Minggu, 14 Mei 2017

LAPRAK PENGOLAHAN MAKANAN DENGAN PENGGARAMAN

            BAB I
PENDAHULUAN
A.    Acara
Pengolahan Dan Pengawetan Dengan Garam
B.    Hari/Tanggal
Rabu 9 November 2016
C.   Tujuan

a.    Ikan Asin
1.    Menjelaskan peran garam dalam proses penggaraman ikan
2.    Mengetahui cara-cara penggaraman ikan
3.    Menjelaskan cara persiapan dan pengolahan ikan
b.    Telur Asin
1.    Menjelaskan langkah-langkah dalam pembuatan telur asin
2.    Mengetahui fungsi garam dalam pembuatan telur asin
3.    Memilih dan menggunakan telur yang baik dalam pembuatan telur asin












BAB II
METODE PERCOBAAN
A.    Alat dan Bahan
a.    Ikan Asin
Ikan Tongkol                                 1 ekor
Garam                                           50 g
Air                                                  2 L
Besek                                            2 buah
Timbangan                                    1 buah
Plastic                                           2 buah
Baskom                                         2 buah
Pisau                                             1 buah
b.    Telur Asin
Telur Bebek                                  24 butir
Garam                                           225 g                                      
Klebet                                            200 g
Air                                                  5 L
Timbangan                                    1 buah
Baskom                                         2 buah
Toples                                           4 buah
Batu bata merah                           100 g                          
Tembikar                                       2 buah












B.    Cara Kerja
a.    Pengasinan Ikan Dengan Brine Salting
Membuat larutan garam 45%
Menimbang 450 g garam krosok
Melarutkan garam dengan air mendidih sampai volumenya 100 cc
Membentuk larutan garam 45%
Menimbang ikan
Menyiangi ikan, membersihkan / membuang isi perut, insang dan selaput yang ada
Mencuci bersih
Menimbang BDD ikan
Memasukkan ikan ke dalam larutan garam 45%
Mendiamkan selama 24 jam
Melakukan uji organoleptic
Mengangkat ikan dari baskom, mencuci bersih untuk menghilangkan lender dan sisa darah, lalu meniriskan
Mengukus ikan
Melakukan uji organoleptic




b.    Pengasinan Ikan Dengan Dry Salting
Menimbang ikan gembung
Menyiangi ikan, membersihkan / membuang isi perut, insang dan selaput yang ada
Mencuci bersih
Menimbang BDD ikan
Melumuri seluruh permukaan dengan dengan garam 25% dari BDD ikan
Mendiamkan ikan
Melapisi besek dengan plastic lalu memasukkan ikan
Menutup besek dan meletakkan pemberat diatasnya
Mendiamkan selama 24 jam
Melakukan uji organoleptic
Mengangkat ikat dari besek, mencuci bersih dan menghilangkan lender, sisa darah, serta sisa garam, lalu meniriskan
Mengukus ikan
Melakukan uji organoletik







c.    Pembuatan Telur Asin dengan metode Basah
Menimbang klebet 200 gram
Mencampurkan dengan air 2 liter
Memanaskan larutan klebet hingga mendidih
Memilih telur asin
Mencuci telur asin dengan air dingin yang mengalir
Menghangatkan air
Mencuci telur dengan air hangat
Membuat larutan garam 270 g dengan air 1 L
Menyiapkan larutan garam 100%, ke dalam toples, lalu larutan garam 75% dengan klebet 25% di toples berbeda, selanjutnya garam 70% dan klebet 30% di toples berbeda, dan larutan garam 65% dengan klebet 35% di toples berbeda.
Memasukkan telur ke dalam tiap toples dan mendiamkannya selama 1 minggu
Memasak hasil telur asin
Menguji organoleptic








d.    Pembuatan telur asin dengan metode kering
Membersihkan telur dengan air mengalir
Memanaskan air
Mencuci telur dengan air panas
Menghancurkan batu bata merah
Mencampurkan garam 25% dengan batu bata merah yang telah hancur
Melumuri telur asin dengan batu bata merah yang telah bercampur garam
Meletakkan telur yang telah dilumuri dalam tembikar
Membiarkan telur selama 1 minggu
Mengambil telur setelah 1 minggu dan membersihkannnya
Memasak telur hingga matang
Melakukan uji organoleptic












BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.    Hasil
Table 1. hasil pengamatan organoleptic ikan asin

Berat ikan (gram)
Organoleptik
Aroma
Rasa
Sifat
Tekstur
Warna
Berat awal sebelum direbus
258
Amis
Amis & asin
Kenyal
Padat
Abu-abu kemerahan
Berat setelah direbus
180
Asin
Asin
Keras
Padat, kasar
Putih keabuan

Tabel 2.  Hasil pengamatan organoleptik telur asin
Bahan
Kemasiran
Rasa
Tekstur
Aroma
Putih telur
Kuning telur
Garam 100%

Tidak masir
Asin
Kenyal, kering
Agak amis
Putih
Kuning cerah merata
Garam 70% + Klebet 30%

Agak masir
Asin, agak berempah
Agak kenyal
Amis
Putih
Kuning cerah merata, padat
Garam 65% + Klebet 35%
Masir
Asin, sangat   berempah
Agak kenyal, Bag. Tengah padat dg pinggiran mudah hancur
Amis tidak tajam
Putih
Kuning cerah, agak berair
Garam 60% + Klebet 40%

Agak masir
Agak hambar, agak berempah
Agak kenyal, padat
Tidak amis
Putih
Padat, kuning pucat merata
Garam 50% + Batu bata 50%
Tidak masir
Sangat asin
Padat, sedikit berair
Tidak amis
Putih cerah
Orange

Garam 60 % + Batu bata 40 %
Tidak masir
Sangat asin
Padat, kering
Tidak amis
Putih cerah
Agak orange


B.    Pembahasan
Pada praktikum kali ini praktikan melakukan pengawetan makanan dengan penggaraman. Dimana penggaraman merupakan metode pengawetan dengan bahan dasar garam. Karena garam dapat membunuh mikroba sehingga bahan makanan akan bertahan lama.
Penggaraman merupakan salah satu cara pengawetan yang sudah lama dilakukan orang. Pada proses penggaraman, garam yang bersifat higrokopis akan menarik air dari bahan sehingga kadar air bahan dan Aw bahan menjadi rendah sehingga tidak tersedia untuk digunakan mikroba. Garam juga mempunyai tekanan osmosis yang tinggi sehingga mampu menarik air dari sel mikroba, terjadi plasmolysis yang menyebabkan matinya mikroba tesebut. Garam yang larut juga akan mengusir oksigen dari bahan sehingga mikroba yang aerobic tidak bisa hidup. Dalam air garam (NaCl) akan terionisasi menghasilkan ion CL yang dapat meracuni mikroba yang ada pada bahan tersebut (Purba dan Rusmarilin, 2006). Penggaraman (curing) adalah cara pengolahan daging dengan menambahkan beberapa bahan seperti garam NaCl, Na-nitrit atau Na-nitrat, dan gula. Curing bertujuan mendapatkan warna yang stabil, aroma, tekstur dan kelezatan yang baik, dan untuk mengurangi pengerutan daging selama pengolahan serta memperpanjang masa simpan produk daging (Soeparno, 1992). Secara umum pengertian penggaraman adalah suatu rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk mengawetkan produk hasil perikanan dengan menggunakan garam. Garam yang digunakan adalah jenis garam napur (NaCl), baik berupa kristal maupun larutan (Budiman, 2004). Penggaraman merupakan proses pengawetan yang banyak dilakukan di berbagai negara termasuk Indonesia.  Proses tersebut menggunakan garam sebagai media pengawet, baik yang berbentuk Kristal maupun larutan. Selama proses penggaraman, terjadi penetrasi garam ke dalam tubuh ikan dan keluarnya cairan dari tubuh ikan karena perbedaan konsentrasi. Cairan itu dengan cepat dapat melarutkan kristal garam atau mengencerkan larutan garam (Purba dan Rusmarilin, 2006). Maka, pada hari ini akan dilakukan pembuatan telur asin dengan 2 cara dan beberapa konsentrasi larutan garam dan klebet yang berbeda juga pembuatan ikan asin dengan metode basah dan kering.
            Yang dilakukan pertaman adalah pembuatan ikan asin. Sampel ikan yang digunakan adalah ikan tongkol. Ikan yang digunakan adalah ikan yang memiliki kualitas yang baik. Ikan segar memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (1) Daging ikan padat elastis, tidak mudah lepas dari tulang belakangnya; (2) Aroma atau baunya segar dan lunak seperti bau rumput laut; (3) Mata berwarna cerah dan bersih, menonjol penuh serta transparan; (4) Insang berwarna merah cerah; (5) kulit mengkilat dengan warna cerah (Ilyas, 1983).  Metode penggaraman ikan yang dilakukan dengan metode brine salting dan dry salting. Metode penggaraman kering menggunakan kristal garam yang dicampurkan dengan ikan. Pada umumnya ikan-ikan yang besar dibuang isi perutnya terlebih dahulu dan bila perlu dibelah agar dagingnya menjadi tipis sehingga lebih mudah untuk ditembus oleh garam. Pada proses penggaraman, ikan ditempatkan di dalam wadah yang kedap air, misalnya bak dari kayu atau dari bata yang disemen. Ikan disusun selapis demi selapis di dalam wadah, diselingi dengan lapisan garam. Jumlah garam yang dipakai umumnya 10-35% dari berat ikan (Anonim, 2007). Ikan asin adalah bahan makanan yang terbuat dari daging ikan yang diawetkan dengan menambahkan banyak garam. Dengan metode pengawetan ini daging ikan yang biasanya membusuk dalam waktu singkat dapat disimpan di suhu kamar untuk jangka waktu berbulan-bulan, walaupun biasanya harus ditutup rapat. Ikan sebagai bahan makanan yang mengandung protein tinggi dan mengandung asam amino essensial yang diperlukan oleh tubuh, disamping itu nilai biologisnya mencapai 90 persen, dengan jaringan pengikat sedikit sehingga mudah dicerna ( Margono dkk, 1993). Pada dasarnya terdapat 3 (tiga) cara penggaraman dalam pembuatan ikan asin, yaitu penggaraman kering, penggaraman basah, dan kombinasi keduanya. Penggaraman kering dilakukan dengan cara menaburkan atau melumurkan kristal garam pada seluruh bagian ikan dan rongga perut. Penggaraman basah dilakukan dengan merendam ikan dalam larutan garam jenuh, kemudian dikristalkan. Penggaraman basah sering kali diterapkan untuk ikan yang berukuran kecil misalnya teri (Yetti, 1983). Penggaraman pada umumnya dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu penggaraman kering (dry salting), penggaraman basah (wet salting) dan penggaraman campuran (Iwansyah 2012). Penggaraman pada ikan merupakan salah satu jenis pengawetan yang bertujuan untuk mengurangi kadar air sampai titik tertentu agar bakteri tidak dapat hidup dan berkembang lagi. Ikan yang mengalami penggaraman menjadi awet karena garam dapat menghambat atau membunuh bakteri penyebab kebusukan ikan (Iwansyah, 2012).
Metode perggaraman yang pertama dilakukan adalah dengan metode brain salting. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 2721.1-2009), ikan asin kering adalah produk hasil perikanan dengan bahan baku ikan segar yang mengalami perlakuan penerimaan, sortasi, pencucian I, penyiangan, pencucian II, pembentukan, pencucian III, penirisan, penggaraman, pencucian IV, pengeringan, sortasi II, penimbangan, pengemasan, pelabelan.  Dimana proses pembuatan diawali dengan pembuatan larutan garam dengan cara melarutkan garam 450 gram ke dalam air 1000 cc. dalam pembuatan ikan asin garam merupakan bahan utama yang digunakan. Bahan utama yang digunakan untuk pengasinan ikan adalah NaCl. Kemurnian garam akan sangat mempengaruhi mutu ikan asin yang dihasilkan. Garam yang mengandung Cu dan Fe menyebabkan daging ikan menjadi berwarna coklat kotor atau kuning; CaSO4 menyebabkan daging menjadi berwarna putih, kaku dan agak pahit (Yetti, 1983). Penggaraman basah menggunakan larutan garam 30-50% (setiap 100 liter larutan garam berisi 30-50 kg garam). Ikan dimasukkan ke dalam larutan itu dan diberi pemberat agar semua ikan terendam, tidak ada yang terapung (Anonim, 2007). Namun pada kesempatan kali ini metode brain salting yang di lakukan adalah dengan merendam ikan tongkol beberapa menit dalam larutan garam dan selanjutnya didiamkan dengan lumuran garam selama 1 hari. Perbedaan perlakuan tersebut dikarenakan keterbatasan waktu dan juga peralatan. Sebelumnya tongkol telah dibersihkan dari sisik dan isi perutnya hingga didapatkan BDD. Sehingga larutan garam yang digunakan sebesar 450 g yang dilarutkan dengan 1000 cc air.  Garam terdiri  atas  39,39% Na dan 60,69% Cl, bentuk kristal seperti kubus dan berwarna putih. Di dalam pengolahan ikan asin, biasnya garam diperuntukkan sebagai pengawet dan pemberi rasa. Sebagai   bahan pengawet, garam mempunyai tekanan osmosis yang tinggi sehingga dapat   mengakibatkan terjadinya   peristiwa osmosis dengan daging ikan (Moeljanto, 1992). Selama proses penggaraman, terjadi penetrasi garam ke dalam tubuh ikan dan keluarnya cairan dari tubuh ikan karena perbedaan konsentrasi. Cairan itu dengan cepat dapat melarutkan kristal garam atau mengencerkan larutan garam (Anonim, 2007). Pada penggaraman basah, banyak sisik-sisik ikan yang terlepas dan menempel pada ikan sehingga menjadikan ikan tersebut kurang menarik dan memiliki daging yang kurang padat (Anonim, 2010).  Bersamaan dengan keluarnya cairan dari dalam tubuh ikan, partikel garam akan memasuki tubuh ikan. Lama kelamaan kecepatan proses pertukaran garam dan cairan semakin lambat dengan menurunnya konsentrasi garam di luar tubuh ikan dan meningkatnya konsentrasi garam di dalam tubuh ikan. Bahkan pertukaran garam dan cairan tersebut berhenti sama sekali setelah terjadi keseimbangan. Proses itu mengakibatkan pengentalan cairan tubuh yang masih tersisa dan penggumpalan protein (denaturasi serta pengerutan sel-sel tubuh ikan sehingga sifat dagingnya berubah) (Anonim, 2007).

 Pada pembuatan ikan asin dengan metode kering proses pembuatan diawali dengan menimbang ikan, lalu menyiangi ikan, membuang isi perut dan selaput yang ada hingga didapatkan BDD ikan. Setelah ditimbanga dan didapatkan BDD ikan maka, selanjutnya adalah memasukkan ikan ke dalam larutan garam 45 % dan mendiamkannya selama 24 jam. Setelah 24 jam dilakukan uji organoletik ikan sebelum dikukus sebagai pembanding. Setelah mendapatka hasil uji oeganoleptik makan dilanjutkan dengan pembersihan ikan, dan mengukus ikan dan di uji organoleptik untuk ke dua kalinya. Penggaraman kering mampu memberikan hasil yang terbaik, karena daging ikan  asin yang dihasilkan lebih padat.  Metode penggaraman kering menggunakan kristal garam yang dicampurkan dengan ikan. Sebelum digarami terlebih dahulu ikan disiangi dan dicuci bersih. Ikan yang telah disiangi selanjutnya disusun pada bak/tempat penggaraman dan diberikan garam pada setiap lapisannya. Lapisan ikan paling atas sebaiknya diberikan garam lebih banyak, karena garam bersifat menarik air dari tubuh ikan (Moeljanto, 1982). Kelebihan dari metote penggaraman kering yaitu mampu memberikan hasil yang lebih baik, karena daging ikan yang dihasilkan lebih padat, sedangkan pada penggaraman basah banyak sisik-sisik ikan yang terlepas dan menempel pada ikan lainnya sehingga menjadikan ikan tersebut kurang menarik dan dagingnya kurang padat (Adawyah, 2007).
Dari hasil pembuatan ikan asin dilanjutkan dengan uji organoleptic dan didapat hasil sebagai berikut: berat awal sebelum di rebus 258 gram memiliki aroma yang amis, rasa amis dan asin, sifat kenyal, tekstur padat dan warna abu-abu kemerahan. Terjadi perubahan setelah direbus menjadi 180 gram karena mnegalami penyusutan. Setelah direbus rasa berubah menjadi asin dan hilang rasa amis, sifatnya pun berubah menjadi keras tekstur menjadi padat dan kasar warna menjadi putih keabu abuan.
Setelah dilakukan pembatan ikan asin, maka dilanjutkan dengan pembuatan telur asin. Pada praktikum kali ini pembuatan telur asin dengan 2 metode. Telur yang digunakan adalah telur itik yang memiliki kualitas yang baik dan tidak ada kerusakan, karena dapat mempengaruhi keberhasilan pengasinan telur. Metode pengasinan pada telur dilakukan agar dapat memperlambat reaksi metabolisme, selain dapat mencegah pertumbuhan mikroorganisme penyebab kerusakan atau kebusukan (Yuniati, 2012). Yaitu metode kering dan basah. Telur bebek dapat dibuat telur asin dengan media yang bermacam–macam antara lain serbuk batu bata merah, abu pelepah kelapa dan lumpur sawah Sampel yang digunakan adalah telur bebek (Anonim, 2006). Metode pengasinan pada telur dilakukan agar dapat memperlambat reaksi metabolisme, selain dapat mencegah pertumbuhan mikroorganisme penyebab kerusakan atau kebusukan (Yuniati, 2012).  Telur asin merupakan salah satu metode untuk mengawetkan telur. Teknik mengasinkan telur telah ada dilakukan sejak dahulu denga tujuan untuk memperpanjang masa simpan telur sekaligus menambah cita rasanya (Ginting, 2007).  Telur asin dapat dibuat dengan cara merendam menggunakan media garam. Media garam merupakan campuran antara garam, serbuk batu bata merah, sedikit kapur dan air. Garam berfungsi sebagai pencipta rasa asin sekaligus sebagai bahan pengawet karena garam mampu menyerap air dari dalam telur. Garam akan masuk ke dalam telur melalui pori-pori kulit telur menuju ke putih telur, lalu ke kuning telur. Garam akan menarik air yang dikandung telur. Garam juga terdapat ion chlor yang berperan sebagai penghambat pertumbuhan bakteri dalam telur, sehingga menyebabkan telur menjadi awet karena bakteri yang terkandung dalam telur mati (Anonim, 2006). Prinsip pengawetan telur adalah untuk:
1.    Mencegah masuknya bakteri pembusuk ke dalam telur
2.    Mencegah keluarnya air dari dalam telur (Ginting, 2007).
Beberapa proses pengawetan telur utuh yang diawetkan bersama kulitnya antara lain:
1.    Proses pendinginan
2.    Proses pembungkusan kering
3.    Proses pelapisan dengan minyak
4.    Proses pencelupan dalam berbagai cairan (Ginting, 2007).
Pada metode kering bahan yang digunakan untuk mengasinkan telur adalah garam dan batu bata merah, sedangkan pada pengasinan telur dengan metode basah dilakukan dengan larutan garam dan klebet dengan beberapa konsentrasi berbeda. Larutan garam dingin merupakan media yang dapat mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme dengan suatu metode yang bebas dari oengaruh racunnya. Dengan penurunan suhu dibawah 00c, pertumbuahan bakteri pembusuk akan terganggu, sehingga bahan yang dimasukkan ke dalam larutan garam dingin akan tetap awet dan tahan lama (Bigo, 2007). Proses pengasinan telur diawali dengan pembersihan telur dari kotoran yang menempel pada cangkangnya dengan cara menggosoknya dengan air. Selanjutnya telur dibersihkan untuk kedua