Publishing. New York. Hal. 56-58.
Matz, S.A. 1992. Bakery Technology and Engineering. 3rd Edition. Pan-tech International Inc., Texas.
Matz, S.A., 1972. Bakery Technology and Engineering. Second edition, The AVI Publishing   Co, Inc, Westport, Connecticut.
Mudjajanto, Eddy Setyo dan Lilik Noor Yulianti. 2004. Membuat Aneka Roti. Jakarta.Penebar Swadaya.
 Mustafa. 2006. Menata Pulau-pulau Kecil Perbatasan, Belajar dari Kasus Sipadan, Ligitan, dan Sebatik. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Nurhasan dan B. Pramudyanto. 1987. Pengolahan Air Buangan Industri Tahu
O'Brien, M.A., Schneider, L.E., Taghert, P.H. (1991). In situ hybridization analysis of the FMRFamide neuropeptide gene in Drosophila. II. Constancy in the cellular pattern of expression during metamorphosis.
Pearson, A.M. dan F.W. Tauber. 1984. Proced Meats. AVI Publishing Company, Inc. Westport, Connecticut.
Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 15/Permentan/OT.1403/2012, Tentang Perubahan atas perubahan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 89/Permentan/OT.140/12/2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pertanian Nomor 37/Kpts/HK.060/1/2006 Tentang Persyaratan Teknis dan Tindakan Karantina Tumbuhan untuk Pemasukan Buah-Buahan dan/atau Sayuran buah segar ke Dalam Wilayah Negara RI
Permadi, Adi.2008. Ramuan Herbal Penumpas Hipertensi. Jakarta : Pustaka Bunda. 2008.
Pomeranz Y. 1991. Functional Properties of Food Components. San Diego : Academic Press Inc.
Prabani A, Roekmy. 2012. Hubungan Penggunaan Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP) Dengan Penyimpangan Perkembangan Balita Usia 13-59 Bulan Di Poskesdes Gudang. Vol. 1, no :1, Januari 2012.
Prabani A, Roekmy. 2012. Hubungan Penggunaan Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP) Dengan Penyimpangan Perkembangan Balita Usia 13-59 Bulan Di Poskesdes Gudang. Vol. 1, no :1, Januari 2012.
Prayitno dan Susanto T. 2001. Kupang dan makanan tradisional Sidoarjo. Surabaya: Trubus Agriasasana.
Radley, J.A. 1976. Starch Production Technology. Applied Science Publishers, London.
Rahardjo, et.al.2000. Penyakit Gagal Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi III. Jakarta; BPFKUI.
Rahayu, T dan Faatih, M. 2007. Pemanfaatan Limbah Tomat sebagai Pengganti Em-4 pada Proses Pengomposan Sampah Organik. Jurnal Penelitian Sains & Teknologi. Vol. 8, No. 2, 2007: 119 – 143.
Rahmawati, J.D.W. 2013. Pengaruh Kompetensi dan Independensi Terhadap Kualitas Audit.
Rustandi, D. 2011. Produksi Mie. Solo.  Tiga Serangkai Pustaka Mandir.  Hlm 124.
 Sari. Fitria. 2010. Analisis Pengaruh Kepemilikaan Manajerial,Kebijakan Utang, Profitabilitas, Ukuran Perusahaan Dan KesempatanInvestasi Terhadap Kebijakan Dividen. Skripsi. Surakarta.
Sarjono, Agus, 2006.  Hak Kekayaan Intelektual dan Pengetahuan Tradisional, PT Alumni : Bandung
Sarwono,S dan Saragih Y.P.2003. Membuat Aneka Tahu. Jakarta : Penebar Swadaya.
Shurtleff, W. dan Aoyagi, A. 2007. History of Fermented Soymilk and Its Products. California.  Soy Info
Sumaatmaja, N. 1983. Geografi Sebagai Nilai Ekstensi untuk Menunjang Perwujudan Kesatuan Bangsa dan Negara (studi krikulum pengajaran Geografi di SMA di Jawa Barat). Disertasi. Doctor pada IKIP Jogyakarta.
Sunaryo, E., 1985. Pengolahan Produk Serealia dan Biji-bijian. Fateta IPB, Bogor.
Suprapti. 2003. Tepung Ubi Jalar pembuatan dan pemanfaatannya. Yogayakarta. Kanisius.
Tarwotjo, I. S., Hartini, S., Soekirman dan Sumartono. 1971. Komposisi Tiga Jenis Bakso di Jakarta. Akademi Gizi, Jakarta.
Waridi. 2004. Pengolahan Sosis Ikan. Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan, Jakarta.
Wati, Eniza. 2013. Pengaruh Budaya Organisasi, Dan Komitmen Organisasi Terhadap Hubungan Partisipasi Penyusunan Anggaran Dengan Kinerja Pemerintah Daerah. Jurnal Fakultas Ekonomi Universitas Negeri: Padang.
Wibowo, 2012. Manajemen Kinerja (Edisi ke 3 ). Jakarta: Rajawali Pers.
Wibowo, S. 2000. Industri Pemindangan Ikan. Jakarta : Penebar Swadaya.
Widiantoko, R.K. (2011). Es Krim. diakses tanggal 24 November 2016.
Widyaningsih, T.W, dan E.S. Murtini, 2006. Alternatif Pengganti Formalin Pada Produk Pangan. Surabaya. Trubus Agirasana.
William D., 1997. Makro Ekonomi. Jakarta. Erlangga.
Winarno, F.G. dan T.S. Rahayu, 1994. Bahan Makanan Tambahan untuk Makanan dan Kontaminan. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.
Winarno, F.G., 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Yuliani. 2013. Implementasi Kegiatan Ekstrakurikuler Keseneian Tari Topeng dalam Meningkatkan Rasa Cinta Tanah Air Siswa Sekolah Dasar (Studi Deskriptif pada Ekstrakurikuler Kesenian Tari Topeng Cirebon di SD Negeri Arjawinangun Kabupaten Cirebon). Skripsi S-1. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Yunarni. 2012. Studi Pembuatan Bakso Ikan Dengan Tepung Biji Nangka (Artocarpus heterophyllus Lam). Makasar: Fakultas Pertanian Univeerstas Hasanudin Makasar.
yuyun. 2007. Aneka Nugget Sehat nan Lezat. Agromedia Pustaka. Depok





LAMPIRAN
a.    Hasil pembuatan mie
b.    Hasil pembuatan es krim


c.    Hasil pembuatan nugget ayam





SEMOGA BERMANFAAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar