BAB I
PENDAHULUAN
A. Acara
Pengolahan Dan Pengawetan Dengan Garam
B. Hari/Tanggal
Rabu 9 November 2016
C. Tujuan
a.
Ikan Asin
1.
Menjelaskan peran garam dalam proses
penggaraman ikan
2.
Mengetahui cara-cara penggaraman ikan
3.
Menjelaskan cara persiapan dan pengolahan
ikan
b.
Telur Asin
1.
Menjelaskan langkah-langkah dalam
pembuatan telur asin
2.
Mengetahui fungsi garam dalam pembuatan
telur asin
3.
Memilih dan menggunakan telur yang baik
dalam pembuatan telur asin
BAB II
METODE PERCOBAAN
A. Alat dan Bahan
a.
Ikan Asin
Ikan Tongkol 1 ekor
Garam 50
g
Air 2
L
Besek 2
buah
Timbangan 1
buah
Plastic 2
buah
Baskom 2
buah
Pisau 1
buah
b.
Telur Asin
Telur Bebek 24 butir
Garam 225
g
Klebet 200
g
Air 5
L
Timbangan 1
buah
Baskom 2
buah
Toples 4
buah
Batu bata merah 100 g
Tembikar 2
buah
B. Cara Kerja
a.
Pengasinan Ikan Dengan Brine Salting
Membuat larutan
garam 45%
Menimbang
450 g garam krosok
Melarutkan
garam dengan air mendidih sampai volumenya 100 cc
Membentuk
larutan garam 45%
Menimbang
ikan
Menyiangi
ikan, membersihkan / membuang isi perut, insang dan selaput yang ada
Mencuci
bersih
Menimbang
BDD ikan
Memasukkan
ikan ke dalam larutan garam 45%
Mendiamkan
selama 24 jam
Melakukan
uji organoleptic
Mengangkat
ikan dari baskom, mencuci bersih untuk menghilangkan lender dan sisa darah,
lalu meniriskan
Mengukus
ikan
Melakukan
uji organoleptic
b.
Pengasinan Ikan
Dengan Dry Salting
Menimbang
ikan gembung
Menyiangi
ikan, membersihkan / membuang isi perut, insang dan selaput yang ada
Mencuci
bersih
Menimbang
BDD ikan
Melumuri
seluruh permukaan dengan dengan garam 25% dari BDD ikan
Mendiamkan
ikan
Melapisi
besek dengan plastic lalu memasukkan ikan
Menutup
besek dan meletakkan pemberat diatasnya
Mendiamkan
selama 24 jam
Melakukan
uji organoleptic
Mengangkat
ikat dari besek, mencuci bersih dan menghilangkan lender, sisa darah, serta
sisa garam, lalu meniriskan
Mengukus
ikan
Melakukan
uji organoletik
c.
Pembuatan Telur Asin
dengan metode Basah
Menimbang
klebet 200 gram
Mencampurkan
dengan air 2 liter
Memanaskan
larutan klebet hingga mendidih
Memilih
telur asin
Mencuci
telur asin dengan air dingin yang mengalir
Menghangatkan
air
Mencuci
telur dengan air hangat
Membuat
larutan garam 270 g dengan air 1 L
Menyiapkan
larutan garam 100%, ke dalam toples, lalu larutan garam 75% dengan klebet 25%
di toples berbeda, selanjutnya garam 70% dan klebet 30% di toples berbeda, dan
larutan garam 65% dengan klebet 35% di toples berbeda.
Memasukkan
telur ke dalam tiap toples dan mendiamkannya selama 1 minggu
Memasak
hasil telur asin
Menguji
organoleptic
d.
Pembuatan telur asin
dengan metode kering
Membersihkan
telur dengan air mengalir
Memanaskan
air
Mencuci
telur dengan air panas
Menghancurkan
batu bata merah
Mencampurkan
garam 25% dengan batu bata merah yang telah hancur
Melumuri
telur asin dengan batu bata merah yang telah bercampur garam
Meletakkan
telur yang telah dilumuri dalam tembikar
Membiarkan
telur selama 1 minggu
Mengambil
telur setelah 1 minggu dan membersihkannnya
Memasak
telur hingga matang
Melakukan
uji organoleptic
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Table 1. hasil pengamatan organoleptic ikan asin
|
Berat ikan (gram)
|
Organoleptik
|
||||
Aroma
|
Rasa
|
Sifat
|
Tekstur
|
Warna
|
||
Berat awal sebelum direbus
|
258
|
Amis
|
Amis & asin
|
Kenyal
|
Padat
|
Abu-abu kemerahan
|
Berat setelah direbus
|
180
|
Asin
|
Asin
|
Keras
|
Padat, kasar
|
Putih keabuan
|
Tabel 2.
Hasil pengamatan organoleptik telur asin
Bahan
|
Kemasiran
|
Rasa
|
Tekstur
|
Aroma
|
Putih telur
|
Kuning telur
|
Garam 100%
|
Tidak masir
|
Asin
|
Kenyal, kering
|
Agak amis
|
Putih
|
Kuning cerah merata
|
Garam 70% + Klebet 30%
|
Agak masir
|
Asin, agak berempah
|
Agak kenyal
|
Amis
|
Putih
|
Kuning cerah merata, padat
|
Garam 65% + Klebet 35%
|
Masir
|
Asin, sangat
berempah
|
Agak kenyal, Bag. Tengah padat dg pinggiran
mudah hancur
|
Amis tidak tajam
|
Putih
|
Kuning cerah, agak berair
|
Garam 60% + Klebet 40%
|
Agak masir
|
Agak hambar, agak berempah
|
Agak kenyal, padat
|
Tidak amis
|
Putih
|
Padat, kuning pucat merata
|
Garam 50% + Batu bata 50%
|
Tidak masir
|
Sangat asin
|
Padat, sedikit berair
|
Tidak amis
|
Putih cerah
|
Orange
|
Garam 60 % + Batu bata 40 %
|
Tidak masir
|
Sangat asin
|
Padat, kering
|
Tidak amis
|
Putih cerah
|
Agak orange
|
B. Pembahasan
Pada praktikum kali ini praktikan melakukan
pengawetan makanan dengan penggaraman. Dimana penggaraman merupakan metode
pengawetan dengan bahan dasar garam. Karena garam dapat membunuh mikroba
sehingga bahan makanan akan bertahan lama.
Penggaraman merupakan salah satu cara
pengawetan yang sudah lama dilakukan orang. Pada proses penggaraman, garam yang
bersifat higrokopis akan menarik air dari bahan sehingga kadar air bahan dan Aw
bahan menjadi rendah sehingga tidak tersedia untuk digunakan mikroba. Garam
juga mempunyai tekanan osmosis yang tinggi sehingga mampu menarik air dari sel
mikroba, terjadi plasmolysis yang menyebabkan matinya mikroba tesebut. Garam
yang larut juga akan mengusir oksigen dari bahan sehingga mikroba yang aerobic
tidak bisa hidup. Dalam air garam (NaCl) akan terionisasi menghasilkan ion CL
yang dapat meracuni mikroba yang ada pada bahan tersebut (Purba dan Rusmarilin,
2006). Penggaraman (curing) adalah cara pengolahan daging dengan menambahkan
beberapa bahan seperti garam NaCl, Na-nitrit atau Na-nitrat, dan gula. Curing
bertujuan mendapatkan warna yang stabil, aroma, tekstur dan kelezatan yang
baik, dan untuk mengurangi pengerutan daging selama pengolahan serta
memperpanjang masa simpan produk daging (Soeparno, 1992). Secara umum
pengertian penggaraman adalah suatu rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk mengawetkan
produk hasil perikanan dengan menggunakan garam. Garam yang digunakan adalah
jenis garam napur (NaCl), baik berupa kristal maupun larutan (Budiman, 2004). Penggaraman
merupakan proses pengawetan yang banyak dilakukan di berbagai negara termasuk Indonesia. Proses tersebut menggunakan garam sebagai
media pengawet, baik yang berbentuk Kristal maupun larutan. Selama proses
penggaraman, terjadi penetrasi garam ke dalam tubuh ikan dan keluarnya cairan
dari tubuh ikan karena perbedaan konsentrasi. Cairan itu dengan cepat dapat
melarutkan kristal garam atau mengencerkan larutan garam (Purba dan Rusmarilin,
2006). Maka, pada hari ini akan dilakukan pembuatan telur asin dengan 2 cara
dan beberapa konsentrasi larutan garam dan klebet yang berbeda juga pembuatan
ikan asin dengan metode basah dan kering.
Yang dilakukan
pertaman adalah pembuatan ikan asin. Sampel ikan yang digunakan adalah ikan
tongkol. Ikan yang digunakan adalah ikan yang memiliki kualitas yang baik. Ikan
segar memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (1) Daging ikan padat elastis, tidak
mudah lepas dari tulang belakangnya; (2) Aroma atau baunya segar dan lunak
seperti bau rumput laut; (3) Mata berwarna cerah dan bersih, menonjol penuh
serta transparan; (4) Insang berwarna merah cerah; (5) kulit mengkilat dengan
warna cerah (Ilyas, 1983). Metode
penggaraman ikan yang dilakukan dengan metode brine salting dan dry salting. Metode
penggaraman kering menggunakan kristal garam yang dicampurkan dengan ikan. Pada
umumnya ikan-ikan yang besar dibuang isi perutnya terlebih dahulu dan bila
perlu dibelah agar dagingnya menjadi tipis sehingga lebih mudah untuk ditembus
oleh garam. Pada proses penggaraman, ikan ditempatkan di dalam wadah yang kedap
air, misalnya bak dari kayu atau dari bata yang disemen. Ikan disusun selapis
demi selapis di dalam wadah, diselingi dengan lapisan garam. Jumlah garam yang
dipakai umumnya 10-35% dari berat ikan (Anonim, 2007). Ikan asin adalah bahan
makanan yang terbuat dari daging ikan yang diawetkan dengan menambahkan banyak
garam. Dengan metode pengawetan ini daging ikan yang biasanya membusuk dalam
waktu singkat dapat disimpan di suhu kamar untuk jangka waktu berbulan-bulan,
walaupun biasanya harus ditutup rapat. Ikan sebagai bahan makanan yang
mengandung protein tinggi dan mengandung asam amino essensial yang diperlukan
oleh tubuh, disamping itu nilai biologisnya mencapai 90 persen, dengan jaringan
pengikat sedikit sehingga mudah dicerna ( Margono dkk, 1993). Pada dasarnya terdapat 3 (tiga) cara penggaraman dalam pembuatan
ikan asin, yaitu penggaraman kering, penggaraman basah, dan kombinasi keduanya.
Penggaraman kering dilakukan dengan cara menaburkan atau melumurkan kristal
garam pada seluruh bagian ikan dan rongga perut. Penggaraman basah dilakukan
dengan merendam ikan dalam larutan garam jenuh, kemudian dikristalkan.
Penggaraman basah sering kali diterapkan untuk ikan yang berukuran kecil
misalnya teri (Yetti, 1983). Penggaraman pada umumnya dapat dilakukan
dengan tiga cara yaitu penggaraman kering (dry salting), penggaraman basah (wet
salting) dan penggaraman campuran (Iwansyah 2012). Penggaraman pada ikan
merupakan salah satu jenis pengawetan yang bertujuan untuk mengurangi kadar air
sampai titik tertentu agar bakteri tidak dapat hidup dan berkembang lagi. Ikan
yang mengalami penggaraman menjadi awet karena garam dapat menghambat atau
membunuh bakteri penyebab kebusukan ikan (Iwansyah, 2012).
Metode perggaraman yang pertama dilakukan adalah
dengan metode brain salting. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI
2721.1-2009), ikan asin kering adalah produk hasil perikanan dengan bahan baku
ikan segar yang mengalami perlakuan penerimaan, sortasi, pencucian I,
penyiangan, pencucian II, pembentukan, pencucian III, penirisan, penggaraman,
pencucian IV, pengeringan, sortasi II, penimbangan, pengemasan, pelabelan. Dimana proses pembuatan
diawali dengan pembuatan larutan garam dengan cara melarutkan garam 450 gram ke
dalam air 1000 cc. dalam pembuatan ikan asin garam merupakan bahan utama yang
digunakan. Bahan utama yang digunakan untuk pengasinan
ikan adalah NaCl. Kemurnian garam akan sangat mempengaruhi mutu ikan asin yang
dihasilkan. Garam yang mengandung Cu dan Fe menyebabkan daging ikan menjadi
berwarna coklat kotor atau kuning; CaSO4 menyebabkan daging menjadi berwarna
putih, kaku dan agak pahit (Yetti, 1983). Penggaraman basah menggunakan larutan
garam 30-50% (setiap 100 liter larutan garam berisi 30-50 kg garam). Ikan
dimasukkan ke dalam larutan itu dan diberi pemberat agar semua ikan terendam,
tidak ada yang terapung (Anonim, 2007). Namun pada kesempatan kali ini metode
brain salting yang di lakukan adalah dengan merendam ikan tongkol beberapa
menit dalam larutan garam dan selanjutnya didiamkan dengan lumuran garam selama
1 hari. Perbedaan perlakuan tersebut dikarenakan keterbatasan waktu dan juga
peralatan. Sebelumnya tongkol telah dibersihkan dari sisik dan isi perutnya
hingga didapatkan BDD. Sehingga larutan garam yang digunakan sebesar 450 g yang
dilarutkan dengan 1000 cc air. Garam terdiri atas 39,39% Na dan 60,69% Cl, bentuk kristal
seperti kubus dan berwarna putih. Di dalam pengolahan ikan asin, biasnya garam
diperuntukkan sebagai pengawet dan pemberi rasa. Sebagai bahan pengawet, garam mempunyai tekanan
osmosis yang tinggi sehingga dapat
mengakibatkan terjadinya
peristiwa osmosis dengan daging ikan (Moeljanto, 1992). Selama proses
penggaraman, terjadi penetrasi garam ke dalam tubuh ikan dan keluarnya cairan
dari tubuh ikan karena perbedaan konsentrasi. Cairan itu dengan cepat dapat
melarutkan kristal garam atau mengencerkan larutan garam (Anonim, 2007). Pada
penggaraman basah, banyak sisik-sisik ikan yang terlepas dan menempel pada ikan
sehingga menjadikan ikan tersebut kurang menarik dan memiliki daging yang
kurang padat (Anonim, 2010). Bersamaan
dengan keluarnya cairan dari dalam tubuh ikan, partikel garam akan memasuki
tubuh ikan. Lama kelamaan kecepatan proses pertukaran garam dan cairan semakin
lambat dengan menurunnya konsentrasi garam di luar tubuh ikan dan meningkatnya
konsentrasi garam di dalam tubuh ikan. Bahkan pertukaran garam dan cairan
tersebut berhenti sama sekali setelah terjadi keseimbangan. Proses itu
mengakibatkan pengentalan cairan tubuh yang masih tersisa dan penggumpalan
protein (denaturasi serta pengerutan sel-sel tubuh ikan sehingga sifat
dagingnya berubah) (Anonim, 2007).
Pada
pembuatan ikan asin dengan metode kering proses pembuatan diawali dengan menimbang
ikan, lalu menyiangi ikan, membuang isi perut dan selaput yang ada hingga
didapatkan BDD ikan. Setelah ditimbanga dan didapatkan BDD ikan maka,
selanjutnya adalah memasukkan ikan ke dalam larutan garam 45 % dan
mendiamkannya selama 24 jam. Setelah 24 jam dilakukan uji organoletik ikan
sebelum dikukus sebagai pembanding. Setelah mendapatka hasil uji oeganoleptik
makan dilanjutkan dengan pembersihan ikan, dan mengukus ikan dan di uji organoleptik
untuk ke dua kalinya. Penggaraman kering mampu memberikan hasil yang terbaik,
karena daging ikan asin yang dihasilkan
lebih padat. Metode penggaraman kering menggunakan kristal garam yang
dicampurkan dengan ikan. Sebelum digarami terlebih dahulu ikan disiangi dan
dicuci bersih. Ikan yang telah disiangi selanjutnya disusun pada bak/tempat
penggaraman dan diberikan garam pada setiap lapisannya. Lapisan ikan paling
atas sebaiknya diberikan garam lebih banyak, karena garam bersifat menarik air
dari tubuh ikan (Moeljanto, 1982). Kelebihan dari metote penggaraman kering
yaitu mampu memberikan hasil yang lebih baik, karena daging ikan yang
dihasilkan lebih padat, sedangkan pada penggaraman basah banyak sisik-sisik
ikan yang terlepas dan menempel pada ikan lainnya sehingga menjadikan ikan
tersebut kurang menarik dan dagingnya kurang padat (Adawyah, 2007).
Dari hasil pembuatan ikan asin dilanjutkan
dengan uji organoleptic dan didapat hasil sebagai berikut: berat awal sebelum
di rebus 258 gram memiliki aroma yang amis, rasa amis dan asin, sifat kenyal,
tekstur padat dan warna abu-abu kemerahan. Terjadi perubahan setelah direbus
menjadi 180 gram karena mnegalami penyusutan. Setelah direbus rasa berubah
menjadi asin dan hilang rasa amis, sifatnya pun berubah menjadi keras tekstur
menjadi padat dan kasar warna menjadi putih keabu abuan.
Setelah dilakukan pembatan ikan asin, maka
dilanjutkan dengan pembuatan telur asin. Pada praktikum kali ini pembuatan
telur asin dengan 2 metode. Telur yang digunakan adalah telur itik yang
memiliki kualitas yang baik dan tidak ada kerusakan, karena dapat mempengaruhi
keberhasilan pengasinan telur. Metode pengasinan pada telur dilakukan agar
dapat memperlambat reaksi metabolisme, selain dapat mencegah pertumbuhan
mikroorganisme penyebab kerusakan atau kebusukan (Yuniati, 2012). Yaitu metode
kering dan basah. Telur bebek dapat dibuat telur asin dengan media yang
bermacam–macam antara lain serbuk batu bata merah, abu pelepah kelapa dan
lumpur sawah Sampel yang digunakan adalah telur bebek (Anonim, 2006). Metode
pengasinan pada telur dilakukan agar dapat memperlambat reaksi metabolisme,
selain dapat mencegah pertumbuhan mikroorganisme penyebab kerusakan atau
kebusukan (Yuniati, 2012). Telur asin
merupakan salah satu metode untuk mengawetkan telur. Teknik mengasinkan telur
telah ada dilakukan sejak dahulu denga tujuan untuk memperpanjang masa simpan
telur sekaligus menambah cita rasanya (Ginting, 2007). Telur asin dapat dibuat dengan cara merendam
menggunakan media garam. Media garam merupakan campuran antara garam, serbuk
batu bata merah, sedikit kapur dan air. Garam berfungsi sebagai pencipta rasa
asin sekaligus sebagai bahan pengawet karena garam mampu menyerap air dari
dalam telur. Garam akan masuk ke dalam telur melalui pori-pori kulit telur
menuju ke putih telur, lalu ke kuning telur. Garam akan menarik air yang
dikandung telur. Garam juga terdapat ion chlor yang berperan sebagai penghambat
pertumbuhan bakteri dalam telur, sehingga menyebabkan telur menjadi awet karena
bakteri yang terkandung dalam telur mati (Anonim, 2006). Prinsip pengawetan
telur adalah untuk:
1.
Mencegah masuknya
bakteri pembusuk ke dalam telur
2.
Mencegah keluarnya
air dari dalam telur (Ginting, 2007).
Beberapa proses pengawetan telur utuh yang diawetkan bersama
kulitnya antara lain:
1.
Proses pendinginan
2.
Proses pembungkusan
kering
3.
Proses pelapisan
dengan minyak
4.
Proses pencelupan
dalam berbagai cairan (Ginting, 2007).
Pada metode kering bahan yang digunakan untuk
mengasinkan telur adalah garam dan batu bata merah, sedangkan pada pengasinan
telur dengan metode basah dilakukan dengan larutan garam dan klebet dengan
beberapa konsentrasi berbeda. Larutan garam dingin merupakan media yang dapat
mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme dengan suatu metode yang bebas dari
oengaruh racunnya. Dengan penurunan suhu dibawah 00c, pertumbuahan
bakteri pembusuk akan terganggu, sehingga bahan yang dimasukkan ke dalam
larutan garam dingin akan tetap awet dan tahan lama (Bigo, 2007). Proses
pengasinan telur diawali dengan pembersihan telur dari kotoran yang menempel
pada cangkangnya dengan cara menggosoknya dengan air. Selanjutnya telur
dibersihkan untuk kedua kalinya menggunakan air panas. Pencucian dengan air
panas bertujuan untuk lebih memastikan telur dalam keadaan bersih juga untuk
membunuh kemungkinan mikroba yang ada. Selanjutnya menyiapkan larutan garam dan
klebet. Sebelumnya garam yang akan digunakan telah dilarutkan dengan jumlah 500
g garam dan 1 L air. Sedangkan klebet dihaluskan dan dilarutkan dengan air
jumlah klebet yang dilarutkan adalah sebanyak 200 g dengan air 2 liter. Penambahan
klebet pada pengasinan telur bertujuan untuk mengawetkan telur sehingga telur
bisa tahan lama. Rempah-rempah merupakan pengawet alami yang mengandung zat
antimikroba yang khas sehingga dapat digunakan untuk mengawetkan suatu bahan
makanan (Mustofa, 2006). Proses pelarutan dilakukan dengan pemanasan agar
klebet dpat larut dengan baik. Setelah itu klebet yang telah larut di saring
agar terbebas dari endapan sehingga sari klebet yang digunakan bisa sesuai
dengan harapan. Maka larutan yang
dibuata dalah sampel A larutan garam 100 %, sampel B larutan garam 75% dengan
klebet 25%, sampel C larutan garam 70% dengan klebet 30% dan sampel D
menggunakan larutan garam 65% dan klebet 35%. Setelah semua larutan telah siap
dalam toples berbeda maka, telur dimasukkan ke dalam toples berisi larutan dan
didiamkan selama kurang lebih 1 minggu. Selama perendaman tersebut terjadilah
proses difusi sehingga mengakibatkan telur berubah rasa menjadi asin. Konsentrasi
air rendaman yang pekat (campuran air, garam, bawang putih, abu, batu bata
merah) menyebabkan timbulnya tekanan difusi yang besar, sedangkan pada bagian
dalam telur mempunyai defisit tekanan difusi (DTD) akibat konsentrasinya yang
lebih rendah dari larutan perendam, sehingga pergerakan molekul-molekul dari
larutan perendam ke dalam cairan telur yang menembus melalui kulit telur yang
berpori-pori. Difusi akan berakhir bila konsentrasi larutan perendam dan cairan
telur sudah seimbang (Salirawati, 2010).
Pada pembuatan telur asin dengan metode kering
telur yang telah bersih dilumuri dengan campuran garam dan batu bata yng telah
dihancurkan dengan perbandingan garam 50:50 batu bata dan garam 60:40 g batu
bata. Setelah itu setiap campuran dengan konsentrasi berbeda digunakan untuk
melumuri telur asin. Setelah telur dilumuri dengan sempurna telur dieramkam
dalam tembikar selama 7 hari. Telur asin dapat
dibuat dengan cara merendam menggunakan media garam. Media garam merupakan
campuran antara garam, serbuk batu bata merah, sedikit kapur dan air (Anonim,
2006).
Setelah 1 minggu perendaman telur ditiriskan
dan dibersihkan setelah itu telur direbus hingga matang dan dilakukan uji
organolepitik. Dan didapatkan hasil bahwa telur asin yang dibuat dengan larutan
garam 100% tidak masir, rasa asin, tekstur kenyal, kering, putih telur berwarna
putih sedangkan kuning telur berwarna kuning cerah yang merata. Kemasiran
dipengaruhi oleh adanya garam yang masuk ke dalam kuning telur. Semakin tinggi
tekanan yang diberikan maka semakin cepat laju difusi larutan garam ke dalam
telur termasuk ke kuning telur, sehingga menyebabkan kemasiran juga semakin
tinggi (Salirawati, 2010 ). Sedangkan hasil telur yang
diasinkan dengan larutan garam 70% dan klebet 30% mendapat hasil kemasiran yang
agak masir, dengan rasa asin agak berasa rempah akibat penggunaan klebet,
teksturnya agak kenyal, aroma amis, warna putih telur putih sedangkan kuning
telur kuning cerah dan rata. Sedangkan hasil telur asing dengan larutan garam
65% dan klebet 35% mendapat hasil kemasiran yang masir, rasa asin dan sangat
beraroma rempah karena penggunaan klebet yang cukup banyak, teksturnya agak
kenyal, bagian tengah padat dengan pinggiran yang mudah hancur, memiliki aroma
yang amis, putih telur berwarna putih dan kuning telur berwarna kuning pucat
dan padat. Sedangkan hasil telur asin dari pengasinan kering dengan percampuran
garam 50% dan baru bata 50% tidak masir sama sekali, rasa yang sangat asin,
aroma yang tidak amis, warna putih telur putih dan kuning telur oren. Sedangkan
dari percampuran batu bata 60 % dengan garam 40 % didapatkan hasil yang tidak
masir, rasa sangat asin, tekstur padat dan kesat, tidak beraroma amis, warna
putih telur putih cerah sedangkan kuning telur agak oren. Secara kesleuruhan
hasil telur yang paling baik diperoleh dari metode pengasinan kering karena
rasa yang asin dengan baik, tidak masir dan juga tidak amis. Dibandingkan
dengan metode basah yang rata-rata memiliki rasa agak masir sampai masir, rasa
yang kurang asin dan aroma yang agak amis sampek amis. Kualitas telur asin
ditentukan oleh :
1.
Kualitas bagian dalam (kekentalan putih
dan kuning telur, posisi kuning telur, dan ada tidaknya noda atau bintik darah
pada putih atau kuning telur)
2.
Kualitas bagian luar (bentuk dan warna
kulit, permukaan telur, keutuhan, dan kebersihan kulit telur) (Ginting, 2007).
KESIMPULAN
Ikan Asin
1.
Dalam proses penggaraman ikan garam
berperan untuk menambah rasa, dan menjadi bahan pengawet juga sebagai bahan
yang dapat menyerap air pada bahan sehingga mengurangi jumlah Aw pada bahan
makanan.
2.
Cara penggaraman ikan dapat dilakukan
dengan 3 metode, yaitu: dengan cara kering, cara basah dan cara campuran yaitu
penggabungan antara metode kering dan basah.
3.