kalinya menggunakan air panas. Pencucian dengan air panas bertujuan untuk lebih memastikan telur dalam keadaan bersih juga untuk membunuh kemungkinan mikroba yang ada. Selanjutnya menyiapkan larutan garam dan klebet. Sebelumnya garam yang akan digunakan telah dilarutkan dengan jumlah 500 g garam dan 1 L air. Sedangkan klebet dihaluskan dan dilarutkan dengan air jumlah klebet yang dilarutkan adalah sebanyak 200 g dengan air 2 liter. Penambahan klebet pada pengasinan telur bertujuan untuk mengawetkan telur sehingga telur bisa tahan lama. Rempah-rempah merupakan pengawet alami yang mengandung zat antimikroba yang khas sehingga dapat digunakan untuk mengawetkan suatu bahan makanan (Mustofa, 2006). Proses pelarutan dilakukan dengan pemanasan agar klebet dpat larut dengan baik. Setelah itu klebet yang telah larut di saring agar terbebas dari endapan sehingga sari klebet yang digunakan bisa sesuai dengan harapan.  Maka larutan yang dibuata dalah sampel A larutan garam 100 %, sampel B larutan garam 75% dengan klebet 25%, sampel C larutan garam 70% dengan klebet 30% dan sampel D menggunakan larutan garam 65% dan klebet 35%. Setelah semua larutan telah siap dalam toples berbeda maka, telur dimasukkan ke dalam toples berisi larutan dan didiamkan selama kurang lebih 1 minggu. Selama perendaman tersebut terjadilah proses difusi sehingga mengakibatkan telur berubah rasa menjadi asin. Konsentrasi air rendaman yang pekat (campuran air, garam, bawang putih, abu, batu bata merah) menyebabkan timbulnya tekanan difusi yang besar, sedangkan pada bagian dalam telur mempunyai defisit tekanan difusi (DTD) akibat konsentrasinya yang lebih rendah dari larutan perendam, sehingga pergerakan molekul-molekul dari larutan perendam ke dalam cairan telur yang menembus melalui kulit telur yang berpori-pori. Difusi akan berakhir bila konsentrasi larutan perendam dan cairan telur sudah seimbang (Salirawati, 2010).
Pada pembuatan telur asin dengan metode kering telur yang telah bersih dilumuri dengan campuran garam dan batu bata yng telah dihancurkan dengan perbandingan garam 50:50 batu bata dan garam 60:40 g batu bata. Setelah itu setiap campuran dengan konsentrasi berbeda digunakan untuk melumuri telur asin. Setelah telur dilumuri dengan sempurna telur dieramkam dalam tembikar selama 7 hari. Telur asin dapat dibuat dengan cara merendam menggunakan media garam. Media garam merupakan campuran antara garam, serbuk batu bata merah, sedikit kapur dan air (Anonim, 2006).
Setelah 1 minggu perendaman telur ditiriskan dan dibersihkan setelah itu telur direbus hingga matang dan dilakukan uji organolepitik. Dan didapatkan hasil bahwa telur asin yang dibuat dengan larutan garam 100% tidak masir, rasa asin, tekstur kenyal, kering, putih telur berwarna putih sedangkan kuning telur berwarna kuning cerah yang merata. Kemasiran dipengaruhi oleh adanya garam yang masuk ke dalam kuning telur. Semakin tinggi tekanan yang diberikan maka semakin cepat laju difusi larutan garam ke dalam telur termasuk ke kuning telur, sehingga menyebabkan kemasiran juga semakin tinggi (Salirawati, 2010 ).  Sedangkan hasil telur yang diasinkan dengan larutan garam 70% dan klebet 30% mendapat hasil kemasiran yang agak masir, dengan rasa asin agak berasa rempah akibat penggunaan klebet, teksturnya agak kenyal, aroma amis, warna putih telur putih sedangkan kuning telur kuning cerah dan rata. Sedangkan hasil telur asing dengan larutan garam 65% dan klebet 35% mendapat hasil kemasiran yang masir, rasa asin dan sangat beraroma rempah karena penggunaan klebet yang cukup banyak, teksturnya agak kenyal, bagian tengah padat dengan pinggiran yang mudah hancur, memiliki aroma yang amis, putih telur berwarna putih dan kuning telur berwarna kuning pucat dan padat. Sedangkan hasil telur asin dari pengasinan kering dengan percampuran garam 50% dan baru bata 50% tidak masir sama sekali, rasa yang sangat asin, aroma yang tidak amis, warna putih telur putih dan kuning telur oren. Sedangkan dari percampuran batu bata 60 % dengan garam 40 % didapatkan hasil yang tidak masir, rasa sangat asin, tekstur padat dan kesat, tidak beraroma amis, warna putih telur putih cerah sedangkan kuning telur agak oren. Secara kesleuruhan hasil telur yang paling baik diperoleh dari metode pengasinan kering karena rasa yang asin dengan baik, tidak masir dan juga tidak amis. Dibandingkan dengan metode basah yang rata-rata memiliki rasa agak masir sampai masir, rasa yang kurang asin dan aroma yang agak amis sampek amis. Kualitas telur asin ditentukan oleh :
1.    Kualitas bagian dalam (kekentalan putih dan kuning telur, posisi kuning telur, dan ada tidaknya noda atau bintik darah pada putih atau kuning telur)
2.    Kualitas bagian luar (bentuk dan warna kulit, permukaan telur, keutuhan, dan kebersihan kulit telur) (Ginting, 2007).



KESIMPULAN
Ikan Asin
1.    Dalam proses penggaraman ikan garam berperan untuk menambah rasa, dan menjadi bahan pengawet juga sebagai bahan yang dapat menyerap air pada bahan sehingga mengurangi jumlah Aw pada bahan makanan.
2.    Cara penggaraman ikan dapat dilakukan dengan 3 metode, yaitu: dengan cara kering, cara basah dan cara campuran yaitu penggabungan antara metode kering dan basah.
3.    Cara pengolahan ikan diawali dengan pemilihan ikan, lalu menyiangi ikan, membersihkan sisik, sirip da nisi perutnya, selanjutnya menyiapkan garam atau larutan garam, lalu proses pencampuran garam dengan ikan dan terakhir adalah proses pemeraman selama 24 jam.
Telur Asin
1.    Pembuatan telur asin diawali dengan pemilihan telur yang memiliki kualitas bagus, tidak cacat, selanjutnya pembersihan telur dengan air mengalir dan diulang dengan mencuci telur menggunakan air hangat untuk membunuh mikroba, selanjutnya mneyiapkan larutan garam dan klebet dengan jumlah tertentu, juga penyiapan garam dan campuran batu bata yang hancur dengan perbandibgan tertentu. Setelah itu pencampuran telur dengan larutan garam dan dilanjutkan dengan perendaman atau pemeraman dalam garam selama 7 hari.
2.    Dalam pembuatan telur asin garam berfungsi sebagai penambah rasa dan juga pengawet.
3.    Telur yang digunakan untuk membuat telur asin harus dalam keadaan baik, bersih, tidak rusak, tidak retak, dan tidak busuk.