Cara pengolahan ikan diawali dengan
pemilihan ikan, lalu menyiangi ikan, membersihkan sisik, sirip da nisi
perutnya, selanjutnya menyiapkan garam atau larutan garam, lalu proses
pencampuran garam dengan ikan dan terakhir adalah proses pemeraman selama 24
jam.
Telur Asin
1.
Pembuatan telur asin diawali dengan
pemilihan telur yang memiliki kualitas bagus, tidak cacat, selanjutnya
pembersihan telur dengan air mengalir dan diulang dengan mencuci telur
menggunakan air hangat untuk membunuh mikroba, selanjutnya mneyiapkan larutan
garam dan klebet dengan jumlah tertentu, juga penyiapan garam dan campuran batu
bata yang hancur dengan perbandibgan tertentu. Setelah itu pencampuran telur dengan
larutan garam dan dilanjutkan dengan perendaman atau pemeraman dalam garam
selama 7 hari.
2.
Dalam pembuatan telur asin garam
berfungsi sebagai penambah rasa dan juga pengawet.
3.
Telur yang digunakan untuk membuat telur
asin harus dalam keadaan baik, bersih, tidak rusak, tidak retak, dan tidak
busuk.
DAFTAR PUSTAKA
Adawyah, R. 2007. Pengolahan dan
Pengawetan Ikan. Jakarta : PT. Bumi Aksara.
Anonim. 2006. Ketersediaan Hayati Obat.
Anonim. 2007. Farmakologi dan Terapi.
edisi 5, Departemen Farmakologi Terapeutik, Fakultas Kedokteran, Universitas
Indonesia.
Anonim. 2010. Manfaat Wortel Untuk
Kesehatan dan Kecantikan.
Budiman, Durianto, Darmadi, dan Sugiharto.
2004. Brand Equity Ten: Strategi Memimpin Pasar. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama.
Ginting, Ir. Perdana. 2007. Sistem
Pengelolaan Lingkungan Dan Limbah Industri, Cetakan pertama. Bandung: Yrama
Widya. Hal 37-200
Ilyas, S. 1983. Teknologi Refrigasi
Hasil Perikanan Jilid 1. Yogyakarta. Penerbit Liberty.
Iwansyah, A.C., Herminiati, A, dan
Setiyoningrum, F. 2008. Pengaruh Penambahan Tepung Tulang Ikan sebagai
Sumber Kalsium terhadap Mutu Kimia Kerupuk Ikan. Prosiding. Universitas
lampung
Margono, Tri dkk. 1993. Panduan
Teknologi Pangan. Pusat Informasi Wanita Dalam Pembangunan
Moeljanto. 1992. Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan.
Jakarta:Penebar Swadaya
Mustofa, A., 2007. Perubahan Sifat Fisik, Kimia, dan Biologi
Tanah Pada Hutan Alam yang Diubah Menjadi Lahan Pertanian di Kawasan Taman
Nasional Gunung Leuser. [Skripsi]. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Purba, A. dan H. Rusmarilin, 1985. Dasar Pengolahan Pangan.
FP-USU, Medan.
Salirawati, Das, et al. 2010. Pelatihan
Pengembagan Praktikum Berbasis Lingkungan Dalam Jurnal Lembaga Pengabdian
Kepada Masyarakat. Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta
SNI 2721.1. (2009)a . Ikan Asin. Badan Nasional Indonesia.
Soeparno. 1992. Ilmu dan Teknologi Daging. Gajah Mada
University, Yogyakarta.
Yetti, S. 1983. Penetapan Kadar Formalin yang Terserap pada Tahu
Lunak dan Tahu Keras. Skripsi, 12-13, Yogyakarta.
Yuniati, 2012. Pengaruh Sanitasi Lingkungan Pemukiman terhadap
Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Daerah Aliran Sungai Deli Kota Medan,
Tesis S2, Medan: Universitas Sumatera Utara.
LAMPIRAN
i.
Pengasinan kering
ii.
Pengasinan Basah
SEMOGA BERMANFAAT