DAFTAR PUSTAKA
Adawyah, R. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Jakarta : PT. Bumi Aksara.
Anonim. 2006. Ketersediaan Hayati Obat.
Anonim. 2007. Farmakologi dan Terapi. edisi 5, Departemen Farmakologi Terapeutik, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia.
Anonim. 2010. Manfaat Wortel Untuk Kesehatan dan Kecantikan.
Budiman, Durianto, Darmadi, dan Sugiharto. 2004. Brand Equity Ten: Strategi Memimpin Pasar. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Ginting, Ir. Perdana. 2007. Sistem Pengelolaan Lingkungan Dan Limbah Industri, Cetakan pertama. Bandung: Yrama Widya. Hal 37-200
Ilyas, S. 1983. Teknologi Refrigasi Hasil Perikanan Jilid 1. Yogyakarta. Penerbit Liberty.
Iwansyah, A.C., Herminiati, A, dan Setiyoningrum, F. 2008. Pengaruh Penambahan Tepung Tulang Ikan sebagai Sumber Kalsium terhadap Mutu Kimia Kerupuk Ikan. Prosiding. Universitas lampung
Margono, Tri dkk. 1993. Panduan Teknologi Pangan. Pusat Informasi Wanita Dalam Pembangunan
Moeljanto. 1992. Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. Jakarta:Penebar Swadaya
Mustofa, A., 2007. Perubahan Sifat Fisik, Kimia, dan Biologi Tanah Pada Hutan Alam yang Diubah Menjadi Lahan Pertanian di Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser. [Skripsi]. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Purba, A. dan H. Rusmarilin, 1985. Dasar Pengolahan Pangan. FP-USU, Medan.
Salirawati, Das, et al. 2010. Pelatihan Pengembagan Praktikum Berbasis Lingkungan Dalam Jurnal Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat. Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta
SNI 2721.1. (2009)a . Ikan Asin. Badan Nasional Indonesia.
Soeparno. 1992. Ilmu dan Teknologi Daging. Gajah Mada University, Yogyakarta.
Yetti, S. 1983. Penetapan Kadar Formalin yang Terserap pada Tahu Lunak dan Tahu Keras. Skripsi, 12-13, Yogyakarta.
Yuniati, 2012. Pengaruh Sanitasi Lingkungan Pemukiman terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Daerah Aliran Sungai Deli Kota Medan, Tesis S2, Medan: Universitas Sumatera Utara.



















LAMPIRAN
i.              Pengasinan kering
ii.             Pengasinan Basah

 SEMOGA BERMANFAAT